Chereads / SHIRO THE MAGICIAN / Chapter 11 - 11. Kisah Induk Kucing Putih Abu-abu

Chapter 11 - 11. Kisah Induk Kucing Putih Abu-abu

Ketika Karin pergi bekerja, aku tinggal di lorong depan menemani induk kucing liar bersama dua bayinya. Aku ingin coba menyentuh bayinya, tetapi induk kucing luar biasa marah ketika aku mencoba masuk ke dalam kandang.

[Tak bolehkah aku memegangnya?]

[Tidak! Aku tidak suka banyak yang menyentuh mereka berdua! Aku juga masih belum begitu percaya kepadamu!]

[Oh ya ampun...] aku dicurigai akan melakukan sesuatu kepadanya. Tapi aku maklum karena induk kucing itu biasa hidup di jalan yang sangat keras dan penuh persaingan hanya untuk mencari makanan sisa yang bisa mengganjal perut. [Baiklah! Baik. Aku tidak akan mencoba masuk dan menyentuh anakmu lagi!]

Induk kucing itu pun berhenti mendesis karena waspada dengan kucing jantan asing. Ia terdiam saat aku memperhatikan anaknya dari luar kandang, namun tanganku terkadang refleks masuk disela terali kandang untuk menyentuh anak kucing yang begitu lucu dan itu langsung membuat induk kucing marah besar. Ia langsung memukul tanganku walau yang masuk baru jari saja.

[Aw...]

[Sudah aku katakan jangan coba-coba menyentuh bayiku!]

Aku mengusap tanganku, pura-pura sakit tentunya.

[Aku tidak mencakarmu! Jadi hentikan itu!]

Aku menghela nafas karena pura-puraku tidak berlaku. [Baiklah.]

[Maafkan aku! Aku hanya terbawa kebiasaan hidup di jalanan. Aku selalu waspada dan tidak mudah percaya. Aku sudah dua kali melahirkan, tapi anakku tidak ada yang selamat karena sakit kehujanan dan kepanasan! Belum lagi ancaman dari kucing jantan yang akan memangsa anakku yang baru lahir!]

Aku mengangguk mengerti. [Human tadi sudah memberitahu juga jika anak yang baru lahir biasanya akan dimangsa kucing jantan liar! Tapi apa aku boleh tahu kenapa kamu sampai di jalanan padahal kamu sedang hamil sebelumnya?!]

[Ya boleh. Aku dibuang ketika masih kecil, saat aku masih menyusu dengan ibuku bersama dua saudarku yang lainnya. Di tempat asing tanpa ibu, aku dan dua saudaraku terus berteriak memanggil ibu seharian dan hingga berhari-hari. Kami bertiga kepanasan, haus, lapar dan kedinginan begitu malam dan hujan. Tapi hujan cukup membuat rasa hausku berkurang dengan meminum sisa air genangan. Sementara salah satu saudaraku tidak minum sedikit pun sejak kami dibuang dan tanpa ibu. Padahal kami masih menyusu. Usiaku waktu itu baru kira-kira dua bulan. Saudaraku yang sama sekali tidak minum itu akhirnya melemah dan akhirnya mati karena kelaparan dan kehausan.

Lalu aku dan saudaraku yang sudah kehilangan saudara satunya lagi dan pasti tidak ada harapan akan bertemu ibu, akhirnya berusaha mencari makanan apa saja yang ada kami temukan. Kucing-kucing dewasa liar lainnya sungguh sangat menakutkan bagi kami berdua yang masih kecil. Untuk bisa mendapatkan makanan kami harus mengais sampah, mencari makanan manusia yang tercecer yang jika kami temukan harus dibagi berdua, tapi tak jarang kami bertemu kucing dewasa lalu merebut makanan sisa yang kami temukan. Tapi yang tidak kalah menakutkan adalah manusia yang akan begitu ringan kakinya menendang walau ada juga manusia yang mau memberikan sisa makanannya atau bahkan memberikan makanan yang baru untuk aku dan saudaraku, tapi setelah itu akan segera direbut kucing dewasa! Saudaraku kucing jantan, dia berusaha mempertahankan makanan yang didapatkan agar kami bisa makan, tapi kucing dewas menghajarnya sampai dia tidak bisa bergerak! Aku sangat ketakutan andai saudaraku juga mati saat itu setelah dihajar kucing liar! Tapi syukurlah dia hanya luka-luka. Saat itu aku memintanya untuk tidak lagi melawan kucing dewasa. Karena selain terluka, makanan juga tidak dapat.

Ketika aku dan saudaraku yang tergeletak kesakitan di tempat perjalan kaki, ada seorang manusia memberi kami sepotong roti, walau hanya sisanya saja kami bersyukur karena ada manusia yang tahu situasi kami. Aku mengajak saudaraku untuk bersembunyi, agar makanan yang diberikan manusia itu tidak direbut kucing dewasa. Hari-hari kami lalui dengan sangat keras sampai kami beranjak remaja, saudaraku mulai berpetualang agak jauh dan kembali menemaniku setelah beberapa hari pergi entah ke mana. Tapi ketika kembali dia suka membawakan seekor ikan. Tubuhnya kotor, bau dan ada luka. Katanya dia ke pasar yang jaraknya cukup jauh, dia sering makan sisa ikan, isi perut ikan atau terkadang diberi ikan yang utuh oleh manusia. Itulah kenapa dia membawakan ikan untukku. Aku lalu ikut dengannya tinggal di pasar karena ada banyak sisa ikan dan sisa makanan manusia di sana.

Setidaknya kami tidak kesulitan mencari minum di pasar, walau untuk makan kami tetap berebut dengan kucing lainnya. Saudaraku selalu bersamaku, kalaupun berpisah paling hanya setengah hari. Tapi saat aku melahirkan anak pertama, saudaraku sedang pergi mencari makan, ketika itu aku dan saudaraku tidak tahu jika kucing jantan liar akan memakan bayi kucing lain. Karena itulah saudaraku pergi dan aku tertidur karena lelah setelah melahirkan, namun saat sedang tertidur dengan bayiku, aku merasakan sebuah sentakan. Begitu aku membuka mata ternyata ada seekor kucing jantan liar baru menyambar salah satu bayiku yang sedang menyusu padaku! Aku menjerit melihat hal itu. Terlebih lagi ketika melihat kepala bayiku ada di dalam mulut kucing jantan liar dan darah kental menetes dari luka gigitannya. Setelah kejadian itu, saudaraku tidak pergi jauh dariku. Ia masih selalu dalam jangkauan mataku untuk berjaga dan mencari makan. Dia akan menjaga bayiku yang tidur ketika aku mencari makan dan minum. Tapi hanya satu bulan saja umur bayiku, karena hujan dan panas membuatnya sakit. Hal sama terulang pada kelahiran yang ke dua, dari tiga anak, dua di antaranya dimakan kucing jantan liar lainnya. Seekor lagi juga akhirnya tidak selamat, karena terinjak tidak sengaja oleh manusia ketika kami mencari sisa potongan ikan di pasar.

Lalu yang ke tiga kalinya ini, aku mencoba mencari tempat aman agar anakku tidak ditangkap kucing jantan liar untuk dimakannya. Aku berjalan jauh dari pasar untuk mencari tempat aman melahirkan. Tapi ternyata aku tersesat di tengah kota! Tidak ada air minum yang mudah ditemukan seperti di pasar, terlebih lagi makanan. Saat aku berjalan terkadang ada manusia yang menepi dan melemparkan makanan kepadaku karena kasihan. Dua minggu lamanya aku luntang lantung di jalanan, sampai akhirnya aku bertemu dengan kalian tadinya. Aku sungguh sangat berterima kasih sudah diberi makan dan minum, apalagi telah menyelamatkan bayiku!]

Aku tersenyum mendengar akhir cerita induk kucing berwarna putih abu-abu itu. [Aku ikut senang mendengar akhir ceritamu! Semoga bayimu tumbuh dengan sehat sampai besar kelak! Oh ya, bagaimana dengan saudaramu? Apa dia tahu kamu pergi mencari tempat aman untuk melahirkan?]

[Ya. Aku memberitahunya sebelum pergi. Dia tidak bisa melarang, karena walaupun dia membantu menjaga sampai berkelahi dengan kucing liar lainnya, anakku tetap tidak ada yang selamat! Aku tidak tega melihatnya terluka parah seperti itu!] si induk kucing mulai terisak karena teringat saudaranya yang masih berada di pasar.

[Sudah, jangan menangis. Dia pasti bisa menjaga diri sebagai kucing jantan!] aku berusaha menenangkan induk kucing itu. [Aku akan membantu mencarinya jika Karin membolehkanku!]

[Benarkah?!]

[Ya. Walaupun cepat atau lambat, aku akan mencarinya dan membawanya kepadamu!]

Si induk kucing tersenyum lebar. [Terima kasih!]

[Kamu tak perlu berulang kali mengatakan 'Terima kasih'!]