Mami mengambilkan minum dan makanan untukku dan Queen begitu kami masuk ke dalam apartemen dengan mangkok masing-masing. Queen terlihat begitu menyukai puding ayam yang buatan mami.
'Apa Carol tidak pernah membuatkan makanan yang enak?'
'Dia tidak pandai memasak untuk dirinya sendiri, apalagi untukku. Dia tahunya membeli makanan siap saji, berkaleng-kaleng di dalam lemari. Kalau tahu begini enak puding buatan mami kamu, aku akan meminta Carol untuk memesannya sama mamimu saja. Lebih enak!' jelas Queen dengan mulut penuh makanan.
Aku tertawa kecil melihat Queen begitu menikmati makanannya. 'Sepertinya bagus juga. Bisa jadi tambahan uang masuk untuk mami.'
'Sereal yang dibelikan Mommy sebenarnya tak begitu enak. Bagusnya hanya untuk cemilan kita saja.'
'Nah... benarkan. Aku juga tak suka harus makan sereal itu setiap hari, empat kali sehari. Kalau untuk cemilan sore tak apa-apa.'
Saat kami asik bercerita sambil makan, mami datang dari belakang dan langsung berlutut sambil mengusap-ngusap kepala kami. 'Uuh... cayang, pada lapar ya? Lahap sekali makannya."
Queen mengeong melihat pada mami sebelum kembali makan.
"Apa katanya?" mami melihat padaku, meminta penjelasan.
"Puding buatan mami enak! Dan terima kasih. Itu saja." Sahutku menjelaskan.
"Oh... pantas saja makannya begitu lahap!" ucap mami sambil mengusap kepala Queen penuh sayang.
Selagi makan aku menjelaskan pada mami kalau aku akan membantu memantau keberadaan kucing hilang yang dibicarakan dua satpam dan perempuan yang memberikan selebaran tentang ciri-ciri kucingnya serta nomor yang bisa dihubungi.
"Boleh saja kalau kamu mau membantu, tapi ingat satu hal!" mami mengangkat jari telunjuknya.
"Satu hal? Apa itu?"
"Kamu tidak boleh melakukan hal yang berbahaya dengan keluar dari lingkungan, halaman, taman atau apalah, pokoknya tidak boleh keluar dari lingkungan apartemen ini sendirian tanpa pengawasan! Kamu mengerti?!"
"Iya, tentu saja aku mengerti! Walaupun sekarang aku ini hanya seekor kucing, aku masih tahu batasan berbahaya seperti apa."
Mami tersenyum dengan memiringkan kepalanya sedikit ke kiri. "Baiklah. Satu hal lagi, kalau bisa hindari perkelahian antar kucing liar!"
"Oke. Siap mam!"
"Kamu boleh keluar untuk patroli. Jangan lama-lama di luar, kasihan Queen main sendiri."
"Aku sudah mengatakannya pada Queen tadi kalau aku akan keluar untuk memantau kucing yang hilang."
"Terus?" mami menunggu penjelasan lebih lanjut.
"Sudah aku katakan kalau aku pergi tidak lama. Paling hanya satu jam saja."
Mami mengangguk beberapa kali dengan tersenyum ramah.
***
Aku kembali keluar dari apartemen mami setelah bermalasan dengan tidur-tiduran di kursi ruang keluarga bersama Queen yang ternyata malah tertidur karena kekenyangan makan semangkuk puding ayam dan minum setengah mangkuk susu.
Awalnya aku melihat sekitar lingkungan apartemen dari atas atap. Halaman parkir ada di bagian belakang dan halaman depan hanya taman saja yang diperuntukan olah raga atau sekedar berjemur bagi penghuni apartemen.
Gerbang masuk bangunan apartemen hanya ada dua, yaitu pada sisi kiri dan kanan bagian depan apartemen. Pada bagian belakang pagar ada juga sebuah gerbang sebuah pintu gerbang dari plat besi yang kuat dan kokoh, tapi sepertinya tidak akan pernah dibuka kecuali untuk masa pembangunan proyek apartemen dan perbaikan kalau ada.
Untuk bangunan lain di luar apartemen aku tidak begitu tahu, karena belum pernah jalan keluar untuk menjelajah. Baru dua kali keluar bersama mami dengan berjalan kaki, itu juga hanya pergi ke taman kota yang terlihat rimbunnya pepohonan dari atas atap bangunan apartemen.
Pertama keluar dari bangunan apartemen aku duduk di pinggir pintu keluar utama yang memiliki lima anak tangga. Memperhatikan sekitar terlebih dahulu, apakah ada kucing lain atau kucing liar di sekitar halaman depan yang terlihat dari atas pintu.
Tidak melihat keberadaan kucing lain aku pun berjalan menuruni jalan landai, khusus untuk pengguna kursi roda.
"Ayo, mau ke mana kamu?" si satpam apartemen yang pagi tadi mengusir kucing liar yang sedang berkelahi dengan menyemprotkan air muncul dari bagian samping bangunan apartemen dan langsung melihat keberadaanku. Pada tangan kirinya ada sebuah kantong plastik berwarna biru.
Aku berhenti sesaat lalu kembali berjalan dan satpam itu pun menghampiriku.
"Ikut tempat om kerja yuk." Ucapnya seolah aku adalah anak kecil.
Aku diam saja dengan melihatnya.
Si satpam yang ternyata bernama Adam, terlihat dari tanda pengenal yang tergantung di kantong seragamnya itu menundukkan tubuhnya, mengusap kepalaku sekali sambil memperlihatkan kantong plastik yang berbau makanan. "Ayo. Sekarang di pos akan ada teman lain biasa makan siang bersama."
Aku mengeong sekali dan itu berhasil membuat si Adam tertawa seolah memahami aku bertanya dia dari mana.
"Om kan tadi habis keliling kasi makan kucing liar yang ada di bagian belakang apartemen. Sekarang waktunya kucing bagian depan untuk makan. Mereka makannya nasi dengan ikan rebus saja. Bagi mereka makan apa saja asal bisa mengganjal perut sudah cukup. Karena terkadang ada kucing liar yang tidak dapat menemukan makanan barang sedikit. Itu sedih sekali. Om pernah merasakannya dulu ketika pertama merantau ke kota. Om beli makan hanya sekali di pagi hari dan itu pun om bagi dua untuk makan siang biar kuat untuk kerja, apalagi hanya di pagi hari banyak yang menjual sarapan murah meriah."
'Kasihan sekali!' tapi aku yakin di telinga si Adam yang terdengar aku hanya mengeong saja.
"Ya, kasihan kan. Tapi sesusah apa pun sebelumnya, om tidak lupa berbagi dan berdoa. Ketika sedang makan nasi sebungkus dibagi dua, ada kucing lapar minta makan. Karena tidak tega dan merasa senasib, om beri kucing itu makan. Di bagi tigalah nasi punya om akhirnya. Om ikhlas. Tapi kamu tahu, pas siang hari ternyata ada teman yang ulang tahun dan mentraktir om makan sampai kenyang! Bahkan membawakan kue ulang tahunnya untuk om. Sang pencipta sungguh adil dan pemurah! Om hanya memberi seekor kucing kelaparan makan lalu om diberi balasan dengan makanan yang enak dan banyak! Maha pemurah Allah!"
'Kamu sungguh manusia yang baik!' aku kembali mengeong.
"Om bukan orang baik."
Sungguh luar biasa! Apakah memang ada manusia yang dapat memahami bahasa kucing.
"Om hanya belum sanggup untuk memberi sesama manusia yang lebih mampu dari om yang bergaji kecil. Gaji om, yang om kirim untuk orang tua di kampung entah cukup entah tidak. Jadi untuk saat ini om hanya bisa memberi kepada kucing liar terlantar dari sisa gaji yang cukup untuk sewa kamar kos dan makan. Nah, apa kamu mau ikut?"
Aku kembali mengeong sambil mengusapkan kepalaku pada tangan Adam.
'Serius kamu mau ikut?! Baiklah ayo kita ke pos."
Karena penasaran aku pun mengikuti si Adam. Dari perkataan Adam aku baru tahu jika kucing memiliki wilayah masing-masing, walau bukan penguasa wilayah seperti kucing preman tadi pagi yang bergulat. Tapi tampaknya kucing yang ada di bagian depan ini para kucing lemah, misalnya seperti kucing kecil, kucing betina dan kucing tua.