Ketika aku sedang tidur-tiduran menunggu para kucing liar menyelesaikan makan siang mereka, aku mendengarkan sekitar menggunakan pendengaran kucing yang kini aku miliki sebagai kucing. Pendengaran kucing sungguh luar biasa tajam dibandingkan ketika aku masih menjadi manusia. Suara paling halus yang pernah aku dengarkan semasa masih menjadi manusia adalah suara hembusan nafas dan detak jantung. Kini sebagai kucing aku bisa mendengarkan suara semut yang berjalan dari liangnya di antara rerumputan. Luar biasa!
'Ha, halo... tuan kucing...' terdengar suara kucing remaja memanggilku yang sedang tidur-tiduran.
Aku membuka mata dengan pura-pura malas. 'Bukankah kamu juga kucing?'
Kucing yang baru beranjak remaja itu terlihat takut, jika manusia mungkin umurnya baru sekitar sebelas atau dua belas tahun.
Merasa kasihan melihatnya takut kepadaku yang bukan sekedar kucing biasa, aku mengalah. Aku mengangkat kepala dan bertanya. 'Ada apa?'
'Saya sudah siap makan, tuan.'
'Oh, ayo mulai dengan perkenalkan siapa dirimu.'
Si kucing remaja masih tampak takut bertanya. 'Perkenalkan diri? Apa itu tuan?'
'Ah...' aku baru sadar kalau anak itu tidak akan tahu karena hanya kucing biasa. 'Siapa namamu? Atau para manusia biasa memanggilmu siapa?' jelasku.
'Oh. Saya biasa dipanggil Choky sama manusia yang biasa memberi makan, tuan.'
Aku duduk sebelum bertanya lebih banyak. 'Baiklah Choky. Itu pasti karena bulumu warna coklat.'
'Benar tuan.'
'Nah... apa kamu ada melihat kertas yang di tempel pada papan pengumuman atau di pos jaga ini? Tentang kucing hilang persia medium yang hilang dan sedang dicari pemiliknya?'
'Yang di pos saya ada lihat, tapi yang di papan pengumuman saya tidak lihat tuan. Kalau kucing persia putih, abu-abu yang tuan maksud saya pernah melihatnya kemarin di dekat gerbang masuk.'
'Benarkah?'
'Benar tuan.'
'Sedang apa dia kamu lihat?'
'Dia sedang mengejar betina ketika saya berdiri di atas tiang gerbang masuk. Saya diam saja saat itu karena biasanya kucing jantan dalam masa pacaran seperti itu pemarah.'
'Kucing betinanya seperti apa kamu lihat?'
Choky tampak mengingat. 'Warna hitam dengan ekor separuh melingkar.'
'Lalu ke mana mereka pergi?'
'Ke arah gerbang keluar, tuan.'
Aku mengangguk mengerti. 'Baiklah Choky, kamu boleh pergi.'
'Terimakasih tuan.'
Hum... Choky, kucing pemalu dan sopan. Dia pasti sangat disukai manusia.
Kucing remaja yang satu lagi mendekatiku, duduk dengan santai. 'Halo tuan.' Sapanya.
'Siapa namamu?'
'Manusia yang biasa memberi makan memanggilku, Tri karena tiga warna tuan.' Jawaban yang sangat santai.
Karena Tri itu begitu santai dan tampaknya sudah tahu mengenai kedatanganku, maka aku langsung bertanya tanpa basa-basi pula. 'Apa kamu pernah lihat persia putih, abu-abu medium yang gambarnya ditempelkan di pos satpam?'
'Pernah tuan. Dia kan yang berkelahi pagi tadi dengan preman belakang karena memperebutkan cewek ekor pakis.'
'Apa? Yang berkelahi pagi tadi?! Dan apa maksudmu cewek ekor pakis?'
'Cewek bulu hitam dengan ekor setengah melingkar. Manusia yang biasa memberi kami makan, memanggilnya ekor pakis karena ekornya yang setengah melingkar persis seperti sayur pakis.'
Aku mengangguk mengerti. 'Jadi si persia itu yang benar kamu lihat pagi tadi?'
'Benar tuan. Kucing dalam masa pacaran biasanya pemarah, apalagi badannya besar, jadi dia berani bergulat dengan preman belakang!'
'Oh... jadi kalau kucing dalam masa pacaran pasti jadi agresif, ya?'
'Agresif itu apa tuan?' Tri bertanya dengan wajah polos khas kucing kecil yang baru beranjak menjadi remaja.
'Ya itu, pemarah gampangnya. Seperti yang kamu katakan tadi.'
Tri mengangguk mengerti. 'Apa aku sudah boleh pergi tuan?'
'Ya, pergilah kembali bermain bersama Choky.'
Tri segera pergi dengan berlari kecil menghampiri Choky yang menunggu di pos satpam.
Saat Tri pergi, si Titi betina dengan corak tortie mendatangiku bersama Bela, si betina oren dengan corak marbel. Si Titi masih wajah dengan cemberut seperti sebelumnya padaku mulai berbicara.
'Aku tak pernah melihat si persia medium yang sedang kamu tanyakan pada dua anak kecil tadi.'
'Hei... santailah. Aku bukan manusia yang akan mengusilimu! Kenapa kamu begitu cemberut?'
'Tentu saja karena kamu bau manusia!' sahut Titi setelah itu langsung pergi dengan cueknya.
Aku tidak bisa berkata-kata mendengar perkataan si Titi karena aku sebelumnya memang manusia.
'Dia korban kekerasan manusia dulunya, jadi maklum kalau susah untuk mempercayai manusia.' Sela si Bela menjelaskan.
Aku memperhatikan Bela, yang lebih bersahabat. 'Bukankah para satpam itu manusia? Tapi kenapa dia mau dekat-dekat dan manja pula.'
'Dia hanya seperti tadi pada manusia yang baru ditemui. Kalau kamu lahir di jalanan dan selalu mendapat kekerasan dari kecil oleh manusia pasti kamu akan trauma dan tidak akan percaya begitu mudah. Apalagi dia sedang hamil begitu. Tentu saja tingkat kewaspadaan terhadap manusia bertambah berkali lipat, karena manusia suka memisahkan anak kucing dari induknya!'
'Apa bauku memang begitu jelas bau manusianya?'
Bela mendekatiku, mengendus seperti halnya kucing lalu berkata masih dengan mengendus. 'Kalau didekati ya!'
Aku memperhatikan Bela yang mundur setelah mengendusku. 'Sepertinya aku harus bisa meyakinkan Tri kalau aku tidak akan menghianatinya sebagai sesama kucing!'
'Selamat berusaha!'
'Oh ya, sebelum kamu pergi. Ingat tujuanku?'
'Tentu saja. Persia jantan, medium, warna abu-abu loreng. Aku pertama melihatnya seminggu yang lalu di gerbang masuk. Dia tampak bingung, saat mau masuk ke dalam gerbang ia melihat kami berkumpul di pos dan tidak jadi masuk. Setelah itu aku tak pernah melihatnya lagi.'
'Kalian semua melihatnya? Bukannya pak Tom kata dia tak pernah lihat. Mana yang betul?'
'Memang tak semua yang melihat walau kami berkumpul di pos. Persis seperti sekarang, ada yang tidur, dua bocah itu asyik main dan hanya aku yang kebetulan duduk-duduk saja melihat kucing itu. Tampaknya dia takut karena kami berlima, sementara dia sendirian.'
'Baiklah, terima kasih Bela cantik.'
Bela tertawa kecil.
'Apa? Kenapa kamu tertawa?'
'Itu kebiasaan manusia ketika merayu kucing.'
'Ya, ya mau bagaimana lagi. Aku belum terbiasa menjadi kucing. Lagi pula kamu memang kucing yang cantik!'
'Baiklah. Tapi sekarang kamu adalah kucing. Ah sudahlah, aku mau tidur. Ini sudah siang dan perutku juga sudah kenyang.' Ucap Bela yang langsung berlalu dengan ekor yang melambai-lambai.
Setelah kepergian Bela, aku menemui si kucing jantan tua, hitam putih.
'Bagaimana? Sudah mendapatkan informasi yang kamu butuhkan?' tanya pak Tom, si kucing tua bertubuh besar.
'Yap. Aku jadi ingin bertemu langsung dengan si persia medium untuk menyuruhnya pulang.'
'Hei... dia sedang dalam masa tidak mau diganggu. Kamu tahu, panggilan alam untuk berkembang biak.'
'Tidak apa pak. Aku akan menggunakan sihir untuk melindungi diriku kalau dia mencoba menyerang!'
'Ah, baik. Tapi berhati-hatilah jika bertemu kucing jantan liar lainnya, terutama preman pagi tadi!' pak Tom memperingatkan.
'Terima kasih atas bantuannya pak. Dan tentu saja saya akan berhati-hati dengan preman pagi tadi. Sampai jumpa pak.' Ucapku sambil mulai melangkah masuk ke arah apartemen. Aku harus pulang terlebih dahulu untuk meminta izin mami akan pergi lagi agak lama dari sebelumnya.