Chapter 9 - 9th

Malam harinya, Airlangga yang terbangun dari tidur pun keluar dari kamar. Melihat Bara yang berada di ruang tengah apartemen, tengah tertidur pulas diatas sofa dengan berbantal lengan tangannya.

Tidak ingin membangunkan temannya, Airlangga pun segera menuju dapur dan mengambil sebotol air mineral dingin. Membawanya kearah balkon dan menemukan Azka sedang nyebat disana.

"Bangun lo"

"Hmm" Sambil meneguk air mineral yang tadi diambilnya, Airlangga hanya berdehem menjawab Azka.

Menutup botol air mineral dan meletakkannya dimeja yang ada di balkon, Airlangga kemudia menyeluarkan sebungkus sigaret dan mengambilnya sebatang, menyalakan sebatang sigaret tersebut kemudian menyesapnya perlahan dan mengepulkan asap sigaret.

Malam yang terkesan sepi, dingin namun lampu lampu dari berbagai bangunan seolah tak menjadikan malam hari gelap. Walaupun terkesan sepi, masih banyak kendaraan kendaraan berlalu lalang dijalan yang terlihat dari balkon apartemen.

Walaupum ditempat yang sama, Azka dan Airlangga hanya berdiam, menikmati asap sigaret masing masing tanpa mau berbincang dengan sesama. Hingga suara berat dari pertanyaan Azka membuat Airlangga mengalihkan fokusnya dan menatap Azka yang masih setia menatap langit dipagar balkon.

"Sejak kapan lo mulai nyebat"

"Baru baru ini"

"Kenapa lo? Ada masalah?"

"Banyak" Hanya sampai disanalah percakapan dua manusia kutub itu sebelum kembali menyesap sigaretnya masing masing.

Azka yang lebih dulu berada dibalkon pun hendak melangkah pergi ketika sigaretnya sudah separuh terbakar. Namun langkahnya terhenti ketika pertanyaan terlontar dari Airlangga.

"Besok lo masuk?"

"Hmm" Dan Azka kembali melanjutkan langkah kakinya keluar balkon. "Gue tidur dulu"

Airlangga hanya berdehem menanggapi Azka. Melanjutkan kegiatannya menyesap racun yang entah sejak kapan dia lakukan. Memilih mengabaikan dinginnya malam, Airlangga malah meminum air mineral yang masih dingin dan mengguyurkannya diwajahnya.

Membuang sigaretnya, kemudian melangkah masuk kedalam apartemen. Tak lupa ia mengunci pintu balkon. Menuju ruang tengah tempat dimana Bara tengah tidur sambil mangap mangap.

"Bangun lo!" Yang tadinya berniat tidak mengganggu temannya tidur pun hanya wacana belaka. Nyatanya Airlangga menendang sofa dengan keras sehingga Bara yang sedang nyenyak nyenyaknya tidur menjadi langsung terbangun seketika.

"Anjing Air! Gue lagi tidur juga, ngapain sih!" Masih agak mengantuk dan tentu saja emosi, Bara menanggapi Airlangga didepannya dengan nada marah.

"Tidur dikamar sono lo"

"Lah lo tidur dimana? Lo heh mau kemana lo" Panik Bara melihat Airlangga membereskan tas nya dan menuju pintu sambil memakai sepatu.

"Pulang"

"Jam berapa anjir, mau pulang. Ntar kalau lo diculik siapa yang mau tanggung jawab!?" Tentu saja, Bara dan heboh tak bisa dipisahkan.

"Bacot, gue bukan anak gadis lo anjir" Berdiri setelah selesai menalikan sepatunya.  Keluar dari apartemen tanpa menghiraukan Bara lagi.

Bara yang ditinggalkan pun karena masih ngantuk langsung saja bangkit dan menuju kamar yang tadi ditempati Airlangga. "Bodo amat yang penting gue bisa tidur" Ucapnya begitu mendaratkan badannya dikasur empuk yang sudah tertata rapi.

Sedangkan dikamar sebelah, ada Azka yang tengah bersandar di kepala ranjang dengan menggenggam ponsel berlogo apple. Serius mengetikkan kata demi kata dalam aplikasi chatnya.

'Besok gue nemuin lo'

'Udah balik lo?' Balas seorang yang menerima pesan dari Azka

'Yoi'

'Tidur bego, tengah malem'

'Kayak cewek lo Gan'

Dan tidak ada balasan lagi dari Regantara, membuat Azka melempar ponselnya, tenang Azka melemparnya masih diarea kasur bukan lantai.

Jujur saja, dihari keberangkatannya ke Jepang. Hari itu juga Regantara, sahabat baiknya mengalami kecelakaan yang disengaja. Sehingga sampai saat ini Azka belum sempat menjenguk Regan sama sekali.

Niatnya saat itu dia akan membatalkan penerbangannya, namun karena bujukan teman temannya dia pun terpaksa berangkat dan meninggalkan sahabatnya yang tengah berjuang. Syukurlah jika sahabatnya itu sudah sembuh dan akan kembali lagi bersama mereka.

Azka menutup matanya dan mulai menyelam kedalam mimpinya. Namun dobrakan pintu kamarnya membuat Azka kembali terbelak dan menemukan cowok berlesung pipi didepan pintu kamarnya sedang menyengir.

"Apaan Jeff" Kesal, itulah yang dirasakan Azka.

"Gue mau ngomong sama lo Ka"

"Apaan"

"Gue ngga bisa tidur Ka"

"Anjing lo Jeff, keluar sana lo" Sambil melemparkan bantal kearah Jeffery, Azka berujar dan hendak kembali tengkurap di kasurnya.

"Dih, ngambekan, serius gue Ka" Jeffery kembali menggonjangkan tubuh Azka dengan berutal.

Azka Heran, kenapa Jeffery bisa berubah seperti ini? Dulu Jeffery dikenal bahkan lebih dingin dan cuek daripada dirinya, dan lihatlah dia sekarang? Sangat sangat bukan Jeffery yang Azka kenal sejak kedatangannya ke Indonesia. Dan bertemu Jeffery yang banyak tersenyum membuatnya keheranan.

Ditambah sikap barbar Jeffery yang dilakulannya sekarang menambah rasa takut Azka. Apa jangan jangan Jeffery kerasukan? Pikir Azka.

"Ka! Malah ngelamun lo anjir"

"Apaan sih Jeff apaa"

"Ini soal Air"

"Kenapa airnya, belum bayar? Macet? Tinggal panggil tukang reparasi aelah Jeff" Dan perkataan Azka sontak membuat Jeffery melempar bantal yang tadi dilempar Azka kepadanya, melempar balik bantal itu kewajah Azka dengan tenaga dalam sepertinya. Karena melihat bagaiman raut wajah memerah menahan sakit sekaligus amarah.

"Airlangga anjir, serius kenapa sih lo"

"Santai dong, kenapa gue balik ke Indo lo jadi ngegasan gini sih Jeff"

"Bacot Ka"

"Yaudah, Air kenapa" Ucap Azka sambil mengusap usap hidungnya, masih sakit kalau kalian penasaran.

"Dara bukan tanggung jawab Air"

"Maksud lo apa" Menatap tajam kearah Jeffery, dengan raut marah Azka kembalj berkata. "Kenapa Dara bukan tanggung jawab Airlangga?"

"Karena Air bukan penyebab keadaan Dara sekarang"

"Punya bukti apa lo sampai belain Air sampe segitunya?" Urat wajah di wajah keduanya jelas terlihat walau didalam kamar hanya menggunakan pencahayaan minim.

"Ada" Jeffery menjeda kelimatnya "Gue ngga mau lo terlalu nekan Air Ka, dan gue cuma mau nggasih tau lo itu aja" Jeffery kemudian bangkit dan menuju pintu kamar, hendak keluar.

"Ngga guna lo Jeff"

"Gue cuma ngingetin Ka, gue pulang dulu" Kemudian Jeffery menutup pintu kamar Azka, meninggalkan Azka dengan sejuta kebingungan karena sepatah kata dari Jeffery.

Karena Azka tau, Jeffery bukanlah orang yang dengan mudah mencampuri urusan orang lain. Tapi jika menyangkut Airlangga, sahabat sekaligus adik bagi Jeffery, Jeffery akan terus membelanya.

Sekalipun begitu, jika orang lain, Airlangga, ataupun seseorang yang dia sayangi membuat kesalahan, Jeffery bukanlah orang yang akan menutupi kesalahan orang tersebut.

Melainkan ia akan menyadarkannya dan membantunya untuk memperbaiki kesalahan yang telah dilakukan. Karena Jeffery dalam pandangan Azka adalah orang yang bijaksana.

Azka kembali bimbang, kedatangannya ke Indonesia setelah 3 bulan menetap di Jepang membuatnya tidak mengetahui apapun yang ada disekitar sahabatnya.

Dan sekali lagi Azka memikirkan perkataan Jeffery. Apakah yang dilakukan Azka kali ini salah? Kedatangannya kembali pulang ke Indonesia. Apakah ia dan ssahabat sahabatnya akan baik baik saja.

Kali ini Azka terlelap dalam mimpinya bukan dengan mimpi indah, tapi dengan segala teka teki yang berkecambuk dibenaknya. Semoga esok semuanya baik baik saja. Pikir Azka sebelum terlelap.