Chereads / THE BIG BOSS BRONDONG / Chapter 10 - Mafia Batubara

Chapter 10 - Mafia Batubara

10.

Mafia Batubara

~Bagaimana dunia ini bekerja? Yang kuat menang, dan yang lemah kalah. Yang bergerombol menang, dan yang sendiri kalah. Yang jahat kebal hukum, dan yang jujur tersingkirkan. Dunia tidak adil.~

Suara hati Alendra. Siapakah Alendra?

copyright ©irma karameena a novel & the quotes

***

Setiap mereka tak akan berhenti sebelum misi berhasil. Mereka tak peduli sekalipun nyawa taruhannya. Mereka memilih menjadi penjahat. Seolah-olah hidup tak memberinya pilihan lain lagi.

Di sebuah tempat rahasia, dengan gedung terbatas. Tak pernah seorang pun menemukan lokasi dan identitas mereka. Mereka adalah para komplotan hacker yang dicari dunia. Kerapkali, kelompok tertentu berusaha menemukan mereka, salah satu kelompok itu adalah komplotan mafia batubara ini. Tim hacker ini menjadi ancaman seluruh dunia karena mereka memiliki jaringan tak terbatas.

Gama menodongkan pistol tepat di kepala salah satu tim peretas "BlackShyne". Tangan Andra gemetaran karena markas mereka dikepung oleh sekelompok mafia.

"Cepat lakukan! Retas identitas pelapor yang namanya Marco!" Gama, ketua mafia batubara, anak buah Nando.

"Cepat!" Gama mendorong kepala Andra.

Peretas lainnya pura-pura sibuk di depan layar komputer.

"Bbb-aaaiik," kata Andra gelagapan. Dia langsung menggunakan jemari panjangnya mengetik sesuatu di atas keyboard. Suara keyboard sangat nyaring dan cepat. Andra terlihat sangat ahli dalam bidang komputer.

5 menit kemudian.

Andra berhasil menemukan situs dengan memunculkan nama Marco Sanjaya.

"Pekerjaan dia sebagai asistant pribadi pangeran Waleed Alan Tabarak, pangeran kerajaan Arab Saudi. Usia 46 tahun. Memiliki dua putri. Bersekolah di Yayasan Elite International Liegue School, satu sekolah dengan putra pangeran yaitu Alex Waleed Alan Tabarak, CEO baru di perusahaan minyak besutan pemerintah Arab cabang Indonesia."

Suara keyboard berhenti.

"Berapa kekayaan perusahaan?" tanya Gama.

"Aku tak bisa meretas situs perusahaan minyak kerajaan arab. Mereka memiliki keamanan cyber yang ketat," ujar Andra.

"Ah bodoh!" Gama langsung memberi aba-aba pada teman-temannya untuk cabut dari markas black hacker itu. Padahal mereka sebenarnya mampu meretas situs negara sekalipun.

Andra mengelus dada setelah  para mafia itu keluar dari markasnya.

"Guys, sepertinya kita harus pindah markas,"kata Andra.

"Setuju!" jawab salah satu dari mereka.

***

Alex sedang duduk di kamar. Dia merebahkan tubuhnya di atas ranjang empuknya. Seharian dia bekerja di kantor setiap pulang sekolah. Badannya terasa letih. Dia lupa, sudah beberapa minggu ini, sejak kejadian pengusiran dari rumah dan dikeluarkan dari sekolah, dia tak pernah ngegym lagi. Kurang olahraga membuatnya mudah lelah.

Alex keluar dari kamarnya. Lalu menuju ruang gym pribadi. Di sana dia mulai pemanasan dulu. Lalu melakukan aktvitas ngegym. Marco sudah pulang ke rumah. Pagi-pagi, Marco pasti datang kembali ke penthouse. Malam ini, yang ada hanya ratusan pelayan dan beberapa bodyguard berjaga-jaga di luar.

Sambil treadmil, Alex mencoba menelepon Marco. Karena ada hal yang belum selesai tadi di kantor. Tetapi tidak diangkat. Tumben sekali paman Marco slow respon? Alex meneleponnya berkali-kali, tetapi juga tak diangkat.

Alex melirik jam, "masih jam 9 malam. Ah, mungkin dia masih di jalan. Kan dia 30 menit yang lalu pergi."

Alex berhenti dari aktivitasnya lalu kembali keluar dari ruang gym. Dia mengambil beberapa minuman dari lemari es. Dia meneguknya dengan penuh dahaga. Sambil memikirkan paman Marco. Tumben sekali? Kenapa ya dia tidak fast respon seperti biasanya? Apa dia memang kadang-kadang bisa slow respon ya?

Pertanyaan-pertanyaan itu penuh dalam pikiran Alex. Masih dengan cucuran keringat di tubuhnya, dia memanggil bodyguardnya.

"Paman Tomy!" dia memanggil ketua bodyguard yang sedang berjaga di pintu depan.

"Iya tuan?"

"Paman coba periksa keadaan paman Marco ya! Sepertinya perasaanku tidak enak saja," katanya dengan hati gundah.

"Oh baiklah, tuan muda. Tetapi saya hanya bisa memerintahkan dua bodyguard untuk mengeceknya," ujar Tomy, "karena kewajiban saya prioritas keselamatan tuan muda."

"Ok terserah," kata Alex kembali melangkah menuju kamar mandi untuk bersih-bersih.

"Dori dan Bagas! Kalian berdua susul Pak Marco ya! Biar aku dan Qomar berjaga di sini," ujar Tomy memberi perintah.

"Baik, Bos!" kata Dori.

Dori dan Bagas meninggalkan penthouse segera. Pintu penthouse terbuka dan tertutup otomatis setelah mereka membuka dengan id card.

Mafia batubara telah mengepung Marco. Saat dirinya menyetir mobil menuju pulang ke rumah. Mereka memaksa Marco keluar dengan gaya menodongkan pistol tepat di kepala korban.

"Keluar!" kata salah satu dari mereka. Badan mereka besar-besar seperti algojo. Apalah dengan Marco yang kurus dan seorang diri. Marco terpaksa keluar dari mobilnya.

Mereka menggebuki Marco sampai babak belur. Mereka membawa Marco pergi. Dan membiarkan mobil Marco terparkir di pinggir jalan.

Di sebuah pabrik yang tak terawat. Penuh dengan asap pembakaran batu bara. Marco terbangun dari pingsannya tadi.

"Di mana ini?" Marco mencoba bangun dan memperhatikan sekitar. Tak ada seorang pun. Dia teringat terakhir kali dia di mana. Marco mengerti dia sedang diculik oleh komplotan orang tak di kenal itu. Dia juga meninggalkan ponselnya di mobil.

"Hff, bagaimana ini?" Marco menggerakkan sikunya. Ada sedikit luka gores di sana, "apa yang terjadi?"

Marco masih berusaha mencerna apa yang terjadi padanya. kesalahan apa yang dia lakukan terakhir kali. Ah, ya, Marco ingat, dia sedang melaporkan anak-anak brandal itu ke polisi. Apa ini ada hubungannya dengan semua itu? Bagaimana dengan Alex? Apa dia baik-baik saja? Marco justru memikirkan Alex. Karena itu juga tugas dan tanggung jawabnya.

Marco menggedor-gedor besi di depannya. Nyaris tak ada pintu masuk. Marco melihat kesana kemari. Memeriksa apa ada jalan keluar dari tempat itu. Tetapi, tiba-tiba ada suara langkah kaki. Ada bayangan yang datang ke tempat itu. Marco tahu mereka datang kembali.

"Hei, Marco!" seseorang tak dikenal meneriakinya. Sepertinya dia bukan komplotan yang menculiknya. Apa mungkin dia bos mereka? Orang itu menggunakan setelan jas rapi, seperti pengusaha kaya raya.

Seseorang itu melempar rokoknya ke sembarangan tempat.

"Kau yang melaporkan putraku kan?" katanya dengan memicingkan mata.

Benar pikiran Marco. Ini ada hubungannya dengan kasus tuan Alex. Batinnya.

"Kau ingin mati?" Nando menendang perut Marco.

"Argghhh!" Marco meringis kesakitan.

"Tentu tidak kan?" Nando meminta pentungan kayu pada para komplotannya, "kau melaporkan putraku karena dia memegang pentungan seperti ini kan?"

Marco menatapnya dengan nanar. Matanya menunjukkan kemarahan tetapi dia tahan. Dia sedang berusaha mengendalikan diri.

"Apa kau mau tahu rasanya kupukul dengan pentungan ini?" Nando mengitari tubuh Marco, "atau... kau cabut gugatan itu? Hmmm?"

"Aku harus melakukannya," kata Marco singkat.

"Oh, jadi kau tak ingin mencabut laporannya?"

"Tidak! Tidak akan pernah! Sekalipun aku mati," ujar Marco.

"Ikat dia!" Nando memberi perintah pada anak buahnya.

Marco dipaksa duduk di atas sebuah kursi. Lalu mereka mengikat tubuh Marco.

"Aku akan memukulmu sampai nyawamu melayang," kata Nando setelah Marco selesai diikat, "kau tidak tahu siapa aku?!!!!"

Marco menggeleng, "aku tidak peduli dan tidak perlu tahu."

"Kurang ajar!!!!" Nando melayangkan pentungan yang ada ditangannya.

Lalu terdengar suara dari luar. Seperti suara seseorang sedang mendobrak tempat itu. Pabrik ini terbuat dari dinding besi dapat dibuka dari bawah seperti pintu ruko.

"Siapa itu?" tanya Nando, "cepat kalian cek!"

"Baik, Boss!"

Alex berusaha mendobrak-dobrak dinding itu. Hanya terdengar seperti menggerakkan seng rongsokan. Alex yakin paman Marco ada di sana. Karena Alex menemukan sepatu sebelah kiri Marco di depan sana.

"Tuan, sebaiknya tuan muda kembali saja. Biar kami yang mengurus ini," kata Tomy.

"Tidak, Paman," Alex terus mendorong-dorong dinding seng dan besi itu.

Terdengar suara orang-orang berlari menuju ke arah mereka.

"Tuan!" Tomy menarik tangan Alex.

Tomy dan Alex bersembunyi di belakang tong bekas pembakaran. Bodyguard lainnya entah bersembunyi di mana.

"Cari mereka!" kata salah satu komplotan anak buah Nando, "harus sampai ketemu! Jangan beri mereka ampun!"

Tomy dan Alex berusaha mengintip dari persembunyian. Mereka tampak mencari-cari. Tomy sangat berhati-hati menjaga tuan mudanya. Tomy mengeluarkan pistol dari sakunya. Sewaktu-waktu, dia akan menembak komplotan itu jika dirinya dan Alex ditemukan.

Salah satu dari mereka melihat ujung kepala Tomy. Dia mendekati persembunyian Tomy. Dan Tomy melihat orang itu berjalan ke arahnya. Tomy mulai berhitung.

Satu..

Dua..

Tiga..

DORRRRRR!!

***

to be continued...

l