Giana berdiri di depan pintu rumah tersebut untuk waktu yang cukup lama, tidak tahu apa yang seharusnya dia lakukan atau katakan.
Sebenarnya, Giana sudah memikirkan dan merencanakan sebuah scenario, bahkan sebuah kalimat panjang untuk mendebat apapun jawaban Dillon nantinya saat dia berusaha membujuk pria itu untuk kembali padanya.
Tapi, ketika dirinya harus melakukannya secara nyata dan menghadapi Dillon, Giana merasa dirinya ragu kalau dia bisa meyakinkannya untuk kembali.
Di belakang Giana, bulan bersinar dengan terang dan suara- suara binatang malam membuat Giana merasa lebih gelisah.
Bagaimana mungkin suasananya begitu tenang dan ini merupakan kebalikan dari apa yang Giana rasakan sekarang.
Sebuah pikiran untuk kembali pulang ke kota A tanpa menemui Dillon sempat terlintas di benak Giana, mungkin ini tidak bijak untuk menyeret Dillon dalam peperangannya sendiri, sebuah pertarungan panjang yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan pria itu.
Terutama ketika Giana tidak bisa membalas perasaan Dillon padanya…
Tapi, bukankah Giana bisa memanfaatkan perasaan itu? Kalau benar Dillon mencintainya, maka pria itu akan menuruti keinginannya bukan? Tentu saja dengan sedikit manipulasi di sana sini…
Hanya saja, dengan memikirkan hal tersebut, Giana merasa sangat buruk karena telah memanfaatkan perasaan pria yang mencintainya dan telah bersamanya melewati banyak hal di dalam hidupnya yang rumit dan sekarang Dillon berkata terang- terangan kalau dia tidak peduli dengan masa lalu Giana dan ingin tetap bersamanya.
Mungkin itu terdengar sangat romantis dan manis, tapi Giana pun tidak bisa membohongi perasaannya bahwa dia tidak mencintai Dillon dan tidak menganggapnya lebih dari sekedar teman atau partner kerja.
Masalah ini ternyata jauh lebih rumit dari yang Giana bayangkan…
Dan ketika dia sedang berada jauh di dalam pikirannya, pintu rumah tersebut tiba- tiba terbuka dan mengejutkan mereka berdua.
Di balik pintu, Dillon tengah berdiri dengan sebuah kantong plastic hitam besar, tampaknya dia hendak membuang sampah, tapi tidak menduga kalau dirinya akan menemukan Giana, tengah berdiri termenung di balik pintu rumahnya.
"Apa yang kau lakukan di sini?" Dillon bertanya dengan dahi berkerut. Menatap wanita yang tampak kusut dan terkejut.
Dillon pikir, ketika Giana pergi begitu saja setelah dirinya menyatakan apa yang dia rasakan, mereka tidak akan pernah bertemu lagi, atau tidak dalam waktu secepat ini, tapi nyatanya Giana ada di hadapannya dan yang wanita itu lakukan setelahnya sungguh membuat Dillon tercengang dan bingung.
Entah apa yang melintas dalam benak Giana ketika dia menghambur ke dalam pelukan Dillon dan memeluknya dengan erat.
Giana membenamkan wajahnya ke dada pria itu sambil menangis terisak.
Kejadian ini atau tindakan yang Giana lakukan sekarang sungguh di luar scenario yang telah dia rancang. Bukankah dia datang ke sini untuk berbicara? Dan bukannya menangis meraung seperti anak kecil?
Tapi, jauh di dalam hati Giana, dia tahu kalau inilah yang dia butuhkan, seseorang yang dapat menghiburnya dan mengatakan kalau segalanya akan baik- baik saja.
Terkadang, tampil sangat tangguh di depan orang banyak akan membuatmu perlahan lelah dengan sikapmu sendiri. Dan itulah yang Giana tengah rasakan saat ini.
Tangisan Giana dan pelukannya yang tiba- tiba tentu saja mengejutkan Dillon. Dia bahkan belum pulih dari keterkejutannya melihat Giana, tapi sekarang wanita ini mengambil inisiatif untuk memeluknya lebih dulu.
Dan sebelum Dillon bisa memproses apa yang harus dia lakukan, instingnya mengambil alih dan melakukan apa yang sudah seharusnya dia lakukan.
Dillon melepaskan kantong plastic hitam yang tengah dibawanya dan memeluk Giana dengan erat, seolah mencegah agar wanita di dalam dekapannya tersebut hancur lebih jauh.
Tangan Dillon yang lembut dan hangat mengusap punggung Giana dengan lembut, dalam gerakan yang menenangkan, tapi tangisan Giana tidak kunjung berhenti dan tubuhnya gemetar hebat karena itu.
Giana menangis untuk waktu yang cukup lama dan selama itu Dillon hanya mendekapnya dengan erat tanpa mengatakan sepatah katapun. Anehnya, untuk alasan yang tidak diketahui, Dillon mengerti mengapa Giana tiba- tiba mengalami mental breakdown.
Walaupun Dillon tidak berada di samping wanita ini, bukan berarti dia tidak mengikuti perkembangan berita mengenainya.
Dan berita terakhir yang menyatakan kalau Giana akan bercerai dengan Aidan Smith serta klaimnya atas perusahaan Dawson, menggantikan ayahnya, benar- benar membuat seluruh media heboh, menciptakan banyak pro dan kontra serta asumsi- asumsi liar yang berkembang di masyarakat.
Sebagian besar dari mereka tidak percaya kalau Giana akan mampu menjalankan perusahaan tersebut, mereka pesimis dan ini bukan langkah yang baik.
"Kalau kau terus memelukku sambil menangis seperti ini, maka aku akan salah paham," Dillon akhirnya berkata dengan suara yang lemah, ketika tangis Giana sudah sedikit mereda.
Perlahan, Giana lalu melepaskan dirinya dari Dillon, tapi masih mencengkeram bajunya, lalu menatap pria itu melalui bulu matanya yang basah.
"Merasa lebih baik?" tanyanya.
Untuk sesaat mereka saling menatap tanpa Giana menjawab pertanyaan Dillon, tapi kemudian, Giana merengkuh wajah Dillon dan menariknya mendekat, hingga bibir mereka saling bersentuhan.
Dan tindakan ini sama sekali di luar perkiraan Dillon, dia sangat terkejut hingga tidak dapat bereaksi ketika Giana menciumnya dan menggigit kecil bibirnya sebelum dia melepaskannya lagi, lalu menatap ke dalam matanya dengan sangat tajam, seolah wanita ini dapat melihat ke dalam hatinya.
Atau mungkin dia memang bisa dan Giana tahu apa yang Dillon inginkan.
"Maukah kau kembali padaku?" tanyanya dengan pelan dan sorot mata penuh harap.
Ini gila, Dillon tahu ini gila, tapi dia tidak dapat menolaknya…
Terutama ketika kali ini dirinyalah yang mengambil inisiatif untuk mencium Giana dan wanita itu membalasnya dengan intensitas yang sama.
==============
Ramon terbangun dengan jantung berdegup kencang dan keringat membasahi tubuhnya. Sebuah mimpi kembali mengganggu tidurnya dan kali ini, sama seperti sebelum- sebelumnya, dia tidak bisa mengingat mimpinya tersebut.
Namun, perasaan itu masih tertinggal.
Sebuah perasaan yang membuatnya tidak nyaman, marah dan geram. Sebuah perasaan yang kuat, yang sebelum ini tidak pernah Ramon alami karena dia sangat baik dalam mengontrol emosinya.
Tapi, apakah perasaan ini? Apa yang baru dilihatnya dalam mimpinya?
Ramon lalu turun dari ranjang dengan hati- hati karena tidak ingin membangunkan Hailee, tapi kemudian sebuah rasa sakit menyerangnya, dia merasa kepalanya terasa akan pecah ketika puluhan kenangan menyerbu pikirannya.