Selamat membaca
ΒΆΒΆΒΆΒΆΒΆΒΆΒΆΒΆΒΆΒΆΒΆΒΆΒΆΒΆΒΆΒΆΒΆΒΆ
Galaxy Bar kota S
Musik menghentak berirama energic memenuhi setiap sudut bar bernama Galaxy bar di kota S. Tidak ada yang diam meski hanya sejenak istirahat, saat beat musik terdengar menggoda untuk menggoyang tubuh.
Lautan manusia terlihat memenuhi dance floor, saling menempel tidak pandang bulu dan saling berpasangan pria wanita atau bahkan sesamanya. Bahkan, tak jarang ada juga yang saling mengadu bibir atau saling bergesekan.
Itu adalah bagian lantai menari. Lalu, bagaimana dengan meja yang sudah di penuhi juga dengan pengunjung bar terkenal ini? Ah! Semua larut dengan kesenangan mereka masing-masing.
Di antara mereka yang bersenang-senang, tepatnya di salah satu meja di sudut ruangan, ada tiga orang wanita dengan penampilan seksi sedang bercengkrama. Ketiganya saling berbagi tawa, saat sebuah permainan menemani malam santai mereka.
"Ha-ha-haβ¦, sudah lah Lili cuyung. Sebaiknya kamu menyerah, minumanmu bahkan sudah habis berapa botol karena kalah taruhan ini," ujar seseorang memanggil nama seorang wanita bernama Lili.
Lili atau Liliana tepatnya.
Bibir sewarna mawar itu mencebil sinis, saat asisten sekaligus temannya ini meledeknya untuk menyerah saja.
Cih tidak mungkin ya, pikirnya sebal.
"Jangan bercanda, botol sialan ini akan mengarah kepadamu sebentar lagi, Anya," balas Liliana dengan senyum miring, saat teman satunya sudah mulai memegang kembali botol yang sedari awal mereka putar.
Taruhannya siapa yang terkena tunjuk ujung botol akan minum satu gelas dalam satu kali teguk. Dan sialnya Liliana selalu kena, alhasil ia pun menenggak minuman alkohol itu sudah hampir sepuluh gelas.
Jujur saja, tenggorokannya memang panas, namun pantang bagi Liliana untuk menyerah sebelum menang meski sekali.
"Sudah deh! Kalian mau lanjut tidak nih?" lerai wanita ketiga, sedari awal ia sudah tahan telinga saat Liliana lagi-lagi mengumpat karena kalah.
"Lanjut dong! Aku tidak terima kalau kalah dan belum pernah merasa menang. Asal kamu tahu, Felixia," sahut Liliana kesal, menatap temannya yang bertanya dengan wajah menantang.
Felixia, temannya yang menjadi model exclusive ambassador dari tiap baju buatannya.
Felixia mendengkus melihat wajah teman sekaligur Bosnya yang menantang seperti itu. Heran, dari tadi kalah tapi masih saja keras kepala.
"Sebentar lagi kamu mabuk. Bagaimana kalau tantangannya diganti saja," usul Felixia kepada dua temannya.
"Apaa?" sahut Anya bertanya, sedangkan Liliana sendiri hanya menatap Xia atau Felixia dengan sebelah alis terangkat.
"Siapapun yang terkena ujung botol, harus mencium pria yang ditunjuk si pemenang. Bagaimana?" jelas Felixia dengan seringai cantiknya, menatap satu per satu temannya menantang.
Liliana mengangkat dagu balas menyeringai tantangan dari modelnya. Sedangkan Anya, dia sedikit mengernyit mendengar tantangan ini.
"Maksudnya pipi yang jadi sasarannya?" tanya Anya tanpa menutupi rasa penasarannya, sedikit tertantang.
"Bukanlah. Tapi di sini," jawab Felixia sambil mengetuk-ngetuk bibir berpoles ginju berwarna merah batanya berulang, kemudian terkekeh saat Anya memekik dengan mata melotot kaget.
"Hie! Tidak ma-
"Aku setuju!"
"Hieeee!" Anya menatap Liliana dengan netra membulat sempurna, tidak heran dengan persetujuan yang diucapkan Bosnya itu.
ia pun tidak takut, tapi bagaimana jika yang jadi korban ini seorang pria yang tidak sesuai keinganannya "Lili kamu serius?" tanya Anya memastikan.
"Iya lah. Kenapa? Kamu takut?" jawab Liliana menantang, ia mengadu telapak tangannya dengan Felixia saat melihat Anya menggeleng dengan dagu ikut terangkat.
"Siapa takut!"
"Ya sudah. Permainan dimulai," putus Liliana, memerintah Felixia kembali memutar botol.
"Siap ya⦠mulai!" sahut Felixia dan mulai memutar botol kosong.
Botol berputar, berawal dari kencang dan mulai perlahan berhenti, kemudian ujung botol pun menunjuk salah satu dari mereka bertiga.
Lalu, ketika botol benar-benar berhenti dan menunjuk seseorang dari mereka, seketika salah satu dari mereka membulatkan bola matanya tidak percaya.
"What!"
Di sisi lain
Di meja lainnya, terlihat beberapa kumpulan pria muda yang sedang berkumpul melepas penat sehabis bekerja.
Kumpulan pria muda berjumlah empat pemuda ini adalah pengusaha sukses dengan beda bidang dijalani.
Terdengar gelak tawa sebagai selingan saat mereka membahas masalah pekerjaan, tepatnya kerjasama mereka. Namun, dari empat ini ada satu yang duduk di bagian pinggir dekat dengan jalan masuk, hanya diam dan sesekali menimpali.
Netranya menatap datar tiga teman dengan sesekali mengangguk, saat pertanyaan melayang untuknya. Teman yang sampai saat ini masih menjalin hubungan, bukan hanya karena bisnis namun juga karena keempatnya teman sepermainan.
"Jadi bagaimana menurutmu dengan ekspor tembakau. Bukankah cukup lancar?" tanya salah satu dari mereka kepada yang lainnya.
"Cukup, bagaimana denganmu, Ken?" tanya yang lain kepada seseorang bernama Ken.
"Cukup memuaskan. Kami dapat banyak pesanan dari luar maupun dalam negeri, Gaevin," jawab Ken, si pria yang hanya sesekali menimpali ucapan ketiga lainnya.
Ken atau juga Kendrik Cashel, seorang pria muda dengan segala pesona namun sayang sekali, ia sangat dingin kepada mahluk berkelamin wanita, mau bagaimana pun bentuknya.
Itu sebabnya, hanya ada empat pria di meja ini tanpa kehadiran wanita yang menemani, karena tiga pria lainnya pun sangat mengetahui dengan sangat bagaimana seorang Kendrick.
Lalu Gaevin adalah seorang penerus dari perusahaan kontraktor terkenal di kota J sana dan saat ini sedang ada kerjasama.
"Kudengar Kakakmu akan kembali. Ken?"
Ken melihat temannya yang bertanyaβAlbian dengan anggukan kepala kecil. Ia hanya menjawab pertanyaan Albian dengan gumaman dan bahu terangkat tak acuh menutupi kenyataan, jika sebenarnya ia sungguh membenci akan fakta kepulangan sang kakak.
Sang kakak, yang sudah beberapa tahun menetap di Kanada sana. Bagaimana ia tidak membenci, jika setiap mengingat tentang pria itu, ingatannya segera melayang ke kejadian beberapa tahun lalu.
"Eh! Katanya akan ada reuni sekolah, apakah kalian akan menghadirinya?"
Kali ini semua pria muda yaitu Ken, Gaevin dan Albian kompak menoleh ke arah si penanya yang kini menatap dengan tatapan memastikan.
"Tidak tahu, Chris."
"Entah."
"Bagaimana denganmu, Ken?" tanya si pria terkahir yang ternyata bernama Chris, tepatnya Chris Antonio memiliki usaha besar yaitu menjual mobil sport.
Chris menatap Ken dengan tatapan seakan ia harus ikut dan Ken yang ditatap seperti itu justru mendengkus.
"Tidak tah-
Srett!
Cup!
Seketika netra biru milik Ken membulat sempurna, ketika ia tiba-tiba dipaksa menoleh saat dasinya ditarik dan sebuah bibir mengadu lembut bibirnya.
Bukan hanya mengadu, namun juga memainkan penuh perasaan hingga bunyi kecipak memenuhi indra pendengar orang yang melihat kejadian di hadapan mereka saat ini.
Ia bahkan sampai harus menengadah dengan leher terasa tercekik, saat si wanita ini menarik dasinya terlalu erat.
Tidak ada yang bersuara saat melihat kegiatan keduanya, hanya mulut menganga menatap permainan bibir di depan mereka terdengar erotis.
"What the fuck!"
Bersambung.