Selamat membaca
¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶
Bar Galaxy
"Buru-buru sekal-
"Ck, cepat pergi sebelum kita ketahuan. Aku lihat tatapannya tejam sekali, ayo cepat kita pergi!" ajak Liliana tanpa peduli telah memotong kalimat Felixia yang pasti hanya akan menggodanya saja.
"Apa!?"
Felixia dan Anya memekik dengan bola mata melotot horor, keduanya ikut membereskan barang-barang mengikuti jejak Liliana yang sudah siap, kepalanya terlihat menoleh ke meja yang tertutupi banyak pengunjung, hingga helaan napas pun meluncur bebas dari hidung mancungnya.
"Buruan ih!" sewot Liliana saat melihat kedua temannya yang lama, padahal hanya memasukan handphone ke tas dan sampirkan ke bahu, beres.
Tapi lihat, dua temannya ini malah sempat-sempatnya menyisir rambut dan juga touch-up wajah, sialan sekali.
"Hih! Sabar Lili, kita keluar juga dilihat sama para buayawan loh. Siapa tahu saja ada yang nyantol, kan lumayan," sewot Anya seraya memoles gincu merah di bibirnya "Emangnya kamu, tinggal lirik saja dapat," lanjutnya mencibir.
Liliana merotasi bola mata, kala mendengar perkataan tak masuk akal dari teman centilnya, kemudian menoleh kepada Felixia yang kini sudah berdiri dengan tas di bahunya. Tubuh tinggi model itu menjulang di samping Liliana, kemudian ikut menatap Anya dengan dengkusan.
"Lelet dah! Tinggalin yuk Lil," ujar Felixia seraya mengapit lengan Bosnya dan hendak meninggalkan Anya yang memekik heboh.
"Huwee! Lili,Xia! Jangan tinggalin aku dong sudah selesai nih," sahut Anya terburu membereskan tas lalu berdiri dan ikut memeluk lengan Liliana yang kembali merotasi bola matanya.
"Cih! buruan ah! Sebelum orang berubah pikiran dan nyamperin, sumpah tatapan matanya buat deg-degan. Ngeri guys," cerocos Liliana setelah berdecih kesal.
Akhirnya, ketiga wanita ini meninggalkan meja menuju pintu keluar, tanpa menoleh sama sekali ke belakang sangking takut dengan pria yang dimaksud. Padahal, si pria korban pun biasa saja dengan menuruti perkataan temannya di meja.
Di meja yang terdiri dari empat pria single, sedang ada pembahasan masalah kasus pelecehan yang menimpa salah satu dari mereka.
Ya…, meskipun tidak bisa disebut pelecehan juga sih, karena keduanya terlihat sama-sama menikmati kegiatan adu bibir bahkan sampai duduk dipangkuan segala macam.
"Biarkan saja Ken, nanti juga ketemu lagi"
"Hn." Kendrick bergumam saat suara temannya terdengar menginterupsi, ia bahkan kembali menempelkan bokongnya di sofa dan menyandar, seraya menyadarkan diri dari suara erangan yang sialnya masih terngiang di pendengarannya.
Setelahnya, keempatnya kembali berbincang sampai sebuah pertanyaan membuat Kendrick sebagai penikmat tersedak, saat dirinya kembali diingatkan akan rasa manis yang dirasakannya.
"Tapi, yang tadi itu bagaimana rasanya?"
Demi Tuhan, ia sama sekali belum pernah membiarkan seorang pun mencium bibirnya, apalagi sampai melakukan deep kiss seperti itu.
Ini adalah first kiss-nya dan tiga temannya ini tentu saja tahu dengan jelas.
Sialan, umpat Kendrick dalam hati.
Si penanya—Albian sampai menatap dengan seringai mengejek, saat mendengar suara sedakan teman yang diketahuinya sama sekali belum pernah berurusan dengan mahluk bergender betina.
Beda dengan Albian yang memasang seringai menyebalkan, Chris dan Gaevin justru sudah menahan senyum yang lebih dari menyebalkan dibandingkan Albian, sehingga decihan sinis pun tak dapat ditahan oleh Kendrick sebagai korban bully.
"Hn."
Dan pada akhirnya, si tampan pemilik iris lautan ini hanya bisa bergumam seraya menyambar Double old fashioned glass, meneguk kasar sisa whiskey yang ada di dalam gelas miliknya.
Tawa senang mengalun merdu dari bibir ketiga pria di meja itu, menyisakan Kendrick yang diam-diam kembali mengumpat dengan rasa ingin menyumpal ketiganya dengan sebuah kaos kaki.
Waktu kian larut, namun bar terkenal milik pengusaha terkenal ini sama sekali tidak sepi dan justru semakin ramai dengan pengunjung baru berdatangan.
Beberapa jam kemudian…
Sebuah Lamborghini Aventador terlihat memasuki sebuah halaman luas sebuah apartemen mewah kota S, tepatnya menuju basement tempat si pengemudi biasa memarkirkan mobilnya.
Ckitt!
Suara ban dan lantai yang bergesekan terdengar memenuhi basement sepi itu, maklum waktu sudah menunjukan pukul satu dini hari namun si pengendara ini masih berkeliaran di luar sana.
Sebuah pintu terlihat terangkat, terbuka dengan seorang pria keluar dalam sana. Setelahnya, pintu itu kembali diturunkan dan akhirnya tertutup dengan debaman sedikit keras.
Brakh!
Si pria ini berjalan seraya menenteng jas dan juga tas kerja, menuju lift dan memasukinya kemudian menekan angka 20 pada tombol, itu adalah lantainya tinggal dari awal memegang perusahaan keluarganya tanpa bantuan siapapun.
Ting!
Pintu lift terbuka, ia keluar dari sana dan berjalan menuju pintu huniannya berada, setelahnya memasukan sandi keamanan hingga suara khas akses diterima terdengar.
Ceklek!
Segeralah ia melangkah masuk, menutup pintu dengan penerangan yang otomatis menyala saat si pemilik hunian memasukinya.
Kini, ruang dalam apartemennya terlihat jelas, dengan sebuah ruang tamu luas serta televisi di besar di sana. Ia berjalan menuju pintu lainnya berada, membukanya kembali dan kini sebuah kamar dengan dinding bercat putih gading terlihat di depannya.
Blam!
Memasuki kamar seraya melepas simpul dasi dan meletakan jas serta tas di nakas samping pintu, si pria ini melempar dasi yang terlepas ke keranjang pakaian kotor, disusul dengan kemeja hingga kini lengan kekar itu terlihat tanpa halangan.
Ceklek! Blam!
Kembali suara pintu terbuka dan tertutup terdengar, sepertinya si empunya apartemen ini ingin mandi mengingat dirinya dari sore belum membersihkan diri.
Crassss!
Dan benar saja, suara air yang berjatuhan terdengar setelahnya, menandakan jika pria ini memang sedang membersihkan diri dengan punggung kokoh berbahu lebar terlihat dari belakang sini.
Sungguh, jika ada wanita yang melihat bagaimana penampilannya saat ini, sudah dipastikan jika wanita itu akan menelan saliva sangking tergoda, dengan bentuk tubuh bagian depannya yang sama-sama sempurna memperlihatkan enam kotak tercetak jelas.
Keran air diputar, hingga kini kamar lembab yang tadinya dipenuhi dengan suara tetesan air hening seketika, sedangkan si pria ini dengan tangan panjangnya menggapai sebuah handuk yang menggantung tak jauh darinya.
Grep!
Handuk berhasil digapai, segeralah dililitkan di pinggul dan kakinya sendiri melangkah menuju cermin, berdiri di sana seraya menatap pantulan wajahnya.
Awalnya, ia hanya ingin menatap sekilas wajahnya. Namun aneh, kenapa jari tangannya kini memegang bibir dengan senyum yang tiba-tiba saja terulas?
Ah! Sepertinya pria ini sedang mengingat sesuatu yang berhubungan dengan bibir deh.
"Sial, kenapa rasanya masih saja terasa sampai saat ini?" gumamnya mengumpat kesal.
Ia menjauhkan jari panjangnya dari sana, kemudian tersenyum miring saat mengingat pertanyaan temannya tentang apa yang dirasakannya saat bercumbu dengan wanita di bar itu.
Di bar?
Ya, di bar beberapa saat lalu.
Dan ia adalah Kendrick, yang kini kembali mengingat rasa manis yang dihasilkan dari saliva yang sempat diteguknya, saliva milik si wanita.
"Rasanya aneh, aku bahkan baru ini merasakannya dan sialnya ingin lagi. Awas saja kalau kembali bertemu, aku akan pastikan jika kamu akan menjadi milikku. Berani-beraninya mencuri ciuman tanpa mengucapkan terima kasih," desis Kendrick dengan seringai.
Bersambung