Selamat membaca
¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶
Linscarl Boutique Kota S
"Uang apa?" tanya Felixia, menatap Bosnya dengan kedipan polos minta dicolok dan Liliana yang melihatnya memutar bola mata, sudah tidak heran.
"Uangku, uang taruhan semalam, sialan!" sewot Liliana kesal, apalagi saat melihat bibir berpoles gincu merah cabe modelnya ini menganga singkat, sebelum tertutup dengan punggung tangan berkuku panjaang dan berkuteks cantik.
"Yawlaa Lili, masih ingat saja."
"Tentu saja, kalian pun sama saja," sahut Liliana sebelum akhirnya berdecih saat rambut lurus si model ini tergibas, pose songong minta dianiaya.
"Ck, matamu juga hijau kalau melihat dolar. Huh!" dengkus Felixa seraya mendudukan dirinya santai di sofa tanpa permisi.
Dan Liliana kembali berdecih. Bukannya apa, gaya modelnya duduk ini sama sekali tidak anggun, kalau tidak ingin dikatakan layaknya duduk di warteg dengan satu kaki di atas sofa, setelah melepas sandal cap burung dara.
Sandal sejuta umat, kalau kata asistennya.
Untung saja di ruangan ini hanya ada dirinya dan Felixia pun sedang memakai celana ripped jeans, bukan rok mini seperti semalam saat di bar. Coba kalau iya, author tidak tahu bakal jadi apa model exclusive pemeran utama ini.
"Bukannya kamu ditunggu sama Ar di studio? Ck, busana untuk katalog musim depan harus kelar lusa, Xia. Jangan buat Ar naik spaning lagi nyariin kamu," dumel Liliana saat ingat photographer khususnya mengadu tentang kelakuan temannya ini.
"Hilih, Lili. Istirahat dulu, ini juga mau ke sana kok," sahut Felixia seraya memainkan handphonennya.
Liliana hanya berdecak mendengarnya. Pasalnya, yang dimaksud dengan istirahat seorang Felixia itu berbeda dengan model kebanyakan. Jadi jangan tertipu dengan kata istirahat, jika nyatanya sang model ini kini justru terkekeh dengan mata fokus di layar.
"Katakan, siapa yang habis mengajakmu?" tanya Liliana memicing curiga.
Felixia semakin terkekeh mendengarnya, bahkan wajahnya menoleh hanya untuk memberikan cengiran dengan lidah menjulur sekilas, meledek.
"Kamu tahu kan sama pengusaha jual mob-
"Tidak tahu. Sudah ah! Aku ada meeting setelah ini, kamu cepat ke studio dan selesaikan pekerjaanmu. Kalau tidak malam ini biar aku dan Anya saja yang ke klub, kudeng-
"Oke-oke! Ck, kamu mainnya ancaman nggak seru."
Kedua wanita ini saling menyela kalimat, dengan Liliana yang mengangkat bahu tak acuh dan menyampirkan tas di lengan, tanpa mempedulikan Felixia yang mencebil.
"Kamu mau dibayar tapi tidak mau bekerja ya," sarkas Liliana.
Ini hanya becandaan kok dan Felixia tahu dengan jelas jika Bosnya hanya menggodanya, yang selalu punya segudang alasan kala sedang dapat kenalan baru.
Iya guys, kenalan baru yang didapatnya dari blind online date.
"Emang enaknya begitu kok! blee…," sahut Felixia sebelum akhirnya meninggalkan ruangan sang Bos, tentunya setelah kembali menjulurkan lidah, meledek.
Blam!
Pintu tertutup, menyisakan si empunya ruangan yang menggelengkan kepala dan berjalan menuju pintu, kembali membuka dan menutup pintu itu dengan debama pelan. Seperti apa katanya, jika setelah ini ia ada meeting dan akan pergi bersama Anya.
Meeting di hotel besar milik keluarga konglomerat, masih berkerabat dengan pemiliki bar yang semalam didatanginya bersama dua temannya.
Di luar ruangan sudah ada sang asisten—Anya yang menunggunya dengan senyum cerah. Liliana mengakui dalam hati, jika di antara dirinya dan dua temannya ini hanya Anya yang selalu menampilkan ekspresi ceria.
Apa jadinya jika aku tidak bertemu dengan mereka, batin Liliana saat melihat sang asisten.
Tap!
"Sudah siap?" tanya Liliana dengan nada biasa, beda sekali dengan jawaban ceria yang didengarnya.
"Siap, Nona! Cus…"
Tuh, apa kataku.
Beberapa saat kemudian…
Hotel Grand Elty
Mobil Volvo yang dikendari oleh seorang pemilik butik dengan brand Liscarl ini memasuki halaman luas sebuah hotel terkenal, kemudian parkir di tempat kosong yang tersedia.
Dari dalam sana keluar dua wanita, berjalan bersama-sama menuju teras yang letaknya lumayan jauh dari tempat mereka parkir.
"Kenapa tidak parkir di depan teras si, Lil," gumam seseorang protes kepada seseorang lainnya yang dipanggilnya 'Lil'.
Liliana tepatnya, yang akhirnya sampai juga di tempat mereka meeting hari ini.
"Jalan bagus untuk membakar lemak, Anya. Jangan banyak mengeluh," sahut Liliana kepada asistennya yang kembali manyun.
"Lemak apa lagi yang harus dibakar, Lili. Isk!"
Liliana hanya mengangkat bahunya ketika mendengar kembali gerutuan dari asistennya. Ia tetap berjalan bersisihan dengan Anya yang kembali menormalkan ekspresi, saat akhirnya mereka sampai di lobby mewah tempat mereka akan bertemu si pengelola hotel.
Anya mengambil alih dengan berjalan menghampiri meja informasi, membiarkan sang Bos duduk di sofa sedangkan dirinya mengabarkan kedatangan mereka untuk meeting.
Sementara Liliana dan Anya yang sibuk dengan kegiatannya, di sisi lain dari hotel atau tepatnya di lantai dua terlihat dua pria muda jalan bersama, hendak kembali ke ruangan saat mendengar ada temannya yang datang.
Kebetulan ia habis berkeliling melihat aktivitas, sebelum nantinya meeting dengan seseorang yang akan mendesain seragam baru karyawan hotelnya.
Ya, ia adalah pengelola—manager dan asistennya yang berjalan seraya menjelaskan pertemuan nanti.
Si pengelola hotel ini mengangguk, kemudian iseng menoleh ke bawah tepatnya ke lobby di mana ada seorang wanita duduk anggun di sana.
Wajahnya baru saja akan melengos, jika saja tidak segera mengingat saat merasa wajah cantik itu terasa familiar di penglihatannya.
Tunggu, aku seperti pernah melihatnya, batin si pria dengan netra memicing.
Sang Bos yang berhenti ini, membuat asistennya turut berhenti dan mengikuti arah pandang di bawah sana, sebelum akhirnya menekan earpiece saat sambungan dari informasi diterimanya.
"Ya, saya mengerti. Kamu antar mereka ke ruang meeting, mengerti" perintah si asisten menyahuti si petugas informasi yang menjawabnya singkat.
[Baik!]
Tut!
Panggilan selesai, si asisten ini menatap sang Bos setelah berdehem kecil meminta perhatian yang untungnya segera di dapat.
"Ehem…, maaf Bos. Kita sudah harus ke ruang meeting saat ini."
"Oh okay! Tapi aku ke ruanganku dulu, sebentar saja, tidak enak sama tamu aku di sana," jawab si Bos dan sang asisten segera menganggukinya.
"Baik Bos!"
"Kamu duluan ke ruang meeting, temani mereka lebih dulu dan nanti aku menyusul," lanjut sang Bos dengan perintahnya.
"Baik, mengerti."
Setelahnya, si Bos ini lebih dulu berjalan meningalkan sang asisten yang juga ikut meninggalkan tempat mereka berhenti, menuju ruang meeting menemui partner bisnis mereka di sana.
Ceklek!
Pintu sebuah ruangan terbuka dengan seorang pria yang memasukinya. Pria ini adalah si empunya ruangan—manager—Bos yang tadi berkata akan menemui seorang tamu di ruangan yang saat ini dimasukinya.
"Yo!" sapanya saat melihat sahabatnya itu duduk dengan kaki bertopang, sedangkan tangannya sibuk dengan handphone di tangan.
Yang disapa menoleh dan meletakan handphonenya di saku jas, kemudian berdiri dan menyambut si empunya ruangan—temannya.
"Oy! Apa aku ganggu?"
"Tidak juga. Tapi…"
Bersambung