Chereads / My Sex(y) Friend / Chapter 11 - Cari Tahu Tentang Dia

Chapter 11 - Cari Tahu Tentang Dia

Selamat membaca

¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶

Cashel Group

Sebuah mobil Lamborgini Aventador berhenti tepat di depan pintu sebuah perusahaan. Seorang pria berseragam terlihat berdiri di samping mobil, sebelum akhirnya membungkuk saat pintu mobil terangkat dan sang Bos keluar dari dalam sana.

"Selamat siang, Bos!"

"Hum," gumam si pria—Kendrick seraya mengulurkan sebuah kontak mobil kepada si petugas yang biasa memarkirkan mobilnya.

Setelahnya, ia berjalan memasuki lobby perusahaannya dan mengangguk seraya bergumam, saat sapaan mengiringi langkahnya.

"Selamat siang, Tuan Cashel!"

"Hum."

Lift di masuki olehnya, tangannya dengan segera menekan angka lantai teratas dari gedung perusahaan ini, tepatnya di lantai 40.

Berdiri dengan sebelah tangan masuk ke dalam saku, Kendrick seketika teringat dengan ucapan dan juga sikap wanita yang mulai menarik dan memberinya warna baru.

Kemarin malam di bar, hari ini di toilet, apa yang akan terjadi jika kami bertemu lagi?

Seketika pertanya mencuat begitu saja dipikirannya. Ia bahkan sampai tersenyum sendiri, sebelum akhirnya kembali melangkah ringan keluar dari dalam lift dan berjalan menuju ruangannya berada.

Langkahnya yang ringan tiba-tiba saja berhenti saat ia pun mengingat bisikan terakhir dari wanita itu. Senyumnya bahkan berubah seketika menjadi dengkusan ketika lagi-lagi kata itu terngiang di telinganya.

Salahkan wanita itu, suruh siapa berbisik dengan nada seduktif seperti itu di telinganya, membuat gagal fokus saja antara ingin mengumpat dan keenakan.

Eh!

Kendrick menggelengkan kepala guna menghilangkan pikiran nistanya.

Sialan, benar-benar sialan.

"Kita lihat dulu profilmu bagaimana, Liliana," gumam Kendrick seraya menghubungi asistennya setelah duduk nyaman di kursi kekuasanya.

Klik!

[Dengan Rion ada yang bisa dibantu?]

"Cari tahu tentang pemilik butik Linscarl. Liliana Scarlet, sore sudah ada di mejaku, mengerti?" perintah Kendrcik dalam satu kali tarikan napasnya.

[Baik Bos! Ada lagi]

"Setelah ini persiapkan dokumen yang perlu kutandatangi."

[Baik Bos.]

"Hum."

Tut!

Panggilan berakhir, Kendrick memutuskan untuk melanjutkan pekerjaannya yang tertunda karena keperluannya dengan Albian dan selanjutnya hanya suara ketikan dari keyboard yang terdengar.

***

"Lalu, bagaimana?"

Di mobil yang dikendarainya sendiri, Liliana menoleh sekilas kepada asistennya dengan raut wajah penasaran yang kentara.

"Lalu dia sempat bertanya aku ini sudah punya pasangan belum."

"Kamu jawab apa?" tanya Liliana semakin penasaran, ia bahkan sudah mempertajam telinga agar ucapan asistennya ini terdengar jelas.

"Belum dong! Ha-ha-ha…, kan lumayan kalau dapat buayawan sekelas Tuan Albian. Ck-ck-ck…"

Liliana merotasi kedua bola matanya bosan. Apalagi kekehan menyebalkan kembali mengalun dari belah bibir Anya yang ngekek kesenangan, saat bayangan romatis mulai bermain di pelupuknya.

"Eh…, tapi kira-kira apa ya rasanya bibir tipis itu. Warnanya meskipun tidak merah, sepertinya enak untuk diem-

"Damn you, Anya. Shut up! (Sialan kamu, Anya. Diam)" sela Liliana namun sialnya Anya justru kembali tergelak lebih renyah ketimbang beberapa saat lalu.

Ya, Anya bahkan sampai memegangi perutnya yang keram saat melihat wajah masam dan juga umpatan Liliana yang mendelik ke arah jalanan di depannya.

Anya tidak tahu saja jika saat ini Liliana mengumpat bukan karena ucapannya. Namun karena mengingat ia dan pria satunya kembali terlibat adu bibir, yang sialnya tempat beradunya tidak elit sama sekali.

Bilik toilet, astaga…

Jangan sampai Anya terlebih Felixia tahu tentang ini atau bisa-bisa ia diolok seumur hidup, karena melakukan mesum di tempat sembarangan.

Tidak! Jangan sampai.

Liliana berusaha untuk tidak mengingat dan mulai fokus dengan jalanan di depannya. Ia mengabaikan saat Anya tertawa atau bahkan memukul dashboard, sebagai pelampiasan rasa geli saat pemikiran absurd mulai meretas otak cantiknya.

"Ah! Bagaimana kalau malam ini kita ajak Tuan Albian dan Tuan Kendrick saja? Seperti-

"Tidak boleh! Titik. Jangan sampai kamu mengajaknya atau aku akan menggunting gaunmu yang hampir jadi. Paham?"

Lagi-lagi Liliana menyela cepat apa yang diusulkan oleh Anya, dengan ancaman tidak main-main dan tentunya sang asisten yang mendengar ancaman ini kicep seketika.

"Huweee…, jangan dong Lil! Itu kan gaun yang kunantikan seumur hidupku," sahut Anya meminta dengan permohonan berlebihannya.

"Maka itu diam. Fokus saja dengan pekerjaan kita yang selanjutnya, segera atur orang yang akan ke hotel itu untuk pengukuran seragam masing-masing karyawan," tukas Liliana dengan perintahnya.

Anya mencebil dengan ucapan Bosnya. Namun, ia juga tidak bisa melawan mengingat apa yang diperintah adalah pekerjaannya.

"Baiklah Bosque yang cantik. Jangan mere-mere mulu napa ih," gumam Anya masih dengan bibir mencebil, sebal.

"Huum, jangan sampai ada kesalahan saat bertemu klien setelah ini, mengerti?" timpal Liliana tanpa menoleh ke arah asistennya yang mengangguk kecil.

"Mengerti Bosque yang uhuy," sahut Anya seraya mengeluarkan tab-nya, mulai memeriksa kegiatan mereka yang lain.

Liliana yang mendengar balasan bernada malas-malasan asistennya hanya mendengkus, dengan senyum kecil yang disembunyikan saat akhirnya temannya ini mulai fokus dengan pekerjaan di sebuah tab.

Dasar, dengkusnya dalam hati.

Ia pun kembali fokus mengendari mobil menuju salah satu kediamanan orang kaya di kotanya, keluarga dengan usaha hampir di seluruh negaranya ini.

Tidak lama kemudian, sebuah bangunan layaknya istana terlihat dan mobil yang dikendarai oleh Liliana memasuki halaman luas, berhenti di tempat yang ditunjukan oleh seorang penjaga di depan gerbang sana.

Keduanya turun dari dalam sana dan berjalan beriringan dengan seorang pelayan yang menyambut mereka.

"Selamat datang di mansion Cashel, silakan masuk."

"Terima kasih."

Liliana hanya mampu berdecak kagum dalam hati melihat interior mansion yang saat ini didatanginya, sama dengan Anya yang berbisik lirih kepadanya.

Wuuw banget, kalau punya anak laki-laki terus di ajak nikahi lumayan juga langsung kaya raya tanpa bekerja, pikir Liliana dalam hati.

"Lili, kapan aku bisa punya yang seperti ini. Perlu bekerja berapa abad?"

"Kawin sama orang kaya, nggak usah kerja lagi, Nya," balas Liliana asal ceplos, seketika terkikik saat Anya justru membalasnya suka cita.

"Ide bagus! Aku pasang iklan deh mulai sekarang."

Liliana menahan diri agar tidak tertawa lebih dari ini. Untung saja pelayan yang mengantarnya jalan jauh di depan sana, sehingga ia tidak perlu takut obrolan absurdnya bersama Anya terdengar.

Sebuah pintu yang menuju halaman belakang akhirnya terlihat oleh keduanya. Si pelayan pun sudah berdiri di depan pintu kaca itu seraya mempersilakan dengan senyum ramah terulas.

"Nyonya menunggu di halaman berlakang, Nona. Silakan."

Kembali mereka berdua dipersilakan keluar, kali ini dari ruangan yang menghubungkan ruang santai dengan taman belakang dan mereka pun mengangguk kecil.

"Baik, terima kasih."

Liliana dan Anya dapat melihat punggung seorang wanita dari sini, kemudian tanpa banyak buang waktu menyapa si nyonya yang menoleh saat mendengar suara dari belakangnya.

"Selamat siang, Nyonya Cashel!"

"Selamat siang!"

Kini terlihat rupa wanita cantik meskipun tidak muda lagi itu, dengan senyum hangat terulas dan Liliana yang melihatnya terdiam ketika merasakan perasaan rindu.

Ibu.

Ya, ibu lah yang seketika membuatnya terdiam, kala melihat senyum hangat itu.

"Nona Scarlet. Silakan duduk."

Bersambung.