Selamat membaca
¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶
Cashel Group
Sang asisten—Rion mengangguk kecil mendengar pertanyaan sang Bos—Kendrick, yang beberapa saat lalu memerintahnya mencari data seorang wanita.
Ya, sang Bos adalah Kendrick, pemimpin tunggal sejak beberapa tahun yang lalu, saat papanya memberikan kuasa akibat kaburnya sang kakak entah kemana dan kabarnya ingin pulang.
Sehingga, sang Bos yang kini menatapnya lurus harus mengambil alih di usianya yang terbilang muda, untuk ukuran belasan sebagai pemimpin.
"Persiapannya sudah hampir berjalan 70 persen, Bos. Para kolega yang menjadi tamu pun sudah menerima undangan di tangan. Bos bisa crosh check, beberapa hari sebelum diadakan pesta," jawab Rion menjelaskan dengan lugas.
"Oke, kalau begitu pastikan jadwalku hari ini selesai sore. Malam ini aku ada undangan dari Chris untuk pameran mobilnya," sahut Kendrick menjelaskan sambil kembali menolehkan wajahnya ke layar laptop.
"Baik, Bos! Saya permisi."
"Hum."
Rion meninggalkan ruangan sang Bos dengan debaman pintu tersisa memenuhi ruangan itu. Lalu Kendrick, yang awalnya menatap laptop dengan cepat meraih laporan yang diterimanya.
Srak! Srak!
Suara kertas bergesekan yang dibukanya memenuhi ruang kerja rapih nan mewah itu.
Mata biru turunan sang papa itu menilik setiap rangkaian huruf dengan seksama. Tidak ada yang terlewat sedikit pun, meski ekspresi yang ditampilkannya berubah seiring dengan apa yang dibacanya.
Ini, benarkah profil tersembunyi wanita yang diincarnya?
Kenapa terasa menyedihkan, dengan perceraian dan kematian seorang ibu. Tapi, wanita yang ditemuinya tampak tegar dan sama sekali tidak menampakkan kelemahan sama sekali.
Ya, justru sangar dengan kelakuan seenaknya seakan tidak tersentuh.
Informasi selesai dibaca, perlahan ia meletakan map berisi laporan itu ke atas meja di samping laptop, kemudian menghembuskan napas, gusar.
Sepertinya ia salah sudah mencari informasi sampai dalam seperti ini, karena tiba-tiba hatinya justru merasa terenyuh. Padahal, ia yakin jika sebelumnya perasaan seperti ini sama sekali belum dirasakannya.
Namun, kenapa wanita itu membuatnya penasaran hanya karena sebuah ciumana kurang ajar?
"Fuck! Liliana, apa aku hanya penasaran atau aku justru merasakan hal lainnya kepadamu? Ck! Aku benci perasaan ini, membuatku pusing saja," gumam Kendrick dengan umpatan yang ikut terdengar kesal.
Ini adalah pertama kali ia membiarkan wanita mencium atau bahkan ia sendiri yang mencium, terlebih kejadian siang ini tepatnya di toilet restoran miliki keluarga sahabatnya.
Selama 27 tahun hidupnya di dunia, ia paling anti bersentuhan dengan wanita. Jangankan diperbolehkan mencium seperti yang dilakukan Liliana malam itu, memegang tangannya pun ia akan segera menghempaskannya jauh-jauh.
Kendrick memutuskan dalam hati ingin membuktikan rasa penasarannya kepada Liliana. Ia akan melakukan segala cara, untuk menyeret wanita itu mendekat kepadanya.
Ya, ia akan lakukan segera.
"Di mulai dari memesan sesuatu dengannya, aku akan pastikan kalau kamu tidak akan menolakku, Liliana," gumam Kendrick, melihat dengan senyum miring terulas kala bayangan wajah kesal wanita itu terbayang dibenaknya.
Skip
Malamnya…
Apartemen Moon Elty kota S
Di salah satu hunian, tepatnya di sebuah kamar dengan nuansa hijau lembut itu telihat eksitensi tiga wanita muda, dengan masing-masing aktivitas meski satu tujuan.
Berdandan dan bersiap.
Ya, benar sekali.
Ketiganya saat ini sedang bersiap menghadiri acara pameran mobil sport besar di kotanya.
Yang mendapatkan undangan sebenarnya Felixia, si model seksi yang berkenalan dengan si pemilik acara dari blind date online.
Namun, model dengan tinggi tubuh semampai itu mengatakan jika si pemilik usaha mobil itu memperbolehkan mengajak teman, dengan catatan teman yang dibawa adalah wanita dan cantik.
Jadi, tentu saja Felixia mengiyakan. Karena memang dua temannya sudah tidak diragukan lagi kalau soal kecantikan, apalagi Bosnya yang kini tampil seksi dengan gaun model backless.
Felixia menjamin, semua yang hadir di acara pameran itu akan menatap Bosnya dengan liur menetes.
"Eh! Kalian hari ini bagaimana? Maksudnya, bagaimana dengan klien keluarga kaya siang ini. lancar, kan?" tanya Felixa penasaran.
Ia bekerja sebagai model exclusive dan hanya tahu masalah pemotretan untuk catalog butik, selebihnya apalagi soal pembuatan ia tidak tahu menahu.
"Lancar banget, Nyonyanya juga baik bange loh," sahut Anya antusias, berhenti dari melentikan bulu matanya hanya untuk menoleh sekilas ke arah si model.
"Benarkah? Artinya memang gosip itu tidak benar, katanya sih hubungannya dengan dua putranya tidak baik," tukas Felixia tidak percaya.
"Tidak tuh, justru Nyonya itu menerima dengan baik ide gaun dari Lili. Tapi yang lebih membuat kaget mau tahu tidak?" tandas Anya meyakinkan, kemudian memasang wajah mistrerius saat mengajukan pernyataan kepada si model.
"Kaget bagaimana?"
"Yang paling kaget adalah saat kami diundang ke acara pesta pembukaan cabang untuk usaha ekspor-impornya. Bagaimana, seru kan?" jelas Anya dengan alis naik-turun meledek.
"What? Ini serius!? Ya Tuhan, kalian tahu tidak sih, acara itu hanya untuk kalangan bisnis dan antek-anteknya. Kalau kalian bisa masuk di sana dan juga mengbrol dengan para ibu sosialita, bukankah butik akan semakin maju?"
Sahutan antusias nan panjang lebar dari Felixia menuai dengkusan dari Liliana, seseorang yang hanya mendengar dalam diam obrolan keduanya.
Ya, apalagi saat Anya dengan bangga mengatakan undangan yang diberikan khusus dari si nyonya besar.
"Tuh kan bener! Pokoknya Liliana beruntung, karena Nyonya itu yang mengundang Liliana, baru deh bilang aku pun boleh ikut menemani," timpal Anya mengangguk mantap.
Ia kembali berhenti dari acara touch up, ingin melihat jelas wajah antusias Felixia yang menatap Liliana dengan berseri-seri.
"Apa sih, biasa saja," ucap Liliana tidak peduli, ia justru asik mengoleskan lotion keseluruh tubuhnya alih-alih menyahuti semangat obrolan keduanya.
"Ck! Apanya sih yang biasa saja, nggak asik kamu," dengkus Felixa.
Ia sudah siap dengan penampilannya dari tadi dan hanya menunggu dua temannya, sebelum nanti bersama-sama menuju tempat pameran.
"Blee…."
Liliana semakin reseh dengan menjulurkan lidahnya, meledek Felixia yang balas dengan dengkusan sebelum akhirnya menoleh ke arah Anya.
"Jadi, bagaimana dengan undangan itu, Nya?"
Kembali Felixa bertanya kepada Anya, seseorang yang dari awal antusias dengan obrolan mengenai undangan.
"Tentu saja kami terima, pokoknya kita harus bersama datang kesana. Oke? Yang penting ka nada surat inventation-nya, iya nggak tuh?" jawab Anya dengan alis bergerak naik-turun, seakan tidak peduli dengan kenyataan bahwasannya sang Bos lah yang menentukan mereka pergi atau tidak.
"Sip! Kalau begitu, gaun jangan lupakan siapkan. Oke?"
"Oh! Tentu saja!"
Ha-ha-ha….
Kedua wanita ini tertawa tanpa peduli dengan Liliana yang sebenarnya memiliki perasaan tidak baik dengan kejadian beberapa saat kedepan.
Ia sampai berpikir untuk tidak jadi ikut, tapi baru saja ingin mengatakan apa yang ada dibenaknya, suara Felixia sudah lebih dulu membuatnya menelan kembali ucapan yang baru sampai di tenggorokannya.
"Eh! Xi-
"Ayo buruan girls! Kenalan online-ku sudah nanyain di mana keberadaan kita. Sepertinya sudah tidak sabar ingin melihatku dan kalian berdua."
"Eh! Tap-
Bersambung