Kenzie sedang berada di ruang kesehatan, Lara yang seorang mahasiswa kedokteran memeriksa kondisi kaki Kenzie dengan sangat teliti. Sejak masuk ke ruang kesehatan wajah Kenzie merengut masam. Pikirannya melayang pada Ocha, kenapa gadis itu pergi, apakah dia mengabaikannya! Memikirkan hal itu membuat Kenzie marah.
Mungkin karena jiwa seorang dokter adalah menolong, Lara terlihat begitu lembut, membuatnya semakin terlihat cantik.
"Kakimu sedikit terluka, dan kau harus istirahat.." katanya dengan wajah serius.
Tapi Kenzie yang dasarnya memang pembangkang dan pembuat onar tidak akan pernah mendengar kan kata-kata orang lain. Ia bergerak turun dari ranjang dengan kedua kakinya menatap Lara acuh tak acuh "Kau lihat! Kakiku baik-baik saja. Dan aku tidak butuh istirahat!"
Lara terdiam sejenak, Kenzie yang berdiri di depannya membuat gadis itu mendongak ketika menatapnya, Lara tersenyum "Ya, kau seorang atlit kenapa membuat kakimu sebagai taruhan? Kau sangat kekanakan.."
Kenzie melipat tangannya di depan dada sedikit menunduk membuat wajah mereka begitu dekat "Hei, nona.. apa kau tidak terlalu berlebihan? Apa kau tertarik dengan hobiku atau... Aku?" Kenzie memperlihatkan senyum menggoda serta menyebalkan pada Lara.
Lara terdiam. Meskipun ia memang tertarik pada Kenzie tapi laki-laki itu terlalu angkuh, hatinya terlalu dingin, Lara menatap mata hitam Kenzie mencari tahu apa yang sedang di sembunyikan laki-laki jangkung itu. Kenapa wajahnya selalu terlihat marah dan acuh tak acuh.
Tepat saat itu ponsel Kenzie berdering, ia melihat nama di layar tidak tertarik tapi ia masih tetap mengangkat nya. Suara ibunya langsung terdengar sebelum Kenzie menyebutkan kata.
"Tindakanmu sangat memalukan, tapi kau telah meninggalkan kesan padanya. Ingat bina lah hubungan yang baik dengannya.. karena hanya dia yang bisa membantu krisis keuangan kita.."
Kenzie yang mendengar itu tertawa sinis "Ketua! Apakah aku masih putramu? Kenapa aku mendengar kata-kata mu seperti kau sedang menjual ku padanya.."
Ibu Kenzie mengabaikan sarkasme yang di ucapkan Kenzie. Tapi malah mengingat kannya "Jangan lakukan hal bodoh! Bersikap baik padanya. Dan senangnya dia.."
Kenzie menarik napas dalam-dalam berusaha menekan teriakan nya, sudut mata Kenzie melirik pada Lara yang masih duduk di depannya berusaha menahan senyum. Kenzie yang kesal tidak ingin mendengarkan kata-kata ibunya dan langsung menutup panggilan, tangannya terlihat di dada "Kau tersenyum? Apa yang lucu? Apa kau tidak mendengar apa kata ibuku?" tanya Kenzie menatap Lara kesal.
"Jadi, ibumu memintamu untuk menghibur seseorang... Dan orang itu, adalah aku..?" tanya Lara pura-pura bodoh.
Kenzie menatap Lara datar "Nona, kau tahu.. ibuku memintaku untuk berkencan denganmu, supaya ayahmu mau memberikan uang padanya untuk mengatasi krisis di universitas kami! Apa kau mengerti itu?"
Mata Lara berbinar senang, ia mengabaikan kata-kata tentang uang tapi lebih tertarik pada kata kencan "Benarkah? Lalu.."
Kenzie tersenyum tipis "Lalu, apa kau pikir aku berhasil?"
Lara semakin mendekati Kenzie, mendengarkan setiap kata laki-laki itu penuh minat. Di mata Lara, selain sikap Kenzie yang terkadang kasar dan dingin tapi ia memiliki sifat terus terang. Bahkan tidak menutupi tujuannya untuk mendekatinya. Lara mengangguk-angguk kan kepalanya seperti sedang berpikir sedangkan matanya berbinar cerah menatap Kenzie "...Hmmm.. aku bisa memberikan satu kesempatan! Apa kau ada waktu besok siang?"
Kenzie terkejut menatap Lara, di luar gadis itu terlihat sangat lembut seperti seorang yang sangat pemalu tapi nyatanya ia salah, tidak seharusnya ia menilai hanya dari sampul luarnya saja. Lara ternyata memiliki kepribadian yang terbuka "..Jadi, apakah itu artinya kau yang memulai duluan?"
Lara menyilangkan tangan di belakang punggung berjalan beberapa langkah di depan Kenzie. "Ya, aku ingin melihat apakah kau bisa menyenangkan aku? Semua itu tergantung pada sikapmu besok siang."
Kenzie tersenyum jahat, naluri playboy nya seperti berteriak untuk menangkap Lara, gadis itu berbeda dari gadis yang ia kencani selama ini. Tapi tetap saja Kenzie memikirkan Ocha. Gadis itu pergi begitu saja meninggalkan nya, tanpa peduli keadaannya. Tanpa membalas perkataan Lara, Kenzie mengeluarkan ponselnya dan mengirim pesan pada Ocha.
****
Malam hari di gudang belakang kampus tempat pertemuan rahasia Kenzie dan Ocha.
Kenzie berjalan mondar-mandir mengelilingi piano tua di tengah-tengah ruangannya, ia terlihat gelisah setiap detik ia selalu menoleh ke arah pintu masuk, melihat jam di pergelangan tangannya menghitung tiap detiknya dengan perasaan bosan. Kenzie berjalan mendekati jendela kaca yang berdebu melihat ke arah jalan tapi ia masih belum mihat bayangan gadis itu.
Dua menit kemudian Ocha datang dengan ekspresi wajah tertekan, Kenzie menatapnya penuh minat. Ocha selalu membuatnya ingin tahu apa saja yang telah di lalui gadis itu hari ini. Kenzie menelan ludah memasang wajah santai acuh tak acuh miliknya sambil berkata "Nona Hezan, aku terlambat dua menit sepuluh detik, apa kau tidak tahu cara datang tepat waktu?"
Benar saja, Kenzie tidak akan bisa merubah mulut pedasnya untuk tidak mengeluarkan kata-kata sinis penuh sindiran. Ocha menatap Kenzie datar ia masih ingat bagaimana Kenzie menggenggam tangan gadis itu ketika di lapangan, entah kenapa Ocha merasa tidak senang, ia ingin marah tapi ia sendiri bingung alasan apa yang membuatnya marah.
"Maaf! Tapi bisakah aku mulai sekarang?" katanya tanpa berniat untuk berbasa-basi atau pun membalas perkataan Kenzie.
Kenzie sedikit terkejut melihat emosi Ocha, biasanya gadis itu akan selalu tenang tapi kenapa hari ini dia terlihat berbeda. Kenzie mengangguk pasrah ia juga tidak ingin berdebat sekarang, Kenzie menunjuk ke arah piano "Silahkan.."
Ocha duduk di depan piano, sedangkan Kenzie duduk di sofa menyandarkan kepalanya sambil memejamkan mata siap untuk mendengarkan permainan piano Ocha. Itu adalah perjanjian mereka berdua, sebagai hukuman untuk Ocha karena sudah berani menyentuh barang miliknya tanpa izin. Ya, sebenarnya itu akal-akalan Kenzie saja, ia hanya ingin melihat dan berada di dekat gadis itu saja, karena setiap kali ia bersama Ocha hatinya selalu merasakan ketenangan, ia bahkan bisa menjadi dirinya sendiri tanpa perlu berpura-pura untuk menjadi kuat.
Segera nada lembut mengalun dalam gudang, Kenzie memejamkan mata membayangkan suasana musim semi dengan bunga bermekaran di lapangan. Permainan piano Ocha selalu membuat Kenzie tenang seolah itu adalah obat paling manjur di dunia.
Tapi semakin lama permainan Ocha berubah awalnya nada yang lembut berubah menjadi kencang penuh tekanan seolah gadis itu sedang melampiaskan emosinya. Kenzie mengerut kening segera membuka matanya menatap Ocha yang duduk membelakangi nya "Ada apa denganmu? Kenapa kau terlihat sangat marah?"
Ocha tidak menjawab ia hanya terus menekan tuts piano dengan lancar mengabaikan suara Kenzie di belakangnya. Benar hari ini ia sangat marah, sampai ia tidak bisa melampiaskan kemarahannya. Ocha merasa sangat benci dengan keadaannya.
****