Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Exorcis

🇮🇩Nisa_Aracelia
--
chs / week
--
NOT RATINGS
31.1k
Views
Synopsis
Grey adalah seorang prajurit bayaran ordo Exorcist, dengan identitasnya saja benar benar rumit, dia menyusuri tempat berbau iblis dengan ditemani dengan teman-teman yang hebat.
VIEW MORE

Chapter 1 - Chapter 1

"Hoaaaaam... sudah jam segini, tapi pekerjaan ini harus segera kuselesaikan. Jika tidak selesai malam ini, bisa-bisa anak-anak besok tidak jadi ujian pagi," gumam seorang pria paruh baya, memijat-mijat tengkuk lehernya. Dia sedang duduk di meja kerjanya, hanya diterangi oleh lampu meja, sedang membuat soal untuk anak didiknya.

Pria itu berada di dalam kantor guru, sendirian di tengah ruangan. Di luar gerimis rintik-rintik membasahi bumi. Satpam sekolah tertidur di pos keamanan di samping gerbang masuk sekolah.

"Yak, tinggal satu pertanyaan lagi, setelah itu disimpan, dan dicetak esok hari," kata guru itu pada dirinya sendiri. Lalu, dia berdiri dan melakukan peregangan badan sejenak, akibat kaku terlalu lama duduk di depan layar komputer. "Siapa itu?"

Guru itu mendengar sesuatu dari arah pintu masuk. Tapi, pintu yang tebuat dari kaca itu tampak masih sama seperti tadi, tetutup rapat. Dia pun berpikir itu hanya suara dari pikirannya, sebab dia merasa lumayan lelah dan ngantuk, jam pun sudah menunjukkan pukul 11 malam.

"Ya? Apa kau Pak Satpam? Tolong jangan main-main, saya sedang mengerjakan tugas!" tegur guru itu mulai kehilangan kesabarannya, setelah sekali lagi dia mendengar suara-suara aneh itu.

Suara itu terdengar di telinga guru itu seperti bunyi napas yang diembuskan panjang, dan lama-lama suara itu semakin dekat ke arahnya.

"Tolong, jangan bercanda ya!" geram guru itu, matanya terpancang pada salah satu meja tak jauh dari tempatnya duduk.

Keringat dingin mulai menyapa kulitnya, jantungnya berdegup kencang. Napas guru itu mulai tak teratur tatkala dia melihat sosok yang berdiri di kegelapan, memakai pakaian merah, dan berambut panjang sebahu. Ketakutan pun perlahan mulai merasuk ke dalam dirinya.

Perlahan guru itu mengambil senter kecil di atas meja, tangannya gemetar hebat. Mulutnya komat-kamit merapalkan doa yang terlintas di otaknya.

Dia menyalakan senter itu, gemetaran dan menyipitkan mata, guru itu menyorotkan langsung ke arah penampakan yang dia lihat...

Ternyata...

Itu adalah...

"Apa sih Pak Guru Dennis?! Bikin mata silau saja nih," gerutu suara wanita, menutup matanya dari cahaya senter di tangan guru itu dengan telapak tangan.

Guru itu mengembuskan napas dengan lega. "Kupikir siapa ternyata Anda, Bu Yola," katanya lega melihat rekan gurunya.

"Iya, ini memang saya," kata guru bernama Yola itu kesal. Wajahnya tidak jelas di tengah kegelapan.

"Maaf, saya tidak tahu itu Anda tadi. Lantas, apa yang Anda lakukan di sini malam-malam?" tanya Pak Dennis penasaran sambil menyeka peluh di dahinya.

"Makan," jawab Bu Yola pendek.

"Makan? Lucu sekali Anda, malam-malam seperti ini di sekolah cuma numpang makan," kekeh Pak Dennis.

"Itu benar, saya baru saja memakan salah satu murid, dan mungkin Anda sebagai penutupnya." ujar Bu Yola tampak misterius.

"Murid? Tunggu, apa yang Anda maksud dengan makan itu adalah menangkap murid yang sedang berbuat mesum di sekolah ini!" Pak Dennis tak percaya, menutup mulut, dan menggelengkan kepalanya. Dia melihat Bu Yola tidak ada di depannya. "Loh, Bu Yola? Anda di mana?"

"Di sampingmu," desah Bu Yola tepat di sisi kanan Pak Dennis, mengembuskan napasnya cukup dekat ke leher guru itu.

Guru laki-laki itu melompat karena kaget. "Bikin kaget saja, Bu!" desahnya mengatur napas. Entah kenapa birahinya mendadak naik, dan dia merasa sangat bernafsu kepada Bu Yola.

Pak Dennis melihat Bu Yola dari dekat, guru perempuan itu masih mengenakan kemeja putih yang dibalut blazer warna merah, yang dipadu dengan rok berwarna senada. Luar biasa cantiknya. Tetapi, di mulutnya terdapat bercak aneh, belepotan. Seakan Bu Yola baru saja memakan sesuatu dan lupa mengelapnya.

"Ada apa, Pak?" tanya Bu Yola, suaranya terdengar datar.

"Oh tidak, hanya saja ada kotoran bekas makanan di mulut Anda," kata Pak Dennis berterus terang.

"Oh ini," Bu Yola menyeka sekitar mulutnya dengan lidah, yang anehnya lidah itu panjang seperti lidah ular.

Pak Dennis bergidik melihatnya. Merinding. Tetapi, napasnya memburu seakan ingin melepaskan birahinya pada guru itu.

"Ini hanya bekas darah kok Pak," tukas Bu Yola enteng, tampak menggoda. "Tak usah terlalu khawatir,"

"Anda ini memang suka bercanda ya, Bu," kata Pak Dennis kini mulai tak tahan lagi. Dia merasakan gerah, ingin sekali mencopot kemejanya, dan bertelanjang dada malam itu. Begitu panas dan bergairah.

"Tidak... saya tidak sedang bercanda,"

Bu Yola mendadak melompat ke arah Pak Dennis, menindihnya hingga guru itu sulit bernapas.

"A-a-apa yang A-anda lakukan, Bu?!" Pak Dennis gemetar. Dia merasakan sesuatu yang berbeda dari tubuh Bu Yola, seolah dia bukan manusia.

"Aku ingin memakan jiwamu!" geram Bu Yola. "Apa kau ingin berhubungan badan denganku malam ini?"

Tiba-tiba petir menyambar pohon depan sekolahan hingga terbakar, cahaya kilat berdenyar menerangi kantor guru. Sejenak Pak Dennis melihat sosok Bu Yola.

Sekilas fisik Bu Yola tidak ada bedanya dengan wanita cantik pada umumnya, tapi dari punggungnya mencuat sayap seperti kelelawar. Sayap hitam lancip. Mengerikan.

Pak Dennis sangat ketakutan, tetapi gairahnya mulai memuncak. Napasnya semakin memburu.

Mereka pun terjatuh dan berhubungan badan. Tetapi, tak bertahan lama, karena setiap kali mereka berciuman, Bu Yola menyedot sebagian jiwanya, dan Pak Dennis akhirnya jatuh pingsan.

"Cih, hanya segitu saja, aku pikir kau lebih kuat dari murid tadi," keluh Bu Yola kesal. "Ya sudahlah, aku harus melakukan sesuatu padamu agar tidak dicurigai. Lumayan juga dapat makanan penutup."

Setelah melakukan sesuatu pada tubuh Pak Dennis, Bu Yola mengobrak-abrik ruang guru, dia mengubah ruangan itu seolah baru terjadi tindak kriminal. Kemudian, Bu Yola membuka lebar-lebar jendela kantor, menatap sejenak ke arah luar, dan terbang menembus langit malam yang masih basah karena rintik hujan.

Esoknya, tubuh Pak Dennis ditemukan pertama kali oleh penjaga sekolah, dia ditemukan bertelanjang tanpa busana di sudut pojok ruang guru. Dia atas atap gedung sekolah pun ditemukan seorang anak laki-laki yang pingsan dengan kondisi serupa, korban masih memakai seragam sekolah lengkap. Polisi pun dihubungi untuk menyelidiki hal ini, apalagi setelah murid dan guru yang tersadar itu tidak ingat apa-apa mengenai kejadian yang menimpa mereka semalam. Keduanya hanya merasa sangat letih dan pegal-pegal. Hasil pemeriksaan sementara belum ditemukan bukti yang mengarah ke tindak kriminal, sebab tak ada bukti adanya perampokan, pembunuhan, bahkan penganiayaan pada tubuh korban.

Ini membuat pihak kepolisian kebingungan. Baru pertama kali ada kasus yang sedemikian misterius.

Anehnya lagi, cctv yang terpasang di setiap sudut sekolah tak merekam kejadian tersebut. Kamera merekam secara normal. Pak Guru Dennis dan siswa itu bahkan tak terekam.

Karena adanya keganjilan yang terjadi. Sekolah ditutup sementara waktu untuk membantu investigasi pihak kepolisian lebih lanjut. Cerita-cerita pun menyebar bagai tertiup angin, tentang adanya hantu yang gentayangan setiap malam di sekolah.

Apalagi sejak dulu kawasan gedung sekolah memang terlampau penuh dengan hal-hal mistis. Terutama beberapa sudut sekolah yang memang dilarang untuk dikunjungi.

Seorang pemuda berambut hitam membawa semacam tongkat di pinggangnya yang dibungkus kain merah, pemuda itu berdiri di depan pagar sekolah, garis polisi masih melintang menghalangi di depan pintu masuk. Wajah pemuda itu tampak serius memperhatikan. Di dekatnya ada kucing hitam mengenakan topi tinggi seperti pesulap, sibuk menjilati kaki depannya.

Pemuda itu berjongkok di depan pagar, mengambil seonggok tanah basah dan menciumnya. "Bau ini..." katanya setengah berbisik. Mulutnya membentuk cengiran lebar. "Ini akan sangat menarik, ayo Djin sudah cukup untuk hari ini, kita pulang"

Pemuda itu berjalan menjauhi gerbang sekolah, diiringi kucing hitam bertopi yang berjalan di sisinya.