Gray melompati pagar sekolah, mengendap-endap agar tidak ketahuan oleh satpam yang berjaga. Menyeberangi halaman sekolah yang luas dibawah sorot cahaya bulan purnama.
"Klik," Gray memutar pegangan pintu depan gedung. Dia berhasil masuk tanpa kesulitan.
"Sepertinya satpam itu juga sudah berada dalam pengaruhnya," batin Gray, kini dia tahu Succubus ini cukup membuatnya waspada.
Gray menyusuri koridor yang gelap menggunakan senter kecil yang dibawanya, beberapa kali dia menyorotkannya ke dalam kelas, dan menemukan beberapa goblin kecil berlarian, atau peri yang berterbangan.
Di salah satu lorong, Gray melihat sosok arwah anak perempuan bergaun biru tipis duduk menangis tersedu-sedu. Sebelah tangannya diikat dengan rantai yang tertanam di tembok.
"Hai, kenapa kau sedih?" tanya Gray duduk jongkok di sebelah hantu anak itu.
Hantu cilik itu tak menjawab, dia hanya menunjuk ke lorong belakang Gray, sepertinya dia sedang berusaha memberitahu ada sesuatu yang membuatnya menangis.
Gray berbalik dan menyorotkan cahaya senternya, memperhatikan beberapa saat menunggu adanya kemunculan sosok arwah lain, namun tak ada yang terjadi. Dia hanya merasakan ada aura yang sangat jahat bersemayam di area sana.
"Siapa namamu?" tanya Gray mencoba bersikap ramah.
"Dhea," jawab gadis itu pendek, masih sesenggukan.
Gray membelai lembut rambut hitam panjang hantu gadis kecil itu, gadis itu mendongak ke arah Gray.
Wajahnya cantik untuk anak seusianya, tapi di bagian kanan wajahnya hancur seperti dihantam benda tumpul, matanya menggantung keluar, cairan aneh seperti darah menetes dari luka tersebut.
Gray merasa kasihan, dia menduga gadis cilik ini mati karena dibunuh atau disiksa. Dia berjanji akan membebaskannya dari teror yang membelenggu arwahnya selama ini, setelah menyelesaikan urusannya.
Gray kembali melangkah, dalam perjalanannya semakin banyak hantu-hantu bermunculan, namun semuanya sama seperti hantu kecil tadi, tubuh mereka terikat rantai ke tembok. Gray terus berjalan menuju kantor guru. Dibukanya pintu pelan-pelan, dinyalakannya lampu ruangan itu.
Tak ada siapa-siapa di sana.
Gray tetap berdiri di tempatnya, walau dalam pandangan matanya tak ada siapa-siapa, tapi dia merasakan adanya kekuatan ganjil yang mendekat dari belakangnya.
"Hai Gray, sudah kuduga kau menepati janjimu," desah Bu Yola di dekat telinga Gray.
Gray bergidik, lalu melompat menyamping. Matanya menatap Bu Yola.
Succubus itu hanya mengenakan kemeja putih tipis dan celana hitam. Rambut pendek sebahu coklatnya diurai begitu saja.
"Jadi, apa yang harus saya lakukan malam ini, Bu?"
"Oh, ikut aku ke atap sekolah," jawab Bu Yola tersenyum pendek.
Bu Yola berjalan terlebih dulu diikuti Gray dibelakangnya. Guru dan murid itu terus berjalan menyeberangi lorong sekolah, menaiki tangga di ujung, dan akhirnya sudah berada di lantai empat alias atap sekolah. Tempat ini sering dibuat oleh murid-murid untuk berkumpul ketika jam makan siang, hanya untuk mengobrol, atau sekadar makan siang.
"Nah, kita sudah sampai, beruntung malam ini cerah sehingga bulan dan bintang yang berkelip di langit terlihat indah," ujar Bu Yola, walau berkata seperti itu matanya tidak memandang ke arah langit, melainkan menatap tajam Gray. Ada rasa lapar di matanya.
Gray berdiri bergeming, dia memandang ke atas, menikmati indahnya langit malam ini. Dia seakan tak peduli lagi akan kehadiran Bu Yola.
Bu Yola yang sepertinya sudah tak sabar lagi, membuka dua kancing paling atas kemejanya. Dan, berpura-pura merasa kepanasan.
"Duh, malam ini gerah sekali ya," keluh Bu Yola sambil mengipas tubuhnya dengan telapak tangannya.
"Benarkah? Aku tidak merasakan itu, Bu," tukas Gray masih memandang langit-langit, kedua tangannya diselipkan ke dalam kantong celananya.
"Begitu ya?" Bu Yola merasa sedikit jengkel. "Apa kau tak bisa berbicara dengan mata yang menatap ke lawan bicaramu, Gray?"
"Tidak, buat apa aku harus menatap mata Succubus yang ingin sekali menaklukan ku agar takluk dalam kuasanya," tukas Gray, nadanya terdengar misterius.
"Apa maksudmu?" tanya Bu Yola terkejut mendengar perkataan Gray, tapi dia tak menampakkan nya
"Ah langit malam ini benar-benar indah sekali," kata Gray tak menghiraukan pertanyaan gurunya.
"Hei, jawab pertanyaan ku, Gray?!"
Gray memejamkan matanya, mengembuskan napas panjang. Lalu, dia menatap ke arah Bu Yola, seringai kejam terlukis di mulutnya.
Bu Yola mundur selangkah, dia merasakan aura aneh pada diri muridnya ini.
"Sudahlah Bu, tak usah berpura-pura lagi. Aku sudah tahu kau ini Succubus, iblis yang berwujud wanita cantik yang mengincar korbannya melalui hubungan seksual dalam mimpi. 10 bulan lalu kau pindah ke kota ini, menyamar menjadi guru hanya untuk menyedot jiwa-jiwa murid mu, remaja puber yang kaya enegi seperti mereka ini makanan empuk buatmu," ujar Gray menjelaskan, dia mengambil tongkat yang tertutup kain merah di punggungnya, Gray menggunakan tongkat itu sebagai kayu penopang di depannya.
"Siapa kau?!" tanya Bu Yola waspada.
"Hanya murid pindahan yang mendapat tugas di kota ini," balas Gray tersenyum ramah.
"Exorcist," desis Bu Yola, sorot matanya berubah benci.
"Yah, aku tak tahu apa aku bisa disebut seperti itu, aku sendiri tidak bergabung secara resmi ke dalam organisasi mereka, kau tahu hanya prajurit bayaran,"
Bu Yola terperangah, dia tak menyangka ada murid yang tahu wujud dirinya yang sesungguhnya. Dia menyeringai dan melepas kacamatanya, lalu berkata, "yah, kalau sudah seperti ini, mau tak mau aku harus membuatmu takluk dibawah pengaruh ku,"
Perlahan Bu Yola melayang beberapa inci di atas tanah. Kepalanya mendongak ke atas, kedua tangannya terentang ke samping. Perubahan pun terjadi pada tubuhnya, sepasang tanduk mencuat dari kepalanya, kulitnya berubah putih sepucat susu, telinganya meruncing, di punggungnya sayap besar berwarna hitam seperti sayap kelelawar mencuat begitu saja. Pakaian luarnya ditanggalkan, hanya mengenakan pakaian dalam berwarna hitam. Lalu, dia terbang dan duduk di pinggiran atap sekolah, kakinya disilangkan, dan menyihir gelas berisi air berwarna merah dari udara kosong.
"Kenapa guru erotis seperti ini bisa diterima di sekolah ini sih?" batin Gray bertanya-tanya. Heran.
"Bagaimana bocah, kau sanggup melawanku?" kata Bu Yola menatap genit kepada Gray, setelah perubahan yang terjadi pada dirinya selesai.
"Yah, bagaimana kalau kita buktikan dengan tindakan saja," Gray menarik tali emas yang melilit kain merahnya, dan selepas tali itu diurai, kain merah itu terlepas, dan menampakan sebatang pedang tipis tanpa sarung pedang, bilahnya berwarna hitam mengilap, dan gagangnya berbentuk jalinan rumit.
Bu Yola menyipitkan matanya, "katana?" tanyanya setengah berbisik.
"Jelas bukan, ini pedang biasa tapi memang bentuknya seperti katana, tapi bukan katana," jelas Gray menyandang pedang itu di bahunya.
Bu Yola melotot, mendadak auranya membesar dan menerpa Gray seperti angin ribut, tapi pemuda itu bergeming.
"Begitu saja? Kukira lebih hebat," tukas Gray meremehkan. "Mari kita mulai pesta malam ini."
Dalam sekejap Gray menghilang dari tempat dia berdiri, iblis wanita itu mencari-cari keberadaan pemuda itu, namun hasilnya nihil.
"Di mana dia?!"
"Kau mencari ku, Sayang?" bisik Gray di telinga Bu Yola.
Succubus itu melompat kaget, melompat ke udara. Gelasnya terlempar dari tangannya, dan jatuh pecah berantakan di atas lantai.
"Siapa anak ini sebenarnya?!" batin Bu Yola semakin dibuat bertanya-tanya.
Gray mendadak melompat menerjang Bu Yola yang terlalu bodoh terbang dalam jangkauan Gray.
Pemuda itu lantas membanting Bu Yola di udara, Gray menyayat salah satu sayap Bu Yola hingga mengeluarkan darah hitam, darah para iblis, keduanya jatuh berdegum di atas lantai.
"Arrgghh!" Bu Yola menjerit kesakitan, memegangi sayap kanannya yang terluka.
"Sudah kuduga Succubus memang bukan tandingan ku, pengaruh mu tak sampai kepadaku," gumam Gray duduk mengamati Bu Yola yang kesakitan.
"Apa tujuanmu?!" geram Bu Yola menatap penuh amarah kepada Gray, napasnya terengah-engah.
"Tujuanku? Membebaskan kota ini dari pengaruh iblis," jawab Gray nyengir menyeramkan, sampai-sampai bulu-bulu di sekujur tubuh Succubus berdiri karena auranya.
Bu Yola memandang tak percaya, bahkan iblis sepertinya merasa ketakutan dihadapan manusia seperti Gray Aldric. Perlahan Bu Yola kembali mewujud menjadi manusia normal, kali ini memakai gaun panjang hitam tanpa lengan.
"Sepertinya kau tak punya keinginan untuk bertarung lagi, yasudah lah," Gray bangkit, dan berjalan menjauh.
"Tunggu! Apa kau meninggalkan aku seperti ini saja? Tolong, jangan tinggalkan ku, ini sudah lewat tengah malam," Bu Yola tiba-tiba merintih memohon, seperti ada sesuatu yang membuatnya takut.
Gray berhenti berjalan, dia menoleh ke belakang, wajahnya berubah datar tak mengerti omongan Bu Yola.
"Aku tidak bercanda! Kumohon bawa aku bersamamu! Dia akan segera datang! Tolong!" pinta Bu Yola semakin ketakutan, pandangannya ke sana kemari seakan-akan ada yang sedang mengincar dirinya.
"Kau memakan jiwa-jiwa manusia di sekolah ini dan masih meminta tolong kepadaku?" tanya Gray heran.
"Bukan seperti itu! Aku memang Succubus, aku memang menggoda lelaki untuk berhubungan badan melalui mimpi, tapi aku tak pernah sekalipun memakan jiwa mereka! Aku hanya diperintah untuk membawakan jiwa-jiwa mereka! Jika aku menolak perintahnya, dia akan mencabik dan menyiksaku! Kumohon bawa aku bersamamu!" Bu Yola semakin ketakutan. "Dia semakin dekat, aku bisa merasakan keberadaannya!"
"Siapa yang kau maksud itu?"
Bu Yola tak menjawab, dia menunjuk ke belakang Gray,
Pemuda itu berbalik, dan melihat dengan matanya sendiri sosok jahat yang menguasai sekolah selama ini.
"Oh ternyata kau..."