"Aku benar-benar masih mengantuk, kalau bukan karena mereka keluarga kaya, aku juga tidak mau," gerutu Gray matanya berair karena menahan kantuk, walau dia sudah tidur sejak pagi tadi.
"Kau selesaikan saja secepatnya, setelah itu kau bisa tidur lagi. Mumpung liburanmu masih lama kau bisa bermalas-malasan di rumah," kata Djin berjalan di sampingnya.
"Firasatku mengatakan ini akan sedikit rumit," gumam Gray tidak jelas.
"Lalu, bagaimana soal altar pemujaan iblis di sekolahmu?" tanya Djin melompat ke atas tembok dan berjalan di atasnya.
Gray menggaruk-garuk kepalanya yang tertutup tudung jaketnya, walau sore hari udara cukup dingin dan menyayat kulit. Dia berhenti sejenak membeli dua hotdog dan memakannya cepat-cepat. Baru setelah perutnya terisi penuh, dia menjawab pertanyaan Djin.
"Satu bulan dari sekarang, aku yakin Pangeran Neraka akan mengunjungi dunia ini, rantai yang membelenggu Raja Neraka sudah semakin rapuh dan dia ke dunia pasti ada hubungannya dengan itu," ujar Gray kali ini nadanya terdengar serius.
"Apa kau cemas, Gray?"
Gray tidak menjawab, dia hanya memasukan kedua tangannya di saku mantel tebalnya dan menutupi mulutnya.
Djin menyeringai melihat Gray, menampakkan barisan gigi taringnya. "Tidak sepantasnya kau mencemaskan hal seperti itu, dengan darahmu dia takkan berani menyentuhmu," kata kucing hitam itu.
Gray dan Djin akhirnya tiba di depan rumah klien mereka. Rumah itu tidak terlalu besar, namun halamannya luas, gerbangnya terbuat dari kayu besar, dan temboknya dibangun tinggi layaknya benteng. Di luar rumah, dua penjaga menghampiri Gray.
"Ini bukan taman bermain anak-anak, cepatlah pergi dari sini, Nak" perintah salah satu penjaga, lalu ia melihat gagang pedang Gray yang berada di pinggangnya. "Kalau mau main pedang-pedangan seharusnya kau berada di taman saja"
"Aku ada urusan di sini, majikan kalianlah yang membutuhkanku" gerutu Gray, matanya menyipit sebal karena ia merasa diremehkan. Dalam hatinya jika boleh membunuh orang, kedua penjaga ini pasti sudah ia penggal kepalanya.
Kedua penjaga itu saling bertukar pandang lantas tertawa terbahak-bahak. Ini semakin membuat Gray kesal.
"Ah sungguh menyebalkan" keluh Gray kesal. Ia lalu menelpon si pemilik rumah kalau dia tak bisa masuk ke dalam dan hanya menjadi bahan tertawaan penjaga gerbang.
Telepon penjaga itu berdering, ia masih menahan tawa ketika mengangkatnya, namun raut wajahnya berubah pucat tegang ketika ia tahu kalau pemuda dan kucing di depannya ini benar-benar tamu pemilik rumah. Dia pun buru-buru meminta maaf dan memperbolehkannya masuk ke dalam.
"Benar-benar deh" gerutu Gray mencibir tidak suka.
Gray dan Djin berhenti di tengah halaman, mereka berdua mengamati kondisi sekitar sejenak.
"Terlalu banyak hal negatif dari tempat ini, ada peri di sebelah sana... Wow ada kurcaci juga di sini, hantu perempuan yang setengah wajahnya hancur, dan ada juga hantu anak kecil tanpa kepala" kata Djin mengamati sekitarnya.
"Terlebih lagi, auranya benar-benar pekat, apa orang-orang di sini tidak mengerti arti kebahagiaan?" tukas Gray menatap tertarik ke salah satu hantu kakek tua yang sedang duduk merenung di salah satu tangga kayu.
Sebuah mobil hitam terparkir di sudut halaman rumah, Gray sepertinya pernah melihat tanda pedang dihiasi bintang kecil di bagian samping body mobil. Tapi, ia lupa di mana melihat simbol itu.
"Kau pasti lupa, ya? Itu simbol Ordo Exorcist," sahut Djin.
"Oh iya, sepertinya mereka juga mendapat panggilan kemari. Ah, menyenangkan sekali setelah sekian lama tidak bertemu mereka" Gray menaiki tangga kayu menuju rumah, ia mengangguk sopan kepada hantu pria tua tadi. Pintu utama rumah itu terbuka lebar, dan dia pun berdiri di depannya sampai ada seseorang yang memanggil namanya.
"Gray Aldric! Siapa yang memanggilmu kemari?!"
Gray tersenyum lebar, ia melihat sosok yang memanggil namanya, duduk di sofa bersama seorang wanita muda keturunan Nihon.
"Aaaah... Master Juan dan Letnan Nagisa, sudah lama tidak bertemu dengan kalian berdua," sapa Gray riang.
Pria yang dipanggil Master Juan oleh Gray masih menatap tajam dirinya, sementara perempuan yang dipanggil Letnan Nagisa tampak malu-malu dan tak berani memandang Gray.
"Kutanya sekali lagi, siapa yang mengundangmu kemari?!" tanya Master Juan kali ini nada suaranya sedikit tinggi.
"Aku sendiri yang mengundangnya Master Juan, kudengar dia sangat hebat dan berkompeten dalam bidangnya, dan ketua ordo pun merekomendasikan dirinya" kata seorang pria paruh baya berwajah keras namun terlihat lelah, dan rambutnya sedikit memutih, sementara di belakangnya wanita berusia awal 40 tahunan, mengenakan gaun merah ketat tapi wajahnya tampak lusuh mengikuti pria itu.
"Maafkan saya Tuan dan Nyonya Gregorius" kata Master Juan meminta maaf.
Gray tersenyum puas penuh kemenangan. Ia akan mengirim surat terima kasih kepada ketua ordo nantinya atas rekomendasi untuknya.
"Silakan duduk, Tuan Gray" pinta Pria itu tadi. Sementara Djin sudah menghilang entah kemana.
Gray tidak langsung duduk, dia celingukan seperti orang mencari sesuatu.
"Anda mencari apa, Tuan Gray?" tanya Nyonya Gregorius.
"Di mana anak yang kerasukan itu?" tanya Gray kepada pemilik rumah.
Master Juan melirik mencibir ke arah Gray.
"Ahh, akan ku panggil dia" kata Tuan Gregorius tersenyum ramah. "Christi! Kemarilah Nak, ada yang ingin bertemu denganmu"
Seorang gadis bertubuh ramping bak model, berambut pirang panjang muncul dari belakang. Sekilas tak ada yang aneh darinya, seperti layaknya gadis seumuran dia.
Master Juan dan Letnan Nagisa berdiri memberi salam, Gray menyipitkan mata, namun dia tak mengatakan apa-apa.
"Ini anakku, Christi. Anak perempuan kami satu-satunya, bisakah kau menolong dia?" raut wajah Tuan Gregorius mengerut, ia seolah menua beberapa tahun. Anehnya, istrinya nampak ketakutan, tangannya gemetaran dan dia membuang mukanya ketika putrinya itu berada di ruang tamu.
"Selamat sore, saya Christi Gregorius" anak perempuan itu sedikit membungkukan badannya, lalu dia duduk di tengah-tengah ayah dan ibunya. "Jika ada yang ditanyakan silakan saja"
Matahari mulai terbenam seluruhnya, lampu di sudut rumah sudah dinyalakan oleh pembantu rumah tangga. Tapi, suasana rumah itu berbanding terbalik dari bangunannya yang mewah; terlihat semakin menyeramkan dan suram.
"Baiklah, kalau begitu saya akan mengajukan beberapa pertanyaan kepada Anda, Nona" kata Master Juan, ia menyuruh Letnan Nagisa memeriksa perubahan ekspresi dan suasana di sekitarnya.
"Apa Anda pernah masuk ke dalam rumah berhantu?"
"Tidak"
"Apa Anda pernah melakukan ritual pemanggilan hantu? Entah itu serius atau hanya bercanda, seperti bermain papan Ouija, misalnya?"
"Tidak pernah"
Sementara Master Juan dan Letnan Nagisa terus melontarkan pertanyaan demi pertanyaan kepada Christi. Gray mulai merasa bosan dan ia menganggap pertanyaan itu tidak berguna. Sedari tadi ia hanya tertarik kepada gerak gerik Nyonya Gregorius yang aneh. Sepertinya ia takut kepada Christi dan ingin sekali menjauhinya."Maaf Tuan dan Nyonya, bisa kalian mengantarkan ku ke kamar mandi sebentar?" celetuk Gray. Dia memberi isyarat melalui pandangannya kepada nyonya itu agar mengantarkan dirinya.
Untung saja nyonya itu paham, dan bersedia mengantarkan Gray. Kelegaan memancar di wajah Nyonya Gregorius ketika ia beranjak dari sofa.
"Cih, mengganggu saja," gerutu Master Juan, lantas melanjutkan wawancaranya kepada Christi.
Gray mengikuti Nyonya Gregorius, ketika yakin sudah jauh dari jangkauan pendengaran orang di ruang tamu, Gray memegang bahu Nyonya Gregorius.
"Nyonya, apa kau tahu kalau yang duduk di ruang tamu tadi bukan Christi anak Anda?" tanya Gray setelah berada jauh dari pendengaran orang-orang di ruang tamu.
Nyonya Gregorius tak langsung menjawab, beberapa kali dia melirik ke arah depan. Tangannya gemetaran.
Gray tahu wanita ini ketakutan dan pastinya pernah mengalami sesuatu hal yang buruk menyangkut anaknya.
"Bisa antarkan aku ke kamarnya?" tanya Gray hati-hati.
Nyonya itu melotot ke arah Gray dan menggelengkan kepalanya kuat-kuat, lalu dia berjalan cepat ke arah depan ruang tamu, dan tak kembali, meninggalkan Gray yang berdiri sendirian.
"Merepotkan, apa aku pulang saja, ya?" gerutu Gray jengkel. "Lagipula sudah ada dua anggota ordo tingkat tinggi di sini,"
"Anda siapa?" tanya suara wanita muncul dari kegelapan lorong.
Kemunculannya yang begitu mendadak, membuat Gray kaget dan hampir saja dia mencabut pedangnya.
"Pengusir setan," dengus Gray pendek, bersandar di dinding bersedekap.
"Pengusir setan? Benarkah? Apa Anda datang kemari untuk membantu Nona Muda?!"
"Entahlah, aku memang disewa, tapi sama sekali belum mendapatkan bayaran, dan aku ditinggalkan di sini begitu saja" gerutu Gray semakin sebal. "Siapa kau?"
"Saya Martha, kepala pelayan di rumah ini, jika Anda memang ingin membantu Nona Muda akan saya antarkan Anda ke kamarnya" kata Martha, tatapannya tajam seperti mengebor. "Saya sudah mendengarnya tadi, Nyonya memang terlampau takut, tapi saya maklum setelah apa yang dialami dirinya"
"Baik, antarkan aku sekarang juga," tukas Gray cepat-cepat.
Martha bergegas mengantarkan Gray ke kamar Christi. Martha membuka pintu kamar yang terbuat dari kayu Mahoni ini. Ketika pintu dibuka hawa jahat kelam menyergap Gray, sampai dia hampir saja jatuh terhempas ke belakang.
"Ah sialan, terlalu banyak dendam dan amarah yang kurasakan dalam kamar ini" batin Gray sedikit cemas. Lagian di mana sih Djin? Aku butuh referensi soal siapa setan ini?"
Martha dan Gray masuk. Kamar Christi berukuran lumayan besar, temboknya dicat dengan warna merah muda, ada dua lemari besar berkaca tempat menyimpan baju. Pintu lain yang menuju kamar mandi, meja rias, dan berbagai perabotan kamar pada umumnya.
Tanpa meminta izin kepada Martha, Gray memeriksa kamar mandi, dan membuka-buka lemari pakaian.
"Wah, ternyata dia suka berpakaian seperti ini juga ya, aku jadi penasaran," batin Gray terkekeh, membuat Martha memandangnya penasaran.
Lalu, Gray berdiri cukup lama di depan meja rias, memperhatikan peralatan make up, dan mengamati kacanya.
"Tak ada yang menarik," gumamnya.
"Apa Anda menemukan sesuatu?" tanya Martha setengah berharap.
"Tidak, tak ada apa-apa di sini" kata Gray asal. Lalu, dia menyuruh Martha melakukan sesuatu. "Coba kau matikan lampunya sebentar."
Martha mematikan lampu kamar, dia melihat pemuda di depannya itu menulis di udara dengan jarinya, setelah selesai ia menyalakan lampu lagi sesuai perintah Gray.
"Sepertinya aku menemukan sesuatu yang menarik, tapi aku lupa akan satu hal yang penting, kecuali aku bertemu kucingku dulu," gumam Gray.
"Ya aku di sini, ada apa kau mencari ku?" ternyata Djin berada di belakang mereka berdua.
Melihat kucing yang bisa berbicara cukup membuat Martha hampir berteriak kencang, beruntung Gray langsung mendekap mulutnya dan menjelaskan kalau Djin adalah kucing yang dimasukin arwah.
"Kau ini datang-datang bikin kaget saja, dari mana saja sih?" gerutu Gray bertanya.
"Berkeliling rumah ini, dan aku menemukan sesuatu yang cukup merepotkan mu nantinya" Djin menyeringai menampakan deretan gigi setajam silet.
"Apa?"
"Bukan apa tapi siapa, dia berdasarkan legenda masyarakat Barat, beberapa cerita ia adalah seorang penyihir jahat, cerita lainnya dia dibunuh kekasihnya sendiri dan menyimpan dendam ratusan tahun lamanya, seringkali anak-anak memainkan permainan untuk memanggil dirinya. Cukup bermodalkan cermin kamar mandi, kran yang diputar, lampu yang dimatikan dan panggil namanya."
Gray melotot paham, ia sepertinya tahu apa yang dikatakan Djin. "Apakah itu dia?!"
"Yeah, lawan mu kali ini adalah Bloody Marry, ujar Djin.
------
boleh ngemis bintang🙂🙂
------