"Apa tidak apa-apa meninggalkan mereka berdua begitu saja?" tanya Robert khawatir, ketika dia dan Gray berada di dalam taksi.
"Tak masalah, lagipula aku meninggalkan pedangku di sana, rumah itu sudah aku proteksi dengan pertahanan iblis tingkat tinggi. Nyonya Gebi dan Helena pasti baik-baik saja, percaya padaku," ujar Gray santai, wajahnya ditutupi dengan topi, dia masih jetlag setelah penerbangan kemarin.
"Lalu, bagaimana kalau kita yang diserang?!" tanya Robert lagi.
Gray menyingkirkan topinya, memelototi Robert. "Kau ini bukan manusia, dan aku exorcist setara Master. Kita berdua adalah lelaki, paham?" balasnya tak sabar.
Robert mengangguk mengerti, walau dia merasa was-was.
Taksi yang mereka tumpangi menelusuri pinggiran Kota Exriver yang penuh dengan hutan hujan tropis dan ladang gambut, rumah di sini tidak terlampau padat, dan udaranya masih segar dibanding kota asal mereka berdua.
"Sayang sekali, daerah seindah ini rusak oleh kerakusan umat manusia, pinggiran hutan yang masih hijau tapi tengah hutan dihancurkan dengan dalih meningkatkan ekonomi warga," gerutu Gray, kesal.
"Apa ini yang menyebabkan setan-setan itu menganggu manusia?" Robert bertanya penasaran.
"Bisa jadi, daerah kekuasaan mereka direbut paksa oleh manusia, aku pikir wajar jika mereka mulai menyerang manusia, yah balas membalas ini takkan selesai sampai salah satu dari keduanya mengakui kesalahan, walau di sini pihak dari manusia lah yang bersalah," tukas Gray panjang lebar.
"Kau berbicara seperti itu seakan kau bukan dari umat manusia saja," gelak Robert lantas tertawa.
Gray hanya bisa nyengir, dan terdiam.
"Jadi kalian ini pengusir setan?" tanya Sopir Taksi tiba-tiba, matanya melirik ke belakang melalui spion tengah.
"Ya," jawab Gray pendek.
"Begitu, pasti kalian ada hubungannya dengan keberadaan Kuyang maupun Banaspati yang meresahkan warga kota akhir-akhir ini," kata Pak Sopir itu lagi.
"Tentu, ada apa, Pak?" kali ini Robert yang menjawab dan bertanya balik.
"Ah enggak, cuma sebaiknya kalian berhati-hati, apalagi Kuyang itu sebenarnya manusia biasa yang menganut ilmu hitam, bisa jadi orang-orang di sekitar kalian itu adalah Kuyang yang kalian cari," kata Pak Sopir itu mengakhiri pembicaraan karena taksi mereka sudah sampai tujuan di depan gang kecil di pinggiran kota.
"Terima kasih," kata Robert membayar uang jasa pada taksi itu.
Kedua sahabat itu lantas menyusuri gang kecil itu, dan masuk ke area rumah sederhana yang seluruhnya terbuat dari kayu.
"Permisi!" kata Gray setengah berteriak sambil mengetuk-ketuk pintu rumah.
Setelah mengulang-ulang mengetuk pintu, akhirnya pintu dibuka oleh seorang pria tua botak berperut tambun, usianya sekitar akhir 60-an tahun. Awalnya raut wajah pria ini tampak ingin marah, namun melihat siapa yang datang ke rumahnya, dia pun berseru kegirangan.
"Gray! Sudah lama sekali kita tak berjumpa, masuk-masuk!" seru pria itu bersemangat
Kedua sahabat itu pun masuk dan duduk di kursi kayu ruang tamu.
"Apa kabar?" tanya Pria Tua itu.
"Cukup baik untuk menengokmu lagi, Pak Tua" jawab Gray setengah bercanda. "Kau semakin tau rupanya sejak terakhir kita bertemu dulu, apa kau masih membuka praktek pengobatan?"
"Tentu, mengobati orang lain, membantu mengembalikan senyum mereka membuatku bersemangat menjalani hidup ini" ujar Pak Tua itu cerah. "Apa kau hanya menengokku, atau kau sedang sakit?"
"Tidak," kata Gray menggelengkan kepala. "Tapi, kuingin kau mengontrol rasa haus darah pada vampir sebelahku ini," Gray menunjuk pada Robert yang dari tadi mengamati rumah Pak Tua yang terasa aneh baginya itu.
"Gray..." Robert gelagapan, sebab Gray membuka identitas aslinya begitu saja.
"Tidak apa-apa, dia ini dulu pernah menjadi salah satu Master spesialis pengobatan ordo," kata Gray enteng menjelaskan.
"Ya, aku 20 tahun berada di ordo, sebelum akhirnya terlalu lelah dan memutuskan pensiun," kata Pak Tua itu tampak letih. "Oh ya aku belum memperkenalkan diriku, namaku Djatta, orang sini biasa memanggilku Balian Djatta, mantan Master divisi pengobatan Ordo Exorcist. Salam kenal,"
"Aku Robert, yah... Anda sendiri sudah tahu siapa saya, tapi saya teman dari Gray," tukas Robert kikuk.
"Jadi kau vampir, aku sepertinya masih memiliki bahan ramuan itu, nanti akan kuberikan padamu, itu akan membantumu mengontrol rasa hausmu akan darah selamanya," kata Balian Djatta, lalu dia berpaling kepada Gray lagi. "Kupikir selain ini, kau ada masalah lain sampai repot jauh-jauh datang kemari, apa ini ada kaitannya tentang Kuyang dan Banaspati, Gray?"
Gray mengangguk, duduk bergeser agak mendekat ke Balian Djatta.
"Begitu, aku tak bisa banyak membantu soal itu, karena aku sendiri bukan penganut metode ilmu sihir, tapi jika soal Kuyang dan Banaspati aku bisa memberimu informasi soal kedua setan itu," ujar Balian Djatta.
"Apa itu?"
"Kuyang sendiri adalah manusia yang ingin mendalami ilmu hitam untuk mencapai kehidupan abadi dan awet muda, mereka sering kali memposisikan menyerang ibu-ibu hamil, memakan anak dalam rahim mereka dan menyedot habis darah ibunya hingga mati. Sementara, Banaspati adalah manusia api, mereka murni dari bangsa jin jahat, berjalan dengan kedua tangan di bawah dan kaki di atas, mampu menyemburkan lidah api, dan sama dengan Kuyang, dia juga haus akan darah manusia," ungkap Balian Djatta panjang lebar.
"Begitu ya, aku benar-benar buta akan kedua lawanku kali ini," tukas Gray.
"Ya, dan soal Kuyang waspadai orang terdekat korbanmu, mungkin saja dia berada di antara mereka," tambah Balian Djatta.
"Hmm, begitu. Akan kuingat baik-baik informasi penting ini," balas Gray merenung
"Aku akan membuat ramuan untuk temanmu, karena kau harus selalu berada di dekat korban," kata Balian Djatta beranjak dari kursinya dan masuk ke ruangan praktek pengobatannya.
"Aku baru tahu ordo memiliki divisi pengobatan," Robert menggaruk-garuk dagunya yang gatal.
"Sebenarnya sejak serangan besar-besaran iblis di abad pertengahan, ordo mulai mendirikan divisi ini, tapi karena perang sudah tidak ada lagi, mereka digunakan sebagai pengobatan pasca trauma serangan setan yang masih terjadi," jelas Gray lantas menguap lebar-lebar.
Tak lama ramuan dari Balian Djatta telah selesai dibuat, tabib itu meminta Robert meminum satu gelas penuh sebelum keduanya pamit pulang. Robert merasakan bau dan rasa aneh dari ramuan itu yang anehnya lagi, terasa hangat dan nyaman di perutnya.
Di perjalanan pulang, gawai Gray bergetar memperlihatkan Helena menghubungi dirinya lewat aplikasi chat.
"Gray, pedangmu bergetar sejak tadi, aku tak tahu kenapa, tapi kuharap kau cepat pulang," pesan Helena terdengar cemas.
Gray hanya mengetik dan membalas "10 menit lagi aku sampai."
Sesampainya di rumah klien, Gray dan Robert langsung disambut Helena dan Gebi, nama nyonya pemilik rumah. Keduanya tampak pucat dan ketakutan.
Gray mengambil pedangnya dan memeriksa, dia tahu sebuah mantra hitam menghantam pedangnya, dia menduga ini untuk mengecek pertahanan rumahnya.
"Apa kalian tidak apa-apa?" tanya Robert khawatir, memandang bergantian antara Helena dan Gebi.
"Tidak, kami baik-baik saja, cuma agak syok melihat pedang Gray bergetar hebat," jawab Helena khawatir.
"Aku ingin bertanya beberapa pertanyaan kepadamu," kata Gray tiba-tiba kepada Nyonya Gebi.
"Apa?"
"Duduklah"
Keempat orang itu duduk bersama di ruang tamu.
"Langsung saja ke pokok intinya, apa kau pernah melihat atau setidaknya mendengar beberapa perempuan cantik yang memikat hati laki-lali di daerah sini beberapa hari ini? Dan, mungkin perempuan ini baru saja pindah ke daerah ini?" tanya Gray langsung ke intinya.
"Ada tiga orang kurasa, semuanya cantik dan menarik, mereka juga pindah ke sini dalam waktu dekat ini, walau tidak bersamaan," jawab Nyonya Gebi
"Siapa saja mereka? Bisa kau sebutkan ciri-ciri aneh mereka padaku?" tanya Gray lagi.
"Bisa, pertama Dewi, dia perempuan cantik, janda walau masih berusia pertengahan dua puluh tahun, agak genit dan pernah menggoda suamiku, kudengar dia dua kali menikah, dan dia sangat menyukai anak kecil. Lalu, ada Kunti, single, pegawai bank, cantik dan muda, tapi agak pendiam dan sering pulang larut malam, beberapa pemuda sini sering menggoda dia, dan dia juga pernah menjadi korban pencabulan sewaktu SMA. Terakhir Mina, istri dari sopir suamiku, awalnya dia tinggal di Jawa, namun sekarang mengikuti suaminya, dia ibu rumah tangga, sangat cantik dan kudengar dia dulu pernah keguguran," ungkap Nyonya Gebi.
Gray memikirkan ketiga orang yang disebut itu, dan merenung dalam-dalam, selang beberapa menit cengiran lebar menghiasi wajahnya.
"Aku tahu siapa Kuyang ini dalam bentuk manusianya..."
-----
tinggalkan jejak
💫💫💫
------