Chereads / Exorcis / Chapter 13 - Chapter 13

Chapter 13 - Chapter 13

"Benarkah kau sudah tahu siapa dalang dibalik Kuyang ini, Gray?" tanya Helena.

"Mungkin," kata Gray, kedua bahunya terangkat ke atas.

"Katamu tadi sudah tahu, gimana sih," tuntut Helena tak sabar.

"Ya walaupun dia tahu, setidaknya kita harus melakukan penyelidikan ke tempat terduga," sambar Robert gelisah.

"Yep, mungkin besok kita bertiga akan bertamu kepada mereka," ujar Gray.

Helena terkesiap, dia saling bertukar pandang dengan Nyonya Gebi, dan berkata lagi kepada Gray, "bertiga? Maksudmu, aku, kau, dan Robert. Kau akan meninggalkan Nyonya Gebi sendirian?"

"Aku tak pernah bilang meninggalkan dia sendirian," balas Gray tajam.

"Lalu, siapa yang kau..."

"Yoo, selamat sore bocah-bocah sialan..."

Suara yang familiar di telinga mereka memotong pembicaraan antara Helena dan Gray, Djin si kucing hitam berjalan pelan melalui pintu rumah.

"Oh ya Nyonya, dia adalah Djin, kucing peliharaan sekaligus guruku, selama ada dia tak akan ada yang sanggup menyerang dirimu selama kutinggalkan besok," ungkap Gray menjelaskan ketika melihat raut muka Nyonya Gebi yang mulai berubah takut, sebab dia pertama kali melihat kucing yang bisa berbicara.

"A-pa di-a animagus?" tanya Nyonya Gebi terbata-bata.

"Animagus?" Gray memiringkan kepala, bingung.

"Itu istilah di novel ciptaan J.K. Rowling, semacam manusia yang bisa berubah menjadi binatang tertentu," kata Robert disambut anggukan setuju dari Nyonya Gebi.

"Oh, bukan... Dia memang kucing aneh," desah Gray mengangguk-angguk, walau wajahnya tampak seperti orang bloon.

Djin mengerang marah mendengar ucapan Gray yang mengejek dirinya kucing aneh, seketika bulunya menegang.

"Kau tak boleh meremehkan hanya karena bentuknya tak setangguh yang kau pikirkan," gerutu Djin kesal.

Helena dan Nyonya Gebi bergidik ngeri, sementara Robert menutupi wajahnya dengan bantal karena merasakan aura yang aneh pada kucing itu. Gray seperti biasa, tertawa dengan keras.

"Jadi, siapa Djin ini sebenarnya?" bisik Helena kepada Gray yang mengusap air mata akibat terlalu berlebihan tertawa.

"Apa kau tahu Dewa Bast dalam mitologi Mesir kuno?" Gray bertanya balik.

"Yeah, Putri dari RA, sang Dewa Matahari, kan?" jawab Helena tak yakin, lalu sesuatu seperti menyalakan lampu di otaknya. "Maksudmu dia ini Bast? Bast! Dewa Kucing, peliharaan RA yang pernah bertarung melawan ular ibilis, Aphopis?!" Helena terperangah tak percaya.

"Itu benar sekali!" ucap Gray tertawa lagi.

"Bukan!" bentak Djin. Semua yang ada di dekatnya beringsut seolah mengecil, kecuali Gray yang masih tertawa. Lalu, dia melanjutkan perkataannya. "Aku ini bukan Bast, tapi keturunan dari Bast, tepatnya aku ini anaknya selain si Khonsu. Jika Khonsu adalah Dewa Bulan, maka aku ini Iblis Bulan"

"Iblis? Jadi kau ini Iblis?!" Robert cukup kaget mendengar informasi ini.

"Jika kau ini iblis, bagaimana mungkin kau akan menjaga manusia dari gangguan iblis lain?!" desah Helena tak percaya.

"Tenang, dia ini bukan iblis sembarangan, dulu dia salah satu letnan dari Seth ketika para dewa memerangi Apophis," jelas Gray masih terlihat menahan tawa.

"Tunggu dulu, aku sedikit membaca tentang mitologi dari berbagai negara, kupikir Bast itu Dewi perawan layaknya Artemis atau Athena," sahut Nyonya Gebi. "Bast bukan Dewa pelindung wanita hamil,"

"Tepat sekali, tapi apa kau tahu kalau Athena juga melahirkan anak-anak pahlawan tanpa berhubungan badan dengan pria?" Gray balik bertanya.

Nyonya Gebi mengangguk sepakat.

"Nah seperti itulah dia, lagipula dia memang memiliki kekuatan untuk melindungi wanita hamil kok, sebab ayahnya adalah, Dewa Bast," Gray mengakhiri pembicaraannya.

Helena terkejut sampai mulutnya terbuka.

"Begitukah, syukurlah kalau begitu, terima kasih atas bantuanmu Tuan Djin," puji Nyonya Gebi mendesah lega, menyentuh dadanya.

"Bukan, dia bukan laki-laki, dia ini perempuan," koreksi Gray.

Helena, Robert, Nyonya Gebi saling bertukar pandang tak percaya. Sebab suara Djin terdengar berat dan seperti laki-laki dewasa.

"Djin, berubahlah" perintah Gray malas, melambaikan tangannya.

"Aku malas," jawab Djin pendek, bergelung di atas keset.

Gray tampak sebal perintahnya ditolak oleh Djin, "baiklah, kau takkan kubelikan makanan kucing lagi, dan kau akan kuberikan makanan manusia saja, sisa-sisa dariku"

Mendengar hal itu, telinga Djin terangkat ke atas, dia hanya menggerutu "cih".

Tubuh Djin mendadak berdenyar, bercahaya menyilaukan. Lalu, tadinya di tempat itu terdapat seekor kucing hitam berbulu tebal, kini berdiri wanita seperti di zaman Firaun, memakai eyeshadow berwarna hijau dan biru serta eyeliner kohl berwarna hitam. Di kedua pinggangnya terselip belati berbentuk identik. Dan, ia memakai gaun tunik dari linen selutut yang dijahit ketat, serta bertelanjang kaki.

"Namaku Syahba, siap melayani Anda," Syahba menunduk anggun memberi penghormatan, suaranya merdu tapi juga terdengar tegas dan berirama.

Ketiga orang itu terpana tanpa berkedip melihat Syahba, Robert seperti serigala lapar, Helena tersenyum seperti orang bodoh yang melihat idolanya, dan Nyonya Gebi pun tak luput bergumam pelan, "aku harap anakku memiliki pasangan seperti dia kelak," sembari mengelus-elus perutnya yang besar.

Gray heran melihat tingkah mereka bertiga yang seakan terhipnotis oleh Syahba. "Hei, jangan tertipu oleh penampilannya dia ini sudah berusia ribuan tahun!"

"Dia sangat cantik," puji Robert menatap liar.

"Menawan," timpal Helena terpesona.

"Sexy," tukas Nyonya Gebi tersipu.

"Ini harus dihentikan..." gerutu Gray tak percaya.

Syahba menggelengkan kepalanya dengan genit. "Biarkan saja..."

"Kembalilah jadi kucing liar, atau mereka akan terus seperti ini!" perintah Gray serius.

Syahba berjalan mendekati Gray, dia mengelus pipi pemuda itu dengan jarinya, berbisik lembut menggoda di dekat telinga Gray. "Bukankah aku lebih sexy dengan tampilan seperti ini?"

"Yaa, teruslah seperti ini, atau kau tak ubahnya seperti Succubus," ejek Gray mencibir.

Ekspresi di wajah Syahba berubah masam. "Suatu hari lihat saja, kau akan bertekuk dihadapanku, putra..."

Gray memberi lirikan tajam, membuat Syahba menutup mulut menghentikan omongannya, dan menjulurkan lidah dengan genit. Beberapa detik kemudian dia berubah kembali menjadi Djin si kucing jantan.

Ketiga orang itu pun terkesiap, dan tersadar kembali, sementara kucing hitam itu menguap, melompat ke atas sofa dan bergelung tidur.

"Aku percaya dengan kucing itu, dan besok kita memulai penyelidikan kepada tiga orang yang kita curigai sebagai siluman itu," ucap Helena lantas berjalan ke kamar bersama Nyonya Gebi.

"Kau jangan lupa meminum ramuan tadi," bisik Gray kepada Robert, disambut anggukan penuh semangat dari vampir itu.

Sehabis minum ramuan dari Balian Djatta, ada sedikit perubahan pada warna kulit wajahnya, tadinya seperti vampir pada umumnya, putih pucat. Sekarang tampak lebih berwarna layaknya manusia biasa. Robert pun tampak senang dan menonton tv di belakang sampai ketiduran.

Sementara itu, Gray membenamkan dirinya membaca buku bersampul coklat emas dengan tulisan timbul semerah darah, dia tampak berkonsentrasi, sesekali tangannya yang bebas membelai lembut Djin yang tidur di sampingnya.

Malam itu sepertinya akan berlangsung normal tanpa ada kejadian menarik, namun itu hanya angan-angan sebagian orang.

Beberapa pemuda desa berkumpul di pos kamling tak jauh dari rumah klien Gray. Mereka bersenandung diiringi petikan gitar, lainnya bermain kartu ditemani kopi hitam dan rokok yang mengepul.

Seorang di antara pemuda itu mendapatkan bunyi telepon dari pacarnya, dia pun memisahkan diri sebentar dari teman-temannya, dan duduk di atas tembok rendah pagar rumah.

"Iya, besok ya aku ajak jalan-jalan..."

"Serius?"

"Iya Sayang, aku janji seharian bakal sama ka..." Pemuda itu tak sempat menyelesaikan kata-katanya, ketika di atas langit malam, kobaran api besar terbang rendah menuju selatan. Dia berteriak ketakutan.

"Aaaaaaa...."

Helena keluar dari kamar tidur, dia melihat Gray sedang membaca sesuatu.

"Kau baca apa?"

Gray melirik ke arah Helena. "Hanya bacaan kecil pengantar tidur saja," katanya.

"Ooh, sepertinya menarik, boleh aku pinjam nanti?"

Djin tiba-tiba terbangun dari tidurnya, bulu-bulunya tegak seperti sedang terancam. Gray melompat dari sofa berlari ke kamar dan balik mengambil pedangnya.

Helena pun merasakan bulu kuduknya berdiri, tegang. Dia melihat di luar ada nyala api yang besar.

"Helena! Bangunkan Robert, kalian berdua lindungi Nyonya Gebi!" perintah Gray serius.

Tanpa banyak tanya, Helena mengangguk menuju ke tempat Nyonya Gebi.

Sementara Gray dan Djin keluar rumah dan menghadapi lawan mereka.

"Oh... Ini wujudmu itu," gumam Gray mencabut pedang dari sarungnya, di depannya sesosok manusia api yang berdiri dengan tangan dan kakinya di atas menatap seolah ingin menyantap dirinya.

"Bosmu tak berani ke sini, dan malah mengirim peliharaannya yang lemah ini, mari kita lihat seberapa tangguhnya dirimu," tambah Gray berdiri bersiap menyerang, ekspresi wajahnya tampak menikmati pertarungan yang akan dihadapinya.