Dua minggu setelah kejadian yang menghebohkan itu, sekolah kembali dibuka dan kegiatan belajar mengajar kembali seperti sedia kala.
"Ting..tong! Ting tong! Ting tong!" bel tanda masuk telah berbunyi keras, murid-murid yang masih di jalan pun berlarian masuk ke dalam area sekolah, karena khawatir satpam sekolah akan segera menutup gerbang sekolah.
Seorang pemuda berjalan santai, dia tak peduli meski teman-temannya berlarian mendahului dirinya. Meski begitu dia tiba tepat waktu, tepat sebelum gerbang sekolah tertutup.
"Sebaiknya kau cepat masuk, lain kali datanglah lebih awal," kata Satpam Sekolah berdiri di depan gerbang yang nyaris tutup. "Ayo masuk!"
Pemuda itu tersenyum sebagai balasan, mengangguk berterima kasih tanpa suara. Setelah dia masuk, satpam sekolah pun menutup gerbang.
"Aku baru pertama melihat anak itu, apa anak baru, ya?" pikir satpam sekolah heran.
"Fiiuuh, hampir saja terlambat di hari pertama sekolah," pemuda itu berjalan pelan, menyusuri koridor gedung mencari letak ruang kelasnya. "Oh itu kelas 11-3."
Pemuda itu mempercepat langkahnya, dan berhenti tepat di depan pintu kelas. Mengetuknya perlahan, dan seseorang membukanya.
"Ya, ada apa?" kata guru wanita yang sedang mengajar di kelas itu. Dari balik kacamatanya, mata guru itu menelusuri dari ujung kepala hingga kaki pemuda itu, seakan-akan dia sedang menemukan harta karun
Pemuda itu mengernyit tak suka, tapi dia memaksakan diri untuk tersenyum. "Saya murid pindahan dari kota tetangga, di surat yang diberikan oleh pihak sekolah saya dimohon untuk masuk ke kelas ini,"
Pemuda itu mengambil surat dari dalam tas menyerahkannya pada guru tersebut. Guru itu membaca dalam diam, kemudian menyuruh pemuda itu segera masuk ke dalam.
"Anak-anak tolong perhatiannya, hari ini kita mendapat teman baru, silakan perkenalkan namamu," kata guru wanita itu ramah mempersilakan pemuda itu.
"Namaku Gray Aldric, salam kenal dan mohon bantuannya," kata pemuda berambut hitam bernama Gray itu memperkenalkan dirinya.
Murid-murid sekelas tampak diam memperhatikan ketika Gray memperkenalkan diri. Murid cewek menatap tertarik, karena tampang Gray yang memang tampan.
"Baik, silakan kau duduk di pojok belakang sana di dekat jendela."
Gray menempati posisi belakang di dekat jendela, di sebelahnya ada anak laki-laki pendiam, dan di depannya ada anak perempuan yang memperhatikan buku tulisnya, tak memedulikan keberadaan Gray. Beberapa anak mulai berbisik-bisik tentang dirinya, beberapa menganggapnya keren, tampan, dan lainnya menganggap dia hanyalah anak nakal.
Yah, apapun itu Gray tak peduli. Dia bersekolah di tempat ini karena pekerjaannya bukan karena dia ingin. Itu saja alasannya.
Bel istirahat berbunyi, Gray keluar dari kelas langsung menuju kantin, membeli roti isi dan jus jeruk, lalu duduk di pojokan memperhatikan.
"Boleh aku bergabung?" kata pemuda pucat yang Gray tahu adalah teman sekelasnya, duduk di meja sebelahnya.
"Silakan," kata Gray tersenyum ramah.
"Terima kasih," kata pemuda pucat itu lantas mengeluarkan botol minum dari dalam tas yang dibawanya, botol itu berisi cairan merah kental. Dia mencuri pandang ke arah Gray, seakan takut dengan pemuda itu.
"Boleh aku tahu itu darah apa?" tanya Gray bertanya tanpa memandang pemuda pucat itu, sembari memakan roti isinya.
Pemuda pucat itu gelagapan, dia tampak luar biasa terkejut ditanya seperti itu oleh Gray, dan dia tak tahu harus berkata apa.
"Anu.. Ini..."
"Tenang, tak usah takut, aku tau kau ini sejenis vampir, tak ada kejadian pembunuhan di kota ini akibat kehilangan darah. Jadi aku pastikan tidak membunuhmu untuk saat ini, dan tebakanku itu darah hewan atau darah yang kau beli dari rumah sakit atau klinik," ujar Gray panjang lebar, lantas tersenyum kepada pemuda itu.
"Si-siapa kau ini?!"
"Hanya seorang siswa sekolah," tukas Gray pendek. "Oh ya siapa namamu? Berapa usiamu?"
"Namaku Robert, aku sudah berusia 240 tahun," kata siswa itu mengenalkan dirinya.
"Masih muda untuk ukuran makhluk sepertimu, jadi kau diubah saat masih SMA?"
"Benar, waktu itu aku pulang dari sekolah, ada tunawisma yang kesakitan di jembatan penyeberangan, kupikir dia butuh pertolongan, tak tahunya malah menggigit pergelangan tanganku, dan beginilah akhirnya,"
"Ah bukan keturunan asli. Hal itu pasti sulit, dan kenapa kau tidak mengisap darah manusia?"
"Awalnya memang begitu, tapi meski diriku sudah menjadi iblis, tapi pikiran dan hatiku masih seorang manusia, aku tak ingin berbuat jahat itu saja,"
"Hmm, begitu ya..."
"Nggg..."
"Ya?"
"Apa kau Exorcist?"
"Apa aku terlihat seperti itu?"
"Tidak," timpal Robert cepat-cepat tak yakin.
Gray tertawa. "Kau ini hidup sudah begitu lama masih saja kikuk. Aku memang exorcist, tujuanku ke kota ini karena kudengar ada sesuatu hal gaib yang menyerang setiap malam," jawabnya dengan nada serius.
"A-apa itu ada hubungannya denganku?" Robert agak ketakutan.
"Tidak, walau kau makhluk pengisap darah aku tidak akan menyakitimu sepanjang kau tidak menyakiti manusia," jelas Gray bijak.
Robert mengembuskan napas panjang, merasa lega. Tapi dia masih penasaran, namun tak berani bertanya lagi, dan meminum darah dari botol minumnya dalam keadaan diam.
"Siapa gadis itu?" tunjuk Gray tiba-tiba.
"Oh, Helena Almyra, kau tahu? Dia sekelas dengan kita," jawab Robert bersemangat.
"Aku tahu dia sekelas dengan kita," Gray masih memperhatikan gadis itu, matanya menatap tajam.
Bel istirahat usai telah berbunyi. Anak-anak kembali masuk ke dalam kelas. Gray berkata kepada Robert untuk tidak menunggunya, karena dia ingin ke kamar mandi dulu.
Setelah dari kamar mandi, Gray berjalan menuju kelas, namun di tengah jalan langkahnya dihentikan oleh guru wanita tadi.
"Nak, bisakah kau ikut denganku sebentar?" tanya guru itu.
"Ya Bu Yola, tapi aku ada pelajaran sekarang bisakah menunggu setelah pulang sekolah nanti?" harap Gray setengah memohon.
"Baiklah, aku cuma ingin bertanya apa kau senggang malam ini? Jika iya, bisakah kau membantuku menyiapkan tugas praktek untuk pelajaran kita esok hari?" Bu Yola mengedipkan sebelah matanya, gesturnya tubuhnya pun sedikit nakal.
Dalam pandangan Gray, guru ini masih tampak begitu muda, cantik, seksi, dan tipe yang ingin dijadikan pasangan oleh pria mana pun di dunia. Itulah mengapa sebabnya dia..
"Maaf, aku tak bisa Bu, mungkin kau bisa meminta tolong siswa lainnya," tutur Gray tanpa ada rasa bersalah.
"Kenapa?"
"Saya ada sedikit pekerjaan nanti malam,"
"Kerja sambilan?"
"Bisa dibilang seperti itu,"
Bu Yola bersedekap, nampaknya dia tak ingin menyerah begitu saja, dia masih berusaha untuk mengajak Gray nanti malam.
"Yah kalau ibu memaksa, baiklah saya akan membantu Anda malam nanti," kata Gray akhirnya mengalah.
Senyum merekah di bibir merah Bu Yola, "tidak hanya wajahmu yang tampan, tapi kau juga memiliki hati yang baik Gray," puji Bu Yola.
"Terima kasih, " balas Gray pendek. "Ah ya, dan sebaiknya Anda memberikan hadiah padaku nanti, karena ini di luar jam sekolah,"
"Tenang saja, kau pasti akan mendapatkan lebih," balas Bu Yola tersenyum menggoda. "Kalau begitu sampai jumpa nanti malam,"
Keduanya berpisah berjalan ke arah yang berbeda.
"Sepertinya aku akan mendapat jiwa muda yang segar, aku sangat tidak sabar menantikan malam ini," batin Bu Yola menggigit bibirnya.
"Succubus bodoh, aku sudah tahu kalau kau sering memakan jiwa-jiwa siswa maupun guru di sekolah ini, sepertinya nanti malam aku bisa sedikit bermain-main dengan iblis cantik itu," batin Gray tersenyum.
Hari itu berlalu cepat, tak terasa siang hari yang terik, berganti malam yang dingin dan gelap gulita.
Gray sedang bersiap di kamar apartemennya untuk menemui Bu Yola di sekolah.
"Hati-hatilah, sekali kau tergoda kau akan jatuh ke dalam jebakannya, Gray,"
"Aku tahu, seandainya aku terjatuh pun aku hanya akan bermimpi indah, dan jiwaku hanya terisap sedikit, itu tak membahayakan diriku sama sekali," gumam Gray riang.
"Itu semua hanya dalam pikiranmu, karena aku tahu kemampuanmu sesungguhnya,"
"Terima kasih, aku benar-benar terharu mendengarnya, Djin,"
Setelah itu, Gray pergi dari apartemennya sambil menyandang tongkat panjang berselimut kain merah. Dia pun bersiap untuk bertemu dengan Bu Yola.