Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Little Devil Made Me A Beast

🇮🇩wpuniverse
--
chs / week
--
NOT RATINGS
16.1k
Views
Synopsis
Kisah seorang pria sukses bernama Andra Anggara yang terganggu karena bayang-bayang masa lalu yang masih menghantuinya. Sehingga ia berusaha keras untuk melupakan masa lalu itu dengan cara yang salah, lambat laun menggerogoti dirinya sendiri hingga Andra mengidap penyakit yang bernama Graves. Ramona selaku asisten pribadi di perusahaannya adalah sosok wanita yang paling dekat dengannya, ia lah yang berusaha untuk mengingatkan hal-hal positif sekaligus seorang teman untuk mecurahkan segala keluh kesahnya. Namun disaat Ramona mengetahui sisi lain dari Andra yang sebenarnya, ia mulai resah bahkan ketakutan, sebab sisi lain dari Andra ini mengingatkannya tentang masa lalu kelamnya ketika bertemu dengan seorang predator.
VIEW MORE

Chapter 1 - Ada apa dengan Andra?

"Damn." Bisik Andra tak sengaja sambil mengendarai mobilnya.

"Ada apa?" Tanya si wanita imut berambut merah yang duduk di sebelahnya.

Andra tak menjawabnya, namun kedua mata Andra yang menatap tajam ke arah taman bunga itu lah yang memberikan jawabannya.

"Ada apa dengan taman bunga itu? Apa disana tempat favorit kalian dulu?" Celetuk wanita itu.

"Bukan apa-apa, lupakan saja." Balas Andra dingin.

"Bagaimana jika kita ke taman bunga itu sekarang?"

Andra menghentikan mobilnya secara mendadak. Ia menggenggam erat kemudinya seolah menahan emosinya.

"Untuk apa kita kesana?!"

"Apa yang tuan takutkan dari taman bunga itu? Itu hanya taman bunga. Kita bisa istirahat sejenak disana tuan."

Dengan berat hati Andra turun dari mobilnya lalu menuju ke taman itu, di ikuti dengan Ramona, wanita berambut merah itu.

Sesampai disana, Andra menyentuh salah satu bunga di taman itu. Bunga lily. Ramona tak sengaja melihat Andra meneteskan air matanya pada saat membelai lembut bunga itu.

"Ia sangat menyukai bunga ini. Bahkan ia selalu memetiknya diam-diam tanpa sepengetahuanku. Aku baru mengetahuinya saat aku mengantarkannya ke rumah. Ia menyesal ketika melihat bunga itu layu di tangan kecilnya. Tak lama kemudian ia menangis. Bukan karena aku memarahinya, justru aku berkata padanya, bunga ini indah sepertimu jika ia tumbuh subur di tamannya. Lalu ia memelukku dengan erat. Sejak itu lah ia tidak pernah memetik bunga ini lagi."

Tak sengaja air mata Andra mengalir membasahi pipinya ketika menceritakan itu. Walaupun wajah tampan tangguhnya itu seolah menutupi semuanya, namun Ramona tahu bahwa ia sangat sedih ketika mengingat masa lalunya.

"Siapa namanya?" Tanya Ramona.

"Luna."

"Nama yang bagus, lalu...dimana dia sekarang?"

"Aku tidak tahu, ia tiba-tiba saja menghilang tiada kabar sejak aku bermasalah dengan ibunya."

"Tuan Andra, saya mohon maaf sebelumnya, jika memang Luna ini menyayangi tuan melebihi siapapun, pastinya ia tidak akan meninggalkan tuan begitu saja. Justru ia akan merasa berat dan mencari tuan Andra kemana pun tuan Andra pergi. Jadi, apa tuan masih yakin jika Luna ini menyayangi tuan Andra? Lagipula masih banyak wanita disini yang mungkin lebih baik darinya."

Andra menatap tajam padanya.

"Ma...maaf tuan, aku hanya berusaha membantu tuan Andra, selaku asisten anda. Karena aku tidak tega melihat tuan seperti ini."

"Kita pergi dari sini." Lalu pergi dengan langkah kakinya yang lumayan cepat, hingga Ramona hampir kesulitan untuk kembali mendampinginya.

Sepanjang jalan, Andra tak mengucapkan sepatah kata pun. Sesekali Ramona mencuri pandang ke arahnya, namun Andra tetap saja fokus ke depan saat megendarai mobilnya, hingga sampai di gedung perusahaannya, AlCorp.

Andra melempar kunci mobilnya begitu saja ke arah security disana, lalu masuk ke dalam gedung. Sementara Ramona masih saja kalah cepat dengan langkah kaki Andra di belakangnya.

Sesampai di ruangan kantor, Ramona mencoba untuk mendinginkan suasana.

"Tuan...apa mau saya ambilkan sesuatu? Minuman atau makanan mungkin?"

"Biarkan aku sendiri dulu." Jawab Andra dingin.

"Baik tuan, hubungi saya jika ada perlu, permisi."

Setelah Ramona keluar dari ruangannya, Andra membuka laci yang awalnya terkunci, kemudian mengambil sebuah foto. Kedua mata Andra berkaca-kaca. Ingin sekali ia merobek foto itu namun terasa sangat berat baginya.

Diletakkan lah kembali foto itu ke dalam lacinya, lalu menguncinya kembali.

Sementara Ramona masih saja penasaran akan apa yang terjadi pada Andra sebenarnya. Ramona memang selalu penasaran dengan Andra, semata-mata karena tidak tega melihat atasannya selalu termenung dan terdiam dan juga selalu ingin sendiri ketika ada suatu masalah. Ia selalu memberikan saran dan masukan yang positif untuk Andra dan sama sekali tidak mengharapkan imbalan apapun meski sudah 5 tahun lamanya bekerja sebagai asisten Andra di perusahaan AlCorp.

Ramona memang lain dari yang lain, terkadang perbedaannya itu sempat membuat beberapa karyawan disana iri padanya. Banyak yang mengiranya penjilat dan juga kamera berjalan untuk mengawasi kesalahan-kesalahan para karyawan. Padahal nyatanya tidak, sama sekali tidak. Niat Ramona disana hanya niat murni bekerja demi menghidupi adik-adiknya yang masih sekolah.

Beberapa jam kemudian, Ramona merasa janggal ketika melihat pintu ruangan kantor Andra tidak terbuka sama sekali sejak ia meninggalkan ruangan itu. Ia mencoba untuk memeriksanya, ternyata pintunya terkunci rapat.

Ramona mulai panik dan cemas, lalu bertanya kepada seluruh karyawan disana tentang keberadaan Andra, tapi sayangnya tidak ada yang tahu dimana Andra. Terakhir ia bertanya pada security di luar gedung.

"Permisi, pak, kelihatan tuan Andra?"

"Ia pergi dengan mobilnya sekitar 2 jam yang lalu, tapi ia tidak menyebutkan tujuannya."

Lalu Ramona bergegas untuk mencari keberadaan Andra dengan sepeda motornya. Sebab hanya ia yang tahu tempat tujuan Andra ketika Andra sedang bermasalah. Sebuah club penari striptis.

Sesampai disana, Ramona sempat dicegah oleh beberapa tim pengamanan bertubuh besar dan kekar.

"Saya ingin bertemu dengan tuan Andra."

"Kau ini siapa?!" Tegas salah satu tim pengamanan itu.

"Saya asistennya."

Mereka mulai berbisik mebicarakan sesuatu, lalu melanjutkan perkataannya.

"Tunggu sebentar." Kemudian salah satu dari tim pengamanan itu masuk ke dalam.

Ramona mulai tidak nyaman ketika tim pengamanan menatapnya tajam, ia segera mengalihkan pandangannya itu dari mereka. Tak lama kemudian, salah satu tim pengamanan tadi kembali.

"Tuan Andra tidak ingin menemuimu, sekarang pergilah!"

"Apa?! Tapi saya ada keperluan dengannya, biarkan saya masuk!"

"Ini perintah langsung darinya, tuan Andra menyuruhmu pergi dari sini!"

Ramona mengabaikan perkataan mereka dan tetap memaksa untuk masuk ke dalam.

"Hei! Ada apa ini?!" Teriak Andra yang tiba-tiba keluar dari tempat itu.

"Tuan Andra." Seluruh tim pengamanan menunduk padanya.

"Ramona? Apa yang kau lakukan disini?" Lanjut Andra dengan kondisi mabuk berat sembari meneguk sebotol bir.

"Tuan, saya mohon jangan seperti ini."

"Hanya ini yang bisa membuatku melupakan semua tentang Luna. Ayolah, beri aku sedikit kebebasan untuk itu."

"Tapi tidak seperti ini, tuan. Ini malah akan menyakitimu secara perlahan."

"Pergilah Ramona, aku rasa tempat ini tidak cocok dengan gayamu."

"Baiklah, saya akan menunggu tuan di luar, sampai tuan selesai."

Tim pengamanan mulai membicarakan mereka berdua dengan nada pelan.

"Hei, jangan mengira aku tidak mendengar itu, dia bukan kekasihku, kalian harus tahu itu! Tidak mungkin aku mau menjadi kekasihnya, hahaha..." Lalu kembali masuk ke dalam dengan langkahnya yang sempoyongan.

Ramona terpaksa menunggu Andra di sepeda motornya hingga tertidur pulas saking lamanya menunggu.

Keesokkan harinya, tiba-tiba ia terbangun dan sudah berada di kamar tidurnya. Ia sangat terkejut, sampai akhirnya Ramona melihat sebuah pesan dari Andra di handphonenya.

"Maafkan aku soal semalam, ambil lah libur hari ini sebagai gantinya."

Bukannya merasa senang setelah membaca pesan itu, justru Ramona merasa geram terhadap Andra.