Chereads / Little Devil Made Me A Beast / Chapter 7 - Kebenaran yang terungkap

Chapter 7 - Kebenaran yang terungkap

Tiba-tiba Handphone Andra berdering saat ia mengendarai mobilnya. Andra pun segera menerima telepon yang ternyata dari David.

"Bagaimana?" Tanya Andra sedikit tegang.

"House of Bunnies ternyata sebuah tempat prostitusi online, tuan."

"Seriously? Jadi apa menurutmu jika seorang pria paruh baya memberikanku kartu nama itu?"

"Sepertinya ini sebuah undangan, tuan."

"Kau terdengar sama dengan bartender itu, tunggu di depan kantorku sekarang, aku akan segera sampai." Menutup teleponnya lalu menambah laju kecepatan mobilnya hingga beberapa menit kemudian ia sampai di kantornya.

Andra seperti dikejar waktu saat melangkah menuju ke kantornya. Kemudian ia melihat David yang sedaritadi menunggunya di depan pintu kantor.

"Masuklah, David." David pun menurutinya.

"Tutup dan kunci pintunya."

"Baik, tuan." Mengunci pintu kantor.

"Ok, memang seorang pria misterius yang memberikanku kartu nama itu, ia juga sempat mendengar celotehan bodohku saat aku dalam kondisi mabuk berat."

"Tuan, anda minum-minum lagi?"

"Maaf, David, hanya itu yang bisa aku lakukan ketika aku stress, ok? Jadi pahami lah."

"Memangnya apa yang tuan bicarakan saat itu?"

"Sayangnya aku lupa, andai saja aku mengingatnya."

"Masalahnya, tuan, House of Bunnies adalah tempat prostitusi online para remaja, diantaranya masih baru berusia 17 tahun. Jika memang pria itu menawarkan hal itu kepada tuan Andra, berarti semua itu memang ada kaitannya dengan tuan." Jelas David yang membuat Andra sedikit gugup.

"Ehm...mungkin pria itu hanya sekedar menawarkan hal itu pada orang-orang kaya saja, baiklah...lupakan. Kembalilah bekerja, David."

"Baik, tuan, permisi."

***

Tengah malam, hampir pukul 12, Andra mencoba menghubungi nomor yang tertera pada kartu nama tersebut. Seseorang menerima teleponnya dan suaranya juga tidak asing di telinganya. Mirip sekali dengan suara pria yang ia temui di club itu.

"Selamat malam, siapa saja yang menghubungi nomor ini, itu artinya setuju dengan tawaranku. Dengan senang hati aku akan mengundang anda sebagai tamu istimewa disini, aku akan mengirimkan alamatnya lewat share location." Jelas pria misterius itu.

"Siapa kau sebenarnya? Mengapa kau memberikanku kartu nama ini?"

"Hmmm...biar aku tebak, anda adalah seorang pria mabuk yang aku temui semalam, bukan?"

"Ya, dan apa maksudmu memberikanku kartu nama ini?"

"Datanglah ke alamat yang sudah aku kirimkan, dan anda akan menemukan semua jawaban bahkan keinginan anda yang selama ini anda cari."

"Bagaimana aku bisa mempercayaimu? Bagaimana jika kau merencanakan hal jahat padaku? Tidak semudah itu, ok?" Lalu Andra menutup teleponnya.

Beberapa saat kemudian, seseorang mengetuk pintu rumahnya. Namun Andra tidak dengan tangan kosong, ia tetap waspada dengan tongkat golf di genggaman tangannya pada saat menuju ke pintu rumahnya.

Perlahan tapi pasti ia membuka pintunya, ternyata seseorang itu adalah Riana dengan salah satu matanya membiru seperti habis terkena pukulan, serta lengan kanannya yang lebam dan sedikit terluka.

"Ya Tuhan, Riana?!" Andra segera membawanya masuk ke dalam rumahnya.

Kondisi tubuh Riana sangat lemah, Andra menuntunnya ke sofa ruang keluarga lalu mengambil kotak P3K.

"Apa yang terjadi, Riana?!" Tanya Andra sembari mengobati lukanya.

"Kau benar, Andra. Semua yang kau katakan itu benar." Jawab Riana dengan nafasnya yang lemah.

"Siapa yang melakukan ini padamu?!"

"Josh, kau benar soal Josh."

"Dammit! Lihat saja nanti." Bisik Andra.

"Tidak perlu, aku sudah melaporkannya ke polisi, aku juga sudah di visum disana."

"Sendirian? Ke kantor polisi? Mengapa kau tidak menghubungiku, Riana?!"

"Sudahlah, tidak apa-apa, aku kemari hanya untuk tinggal sebentar bersamamu, apa kau mengijinkanku untuk itu?"

"Tentu saja, Riana, kau sudah seperti keluargaku dari dulu, sekarang istirahatlah, ok? Aku bawa kau ke kamarku."

Lalu Andra menuntunnya menuju ke kamar dan tak lupa juga memberikannya obat pereda nyeri sebelum Riana tidur agar tidak merasakan sakit di sekujur tubuhnya.

"Istirahatlah Riana, aku akan tidur di sofa, selamat malam."

"Andra?" Sapa Riana seiring Andra menuju keluar dari kamarnya.

"Ya?"

"Terima kasih."

"Untuk apa?"

"Karena masih menerimaku."

"Jangan seperti itu, Riana, aku sudah bilang, kau sudah aku anggap keluarga sedari dulu, selamat malam." Lalu keluar dari kamarnya.

***

Pagi hari saat Andra akan membangunkan Riana di kamarnya, nyatanya Riana sudah terbangun dan sedang memasak di dapur.

"Maaf, sebenarnya aku ingin membangunkanmu, tapi kau terlalu nyenyak, jadi, aku gunakan dapurmu, memasak sesuatu." Ujar Riana sambil memasak.

"Tidak masalah, Riana, anggap saja rumah sendiri. Seperti dulu." Balas Andra dengan senyuman.

Bayangan masa lalu itu secara tidak langsung datang kembali di hadapannya. Andra teringat kembali akan masa lalunya dimana Riana dan si kecil Luna sarapan bersama di meja makannya.

"Andra?"

Tiba-tiba Riana menyadarkan Andra dari lamunannya.

"Ehm...ya...maaf." Ucap Andra gugup.

"Sarapan sudah siap." Meletakkan masakannya diatas meja.

Mereka berdua pun sarapan bersama.

"Tadi pagi aku menghubungi Luna, aku ceritakan semua yang terjadi." Celetuk Riana seusai sarapan.

"Seharusnya jangan, karena itu semua akan mengganggu konsentrasi kuliahnya disana."

"Tapi Luna harus tahu, karena selama ini Luna percaya dengan Josh. Ia menganggapnya pria yang bertanggung jawab dan ia sangat menyayanginya."

Raut wajah Andra seketika menjadi kelabu setelah mendengar itu semua.

"Memangnya berapa lama kau menjalin hubungan dengan Josh?"

"Saat Luna mulai masuk SMA. Jujur dia sangat perhatian dengan Luna. Segala biaya sekolahnya dan kehidupan kami, Josh yang membiayai semuanya. Tapi sayangnya...ia tidak segera menikahiku, sampai sekarang. Kami hanya berkumpul bersama saja dirumahku."

"Apa?! Jadi selama bertahun-tahun ini kalian bertiga tinggal satu rumah?! Apa kau sudah gila Riana?!"

"Aku sudah mengira bahwa kau akan mengatakan itu, Andra. Lalu bagaimana dengan kehidupan kita yang dahulu? Bukankah sama?"

Andra diam sejenak dan merasa malu pada dirinya sendiri.

10 tahun yang lalu memang benar, Andra pernah tinggal serumah selama beberapa hari bersama Riana dan juga Luna. Sampai akhirnya Riana mengetahui hubungan Andra dan Luna yang sebenarnya, Riana memilih untuk kembali pulang bersama dengan Luna.

"Kenapa? Kau lupakan itu? Aku tidak akan pernah lupakan itu, Andra. Karena hari itu adalah hari yang sangat menyakitkan bagiku." Lanjut Riana.

"Sudahlah, Riana, jangan kau ungkit kembali masa-masa itu." Ucap Andra sedikit emosi.

"Maaf...aku tidak bermaksud..."

"Aku ingin menghirup udara segar di luar." Potong Andra, kemudian keluar dari rumahnya.

Setelah itu Riana menerima telepon dari pihak kepolisian bahwa ia akan menjalani sidang tentang kasus kekerasan yang dialaminya, dan itu akan dilaksanakan esok hari tepatnya pukul 9 pagi. Sementara Josh masih diamankan di penjara kepolisian sampai sidang dilaksanakan.

Riana pun juga menghubungi Luna agar segera meminta surat ijin dari pihak universitas untuk pulang ke indonesia selama beberapa hari untuk menghadiri sidang hingga tuntas.