Saat Andra sedang sibuk dengan pekerjaannya di komputer, tiba-tiba saja seseorang mengetuk pintu dengan ketukannya yang lumayan keras. Andra menengok ke dalam layar CCTV yang terpasang di atas pintu ruangannya. Ternyata seseorang itu adalah Ramona.
"Masuk." Sahut Andra.
Kemudian Ramona masuk ke ruangannya dengan raut wajah kesal.
"Kau tidak membaca pesanku ya? Kau hari ini libur, Ramona."
"Jika tuan Andra menyuruh saya libur, saya akan libur selamanya, setuju?" Mengajaknya berjabat tangan dengan perasaanya yang masih kesal.
"Sepertinya ini ancaman bagiku, hati-hati kau sedang berbicara dengan siapa." Ucap Andra santai.
"Saya berusaha untuk menolong anda kemarin, ingatkah tuan Andra dengan laporan diagnosa anda seminggu yang lalu?"
"Aku rasa itu hanya gertakan dari dokter saja supaya aku bisa beristirahat, dan kau tahu, jika aku istirahat bagaimana dengan perusahaan ini?"
"Mengapa tuan baru memikirkan hal itu sekarang? Kemarin tuan ada dimana? Club Striptis? Mabuk berat? Bagaimana dengan perusahaan ini ketika melihat bos besar AlCorp seperti itu?"
"Cukup Ramona! Keluar kau dari ruangan saya!" Sambil menuding ke arah Ramona.
Ramona sangat terkejut dengan gertakan Andra dan tak sengaja kedua matanya berkaca-kaca.
"Baik tuan...permisi." Lalu Ramona keluar dari ruangannya dengan perasaan kecewa yang mendalam.
Namun Andra sama sekali tak mempedulikannya. Ia kembali duduk di kursi kerja lembutnya.
Disaat akan melanjutkan pekerjaannya, tiba-tiba ia ingin sekali membuka kembali laci yang terkunci itu. Selain foto Luna, disana juga terdapat beberapa dokumen termasuk laporan diagnosanya.
Ia mengambil secarik laporan diagnosa itu dan kembali ingat dengan penyakit yang di deritanya selama ini, yang dinamakan Graves. Dimana penyakit ini seringkali menimbulkan gejala kegugupan, detak jantung yang tiba-tiba cepat, dan juga penurunan berat badan.
Andra terpaku melihat laporan diagnosa itu, setelahnya hanya bisa menghela nafas sesal yang mendalam.
***
Malam hari ketika Ramona sedang makan malam bersama kedua adiknya, ia menerima telepon dari Andra.
"Ya tuan?"
"Ada dimana sekarang?"
"Makan malam dengan adik-adik saya, tuan, di Alam Resto."
"Kiranya aku mengganggumu jika aku kesana?"
"Tidak, tuan, saya tunggu."
"Ok, I'll be there." Andra menutup teleponnya.
Beberama menit kemudian, Andra datang menemui Ramona di restoran itu. Ia agak terganggu dan merasa tidak nyaman pada saat melihat adik perempuan Ramona yang masih berumur 10 tahun.
"Tuan Andra, silahkan duduk, mau saya pesankan sesuatu?" Tanya Ramona yang seketika menyadarkan tatapan tajam Andra pada adik perempuannya.
"Ehm...biar saya pesan sendiri." Melihat menu sebagai pengalihan.
"Apa tuan baik-baik saja?"
"Ya ya, ehm...hanya ingin minta maaf padamu soal siang tadi. Aku terlalu keras padamu."
"Tenang, tuan, itu bukan masalah besar, saya hanya berusaha menolong tuan Andra, karena itu adalah tugas saya selama ini. Mungkin siang tadi waktunya kurang tepat." Jelas Ramona dengan tenang.
Kemudian Andra memesan es krim strawberry, yang biasanya saat di restoran ia selalu memesan sajian makanan yang termahal diantara menu lainnya. Ramona menatap heran padanya.
"Hanya es krim?"
"Ya, aku suka es krim, sebenarnya." Jawab Andra gugup.
"Saya baru tahu, jika tuan Andra suka es krim, setahu saya..."
"Ya, aku tahu, memesan makanan mahal? Kali ini aku mencoba hal yang berbeda."
Namun Ramona masih menatap heran padanya, hingga akhirnya pesanan Andra datang di mejanya. Sementara adik perempuan Ramona tersenyum melihat Andra yang hendak menyantap es krimnya.
"Kau mau? Biarkan aku memesannya untukmu." Ujar Andra.
Gadis kecil itu hanya menggelengkan kepalanya, tapi senyumannya itu tetap melekat.
"Siapa namamu?" Tanya Andra pada gadis kecil itu.
"Maya."
"Nama yang indah, untuk seorang gadis kecil cantik sepertimu."
Setelah selesai, Ramona membiarkan adik-adiknya bermain di halaman restoran. Sementara ia berbincang dengan Andra sambil berjalan di dekat kolam koi yang juga merupakan tempat rekreasi dari restoran itu.
"Sepertinya tuan ramah sekali dengan anak-anak, saya juga baru mengetahuinya, selain es krim strawberry." Ucap Ramona sambil tertawa kecil.
"Dari dulu, sebenarnya, hanya saja..."
"Hanya saja?"
"Ah...sudahlah, lupakan."
"Harusnya saya yang minta maaf, saya yang terlalu keras mengingatkan tentang kesehatan tuan."
"Ngomong-ngomong terima kasih sudah di ingatkan, aku tidak menyadarinya siang tadi. Terima kasih banyak, sungguh."
"Jujur saya tidak suka jika tuan pergi minum-minum di tempat seperti itu. Lebih baik ceritakan saja apa yang terjadi."
"Tapi hanya itu yang bisa aku lakukan agar aku bisa melupakannya."
"Soal...Luna?"
"Ya, dia adalah hal tersulit untuk aku lupakan dalam hidupku."
"Apa tuan masih menyimpan fotonya?"
Andra menghentikan langkahnya.
"Ti...tidak, aku tidak menyimpan fotonya." Jawab Andra gugup.
"Ada apa, tuan?" Ramona mulai cemas.
"Lupakan saja." Kembali melangkahkan kakinya.
"Tapi tuan masih mengingatnya, kan?"
"Aku mohon...jangan bahas dia lagi."
"Baik, tuan, maafkan saya."
Ramona semakin dilema karenanya. Seolah masa lalu Andra kini juga menjadi sebuah misteri baginya.
***
Sesampai di rumah, Ramona menyuruh kedua adiknya untuk sikat gigi sebelum mereka tidur. Setelah itu, adik perempuannya, Maya, menceritakan sesuatu padanya.
"Kak, aku ingin cerita sesuatu sama kakak."
"Ok, apa itu?"
"Pria bernama Andra tadi itu kekasih kakak ya?"
"Sembarangan, Andra itu bos kakak, bos besar di perusahaan tempat kakak bekerja selama ini."
"Tapi kalian berdua jalan bersama tadi di dekat kolam koi."
"Jadi tadi kamu mengawasiku? Dasar anak nakal." Menggelitik Maya sampai ia tertawa terbahak-bahak.
"Tapi tidak masalah kak jika semisal kak Ramona jadian sama Andra. Orangnya tampan, saking aku masih terlalu kecil untuknya."
"Jangan sembarangan kalau bicara ya, Andra itu sudah tua, berumur 30-an tahun, sementara aku masih 25 tahun, jauh umurnya." Jelas Ramona sembari bercanda.
"Tapi dia tampan lho kak."
"Ah, udah sana sana, tidur, anak masih kecil juga, tidur atau aku gelitikin lagi sampai ketawamu habis?"
"Ampun kak!" Berlari terbirit-birit ke kamar sambil tertawa. Disusul dengan saudara laki-lakinya.
"Dasar anak-anak." Gumamnya.
Sementara di rumah Andra, ia tidak bisa tertidur pulas karena ada sesuatu hal yang mengganggu dalam pikirannya, hingga pukul 2 malam.
Kemudian ia memeriksa kontak telepon di handphonenya dari inisial A sampai R. Hingga akhirnya berhenti di nama "Riana". Andra ragu untuk menghubunginya, apalagi disaat tengah malam seperti ini.
Riana adalah ibu kandung Luna. Terakhir kali ia bertemu pada saat ia sedang bermasalah dengannya, dan itu 10 tahun yang lalu. Dimana di tahun itu, Andra juga berpisah dengan Luna.
Rasa rindu yang mendalam ini membuatnya memberanikan diri untuk menghubungi Riana. Andra sempat ragu dan membuang handphonenya di ranjang. Namun setelah itu, ia benar-benar menghubunginya.
Dan Riana mengangkat teleponnya.
"Halo? Siapa ini?"
Andra hanya terdiam awalnya.
"Halo? Tolong jawab, ini siapa?"
"Ini saya...Andra."
"Andra? Andra Anggara?
"Benar." Tak sengaja meneteskan air matanya.