Sengaja memang Ratu berangkat lebih awal, demi menghindari spesies menyebalkan bernama Raja Angkasa. Perbuatannya kemarin membuat Ratu gagal move on. Padahal dua tahun lamanya ia berusaha menggeser bahkan menghempaskan sisa-sisa kenangan dari Raja, tapi sia-sia.
Kampus memang masih sepi, apalagi fakultasnya dipindahkan di gedung baru dan berdampingan dengan fakultas IT, jurusan yang diambil Raja, mantan setãnnya.
"Katanya sih kak Ayu baru aja diputusin sama Raja, padahal kan mereka udah umbar foto mesra di sosmed, tapi begitu layu langsung dianggurin."
Mendengar nama Raja disebut, Ratu tak bisa fokus dengan buku di tangannya. Siapa lagi Ayu? Bukannya bulan lalu Raja masih dekat dengan Salsa, anak psikolog?
"Ngelamunin apaan?" sapa seseorang.
Ratu refleks menoleh, ada Andreas yang sudah berdiri dengan dua buku super tebal di tangannya. Ia tahu betul cowok cupu itu memang selalu rutin ke perpustakaaan.
"Ah enggak, tumben agak siang? Biasanya kamu adalah penghuni pertama di perpus."
"Tadi kejebak macet sih, biasalah. Aku boleh duduk di dekat kamu kan?"
Ratu langsung menarik kursi dan mempersilahkan Andre duduk tepat di sampingnya. Mereka sama-sama fokus dengan aksara.
Ratu sendiri memang paling nyaman di tempat sepi. Kampusnya jauh lebih mengerikan saat membicarakan nama Raja Angkasa. Cowok yang pernah menjadi mantannya punya nilai plus-plus di kampusnya.
***
Sambil memandangi dosen seksí yang sejak tadi mengoceh di depan, Raja sengaja mengedipkan mata dan membuat bu Lidya terpana. Dih, dasar baperan.
"Baiklah, cukup sampai di sini. Kita lanjutkan minggu depan, sampai jumpa."
Kelas baru saja selesai, Raja terlalu malas keluar untul sekedar ke kantin atau menjelajah tempat-tempat yang dipenuhi betina di setiap sudutnya.
"Lu kenapa sih, Raj? Nggak biasanya badmood? Bukannya katanya kemarin lu habis ciuman sama Ratu? Pasangan lu di acara the prince and princess kemarin? Menang banyak dong!" celetuk Gilang.
Menang banyak apanya, babak belur iya! Ratu memiliki semacam kekuatan mencubit paling kuat sedunia. Bekas cubitannya masih merah sampai sekarang.
"Lebih tepatnya gue yang nyium dia."
"Dia bales gak?"
"Enggak, puas?"
"Yah, susah diajak enak-enak dong!" sambung Felix.
No! Raja bukan tipe pria brengsêk yang mengendurkan tali bra betina apalagi meniduri mereka. Playboy sih iya, tiap minggu selalu beda ceweknya. Tapi Raja punya otak, enggak selangkangãn doang.
Baru saja merebahkan kepalanya di atas meja, ia dikejutkan oleh dua gadis yang pernah didekati beberapa minggu yang lalu.
"Raja! Kenapa lu mutusin gue? Katanya lu cinte sama gue? Sayang!"
"Heh, Raja cintanya sama gue cewek udik! Ngaca dong! Cantik juga enggak, pakai ngaku-ngaku jadi pacarnya Raja Angkasa."
Dengan berat hati, Raja kembali mengangkat kepalanya dan melirik kedua gadis-gadis yang entah sudah ke berapa.
Malas rasanya menanggapi mereka, padahal Raja pernah berkata bahwa apa yang ia lontarkan hanya ucapan buaya, musyrik kalau percaya.
"Bisa nggak kalian diam? Berisik!"
Baiklah, sepertinya Raja sedang berada di mode on. Gak bisa diganggu gugat. Alangkah baiknya menghindar bukan daripada diamuk oleh buaya yang sedang kelaparan.
Beruntung sekali mereka langsung pergi tanpa disuruh, bagus deh. Yang terpenting sekarang adalah bagaimana caranya Ratu mau bersikap baik padanya, bahkan kemarin ciumannya seakan terpaksa. Pasti gadis itu merasa terluka diperlakukan seperti itu.
"Mau ke mana lu?" tanya salah seorang temannya.
Berdiri, mengambil jaket dan menoleh. "Cari Bunga yang segar, ada urusan yang belum terselesaikan."
"Mau lanjutin yang kemarin terjeda?"
Big No, terlalu seram untuk Ratu. Lagi pula ia tahu betul pasti gadis itu akan lari begitu melihatnya, Raja hanya akan melihat bagaimana kondisi Ratu saat ini. Ya, hanya itu. Bisa dikatakan Raja sedikit peduli, malah menurutnya terlalu banyak peduli.
Tapi berjalan ke lain jurusan memang membahayakan baginya, pada jam-jam segini pasti banyak yang melihatnya. Bukannya sok tampan, tapi Raja memang se-famous itu. Pamornya sebagai tim basket membuatnya digilai banyak wanita. Lagi pula terlalu bodoh sih gak naksir Raja, udah imut berbakat pula. Hanya Ratu yang menyia-nyiakan kesempatan itu.
Ia mengenakan topi, agak melegakan karena banyak yang tak menghiraukannya.
Dari kejauhan Raja bisa melihat Ratu sedang keluar dari perpustakaan. Dari dulu gadis itu memang selalu suka membaca, otaknya dipenuhi oleh tulisan-tulisan, pantas saja sangat cerewet.
"Kamu, Raja bukan?" tebak seseorang.
Ah, ketahuan lagi. Sialan!
"Bukan. Salah orang."
"Enggaklah, jarang ada cowok berpostur kayak kamu. Kenapa ada di Fakultas ini?"
Eh, itu pertanyaan yang langka sekali. Biasanya para gadis kampus akan bertanya boleh tukeran nomer whatsapp gak? Raja pun melepas topinya, sepertinya tak asing.
"Temannya Ratu?"
Laura mengangguk. "Iya, meskipun gak dekat banget sih. Ada apa ke sini? Nyari Ratu?"
Raja mengakuinya, siapa tahu si Laura ini bisa memanggilnya. "Iya sih, tapi dia lagi berubah wujud jadi Hulk. Agak merinding sih, bisa titip ini aja gak?"
Jelas Laura kaget dong, sebuah kotak coklat kesukaan Ratu. Laura paham betul Ratu memang pecinta makanan manis. "Ini.. bukan.. "
"Bukan!" kilah Raja. Ia memang sering mendapatkan banyak hadiah setiap paginya, seperti surat pernyataan cinta, coklat, snack, bunga dan bekal makanan. Tapi Raja tak pernah mengambilnya, ada teman-temannya yang dengan senang hati menghabiskannya.
"Aku beli sendiri, tenang saja. Lagian aku gak pernah gunain hadiah-hadiah yang kuterima. Apalagi memakannya."
Ya, semoga Laura gak curiga dengannya. Karena Raja memang gak berbohong tentang itu. Baiklah, tugasnya sudah selesai. Raja pamit dan berharap Ratu mau membalas whatsappnya, lucunya adalah mereka masih save satu sama lain ya walaupun Ratu no fast respon.
Raja saja bingung, kenapa pula gadis itu tidak memblokirnya? Bukankah Ratu sangat ilfil dengan cowok buaya macam Raja?
Berbeda dengan Raja yang sudah keluar dari fakultas berbeda tapi masih satu lokasi, Laura baru saja sampai dan mendekati Ratu.
"Ada hadiah buat lu."
"Eh, tumben, Ra. Gue gak ulang tahun loh," jelasnya. Matanya langsung berbinar melihat kotak unyu dengan coklat mengkilat yang membius matanya, sepertinya enak.
Ia langsung membuka, membagi beberapa dengan teman dekatnya termasuk Laura. "Dalam rangka apa bagi-bagi coklat, lu gak habis jadian sama kakak senior bukan?" tebaknya.
Meringis, pasti Ratu akan teriak sejadi-jadinya kalau gadis itu tahu coklat yang sudah masuk ke dalam mulutnya adalah pemberian Raja. Laura tahu mereka sama sekali tidak akur, dan Laura pun tahu mereka pernah menjalin hubungan di masa lalu. Tapi sepertinya putus di tengah jalan.
Baginya, Laura heran. Ratu sangat diperhatikan oleh Raja, dari sekian gadis di kampus ini yang memuja dan menggilai Raja, ternyata cowok itu sudah terpincut dengan temannya sendiri. Gadis yang beruntung.
"Udah, makan aja. Hahaha, enak kan yang gratisan gini?"
Tanpa banyak tanya pun Ratu langsung menikmati makanan manis kesukaannya, ingatannya agak menyerong ke Raja. Ya, ia sering sekali mendapatkan makanan manis saat moodnya memburuk.
Stop, Ratu! Mantan adalah barang rongsokan yang pantas dimuseumkan!