Itu, Dia!
Andra datang tepat pada waktunya, bisa Jingga lihat seberapa panik suaminya itu setelah menampilkan wajahnya dan meminta Jingga mendekat.
Dua hari satu malam tanpa kabar dari Jingga, entah apa yang bisa ia katakan sekarang pada gadis itu, yang jelas dia ingin ada Jingga di dekatnya meskipun tak bisa ia katakan dengan gamblang.
Jingga berlari mendekat, ia membungkuk sambil menepuk dadanya, napasnya memburu dan hampir saja kalau Andra tak datang, dia sudah harus duduk di boncengan Arka.
"Kakak!" sapanya dengan napas tersengal, dia malu canggung sebenarnya mengingat ciuman malam itu, tapi ini mendesak.
"Masuk, nggak usah pamit, buruan!"
Jingga mengangguk, dia sudah berpamitan tadi, tidak mudah meyakinkan seorang Arka yang bahkan tak peduli akan membuka kedai itu sampai pagi lagi, Sigit dan Aura sudah mencari seribu alasan, tapi Arka tak mudah mereka goyahkan sama sekali.
