Anna menghela napas panjang. Dia mengusap wajahnya frustasi apalagi saat mendengarkan suara ibunya menyuruhnya segera pulang. Tentu saja Anna akan dijodohkan dengan salah satu juragan di kampungnya.
Anna berusaha memikirkan cara agar perjodohan itu batal. Dia sama sekali tidak ingin menikah dengan lelaki tua. Apalagi juragan tekstil atau juragan telur yang ada di kampungnya saat ini.
"Aku harus dapat uang dari mana?" batin Anna sambil menatap celengan targetnya yang hanya berisi satu juta. Anna bingung harus berbuat apa. Kata ibunya, dia harus pulang besok untuk bertemu keluarga calon laki-laki. Baru kemarin Anna berbicara dengan ibunya mengenai perjodohan ini, mengapa waktu begitu cepat berlalu? Pikirnya.
Anna dengan sangat lemas memasukan baju ke dalam tasnya. Dia tidak berselera untuk pulang namun dia sama sekali tidak memiliki pilihan lain kecuali tetap mengikuti kemauan ibunya. Anna menghela napas kasar ke udara.
"Nduk, dia juga mengirimkan uang untuk biaya tiketmu!"
Begitulah kata-kata ibunya saat menelepon. Jika tidak, Anna masih mempunyai alasan untuk tidak menemui calon suami yang entah wujudnya seperti apa. Di bayangan Anna, lelaki yang menjadi calon suaminya pasti adalah lelaki berambut putih, berkumis tebal dan berperut buncit. Entah mengapa hal seperti itu terbesit di pikirannya saat ini.
Dring!
Benda persegi itu bergetar. Anna kemudian mengangkat teleponnya dan meletakkan di samping telingannya saat ini.
"Ada apa, Amira?"
"Aku harus pulang besok!" ucap Anna lemas.
"AH?"
"Pulang?" teriak Amira tidak percaya.
"Ya, aku mau dijodohkan dan entah wujud seperti apa juragan yang ingin dijodohkan denganku," jawab Anna dengan tidak bersemangat.
Amira menghela napas panjang. Sebenarnya niatnya untuk menghubungi Anna pagi ini yaitu menanyakan mengenai keberadaan Farid. Lelaki super power, tampan dan terkaya itu mendadak hilang di kampus. Farid tidak terdeteksi di mana pun.
"Kau melihat Farid?" tanya Amira kemudian. Anna terdiam, dia bingung sendiri.
"Aku tidak lihat!" jawabnya kemudian.
"Kok bisa tidak lihat sih? Kau kan pacarnya yah? Seharusnya kau lihat dong!" balas Amira lagi.
"Mungkin lelaki monster itu sedang mencari mangsa baru untuk dibodohi. Kemarin kan dia mencari aku dan membodohiku, sampai aku harus buat sarapan untuknya."
"Mana aku di kira paling baper dan paling cinta lagi sama dia, palingan dia sudah kencan lagi sama perempuan lain, entah dipungut di mana," jelas Anna. Dia benar-benar kesal saat mengingat perlakukan Farid di pesta malam itu.
"Ya sudah, besok aku akan mengantarmu!" ucap Amira. Seketika pangilan telepon terputus. Anna menghela napas panjang. Dia mengusap wajahnya secara kasar.
"Ya, aku harus pulang besok, ini semua demi Ummi!" batinnya lirih.
***
"Kau serius mau menikah di kampung?"
"Secepat itu?" serunya kemudian. Amira mengerutkan kening memandangi Anna. Untung saja dia secepat kilat mengantar sahabatnya itu ke bandara. Jika tidak, Anna akan repot dan harus mengunakan kereta ke bandara.
"Aku kira kau adalah perempuan yang tidak ingin nikah cepat," sambung Amira lagi. Anna menghela napas panjang. Sangat sulit menjelaskan kondisinya sekarang. Ibunya terlilit hutang, dia juga harus menunggu lama untuk wisuda lalu mencari kerja.
"A-aku harus pulang dan menerima perjodohan ini," jawab Anna tertunduk lemas.
"Mungkin ini adalah takdirku, Amira. Aku tidak sepertimu yang bisa memilih pasangan," sambung Amira lagi. Anna menghela napas panjang. Dia menatap kopernya yang sebentar lagi akan di dorong masuk ke ruang pemeriksaan tiket.
"Hati-hati di sana, siapa pun yang menjadi jodohmu, aku harap dia adalah lelaki baik," ucap Amira. Anna menganggukan kepala. Mereka berdua saling berpelukan.
Anna melambaikan tangan memasuki ruang pemeriksaan tiket. Amira sangat sedih melihat kondisi Anna yang sangat sulit dijelaskan. Dia juga tidak punya cukup uang untuk membantu sahabatnya itu.
Anna duduk di ruang tunggu keberangkatan. Perjalanan enam jam menuju Jakarta pasti membuat kepalanya serasa berat dan badannya pegal. Anna memilih menyenderkan tubuhnya sambil menunggu pangilan.
"Jika juragan yang ingin dinikahkan denganku adalah lelaki tua, aku sebaiknya berdiskusi dengan Ummi," ucap Anna dalam hati.
"T-tidak, aku benar-benar tidak bisa jika lelaki itu berbeda jauh dari umurku, aku berusaha sekuat tenaga menerimanya namun jika tidak nyaman, bagaimana aku memulai pernikahan?" sambungnya lagi.
Pikiran Anna berkecamuk. Dia benar-benar bingung harus berbuat apa saat ini.
Dring!
Panggilan telepon itu berbunyi. Anna melirik nomor bernama monster yang menghubunginya sebanyak dua kali. Anna berdecak kesal. Lagi-lagi lelaki itu kurang kerjaan menghubunginya. Seharusnya Farid tahu bahwa dia sedang sibuk dan dirinya sudah tidak punya urusan lagi dengan Anna.
"Hallo?" sahut Anna ketus.
"Bisa bantu aku?"
"Ini penting!" sahut suara lelaki itu. Anna mengangkat salah satu alisnya.
"Aku lagi di bandara, mau pulang ke Indonesia. Please, jangan ganggu aku lagi, Farid!" hardik Anna.
"Ya, sekali ini aja dong, kok kamu pelit amat sih!" balas Farid tidak kalah ketus.
"Orang tuaku mau jodohin aku dengan salah satu anak kenalannya. Aku sama sekali tidak mau dong, memangnya ini zaman Siti Nurbaya?" ucap lelaki itu mulai bercerita. Anna terus melirik benda persegi yang melingkar di pergelangan tangannya. Kurang lebih lima belas menit lagi dia akan masuk ke pesawat.
Tapi, lelaki monster itu malah curhat kepadanya. "Ya, aku ngak mau, jadi kau harus menolongku sekali ini!"
"Berpura-pura sebagai pacarku sekali lagi, orang tua aku tuh suka banget sama perempuan yang berprofesi dokter, kau tahu kan?" sambung Farid.
"Lalu?"
"Kau pikir aku mau, gitu?" balas Anna lagi. Dia benar-benar malas menanggapi Farid.
"Ya, terserah kamu aja sih, aku berharap kamu mau!"
"Aku bayar deh!" sambung Farid. Dia masih berusaha membujuk Anna. Farid tahu bahwa Anna membutuhkan uang dan itu adalah kelemahan dari perempuan bertubuh mungil bernama Khanna.
Anna menghela napas kasar ke udara.
Sebenarnya dia bisa saja memanfaatkan Farid, menyuruhnya membayar hutang keluarga dan seluruh masalahnya akan terselesaikan. Namun, apakah Farid ingin mengeluarkan uangnya sebanyak ratusan juta hanya dengan berpura-pura sebagai kekasihnya lagi? Pikir Anna ragu.
"Aku mau seratus juta!" ucap Anna kemudian.
"Gila, lo matre juga yah!"
"Ya, udah kalo kamu ngak mau! Aku ngak maksa!" ucap Anna. Dia sengaja jual mahal agar Farid mau membayarnya seratus juta. Lelaki itu terkenal kaya raya dan Farid tidak memililki pilihan lain saat ini.
"Suruh teman perempuanmu yang lain aja, aku butuh seratus juta! Jika kau ngak mau, aku tidak masalah!" seru Anna.
"Aku mau berangkat, aku matikan teleponnya," sambung Anna.
"Tunggu!"
"Oke, seratus juta akan aku kirim ke nomor rekeningmu. Tapi, di depan orang tua aku, kau harus berpura-pura mesrah dan memanggilku sayang!" ucap Farid.
"Ih … itu karena kau aja yang mau!" ledek Anna.
"Kalo tidak mau, aku juga ngak akan mau bayar seratus juta hanya untuk berpura-pura jadi pacar," sambung Farid. Kini giliran dia yang jual mahal. Anna tidak punya pilihan lain, dia butuh uang untuk menyelamatkan masa depannya dari perjodohan.
"Oke!" ucap Anna setuju.
"Oke, aku di Indonesia sekarang, kau harus datang ke rumahku, nanti aku kirimkan alamatnya!" ucap Farid lalu seketika lelaki itu mematikan sambungan teleponnya.
Bersambung …