Anna memandang bangunan tinggi yang berada di depannya saat ini. Dia menghela napas panjang sambil mengaruk kepalanya yang tidak gatal. Anna bingung harus berkata apa kepada lelaki menyebalkan itu.
Anna kemudian berjalan masuk ke loby apartemen. Dia menuju resepsionis dan bertanya mengenai Farid.
"Ada yang bisa saya bantu?" sahut perempuan itu dalam bahasa Turkey.
"Kamar Tuan Farid di mana?" tanya Anna sedikit ragu. Perempuan itu mengerutkan kening bingung. Dia terlihat tidak mengerti dengan ucapan Anna.
"Maksud saya, kamar Tuan Farid Abdullah di mana?" tanyanya lagi. Perempuan itu menganggukan kepala mengerti lalu tersenyum. Dia lalu menatap komputernya lalu memandangi Anna yang menunggu di depannya.
"Kamar A1/005 Nona!" serunya. Anna kemudian berjalan menuju lift dan menekan tombol lima. Di dalam lift, Anna tidak henti-hentinya mengerutu kesal. Dia benar-benar tidak ikhlas bertemu lelaki itu saat ini.
Lift terbuka, Anna segera masuk ke dalam. Dia memandang kamar Farid yang berada di depannya. Untung saja Anna tahu nama panjang dari Farid. Kalo tidak, resepsionis itu tidak akan memberitahukan alamat apartemennya.
Anna berjalan sedikit ragu, dia kemudian berdiri di depan pintu bertuliskan A1/005. Anna menghela napas panjang. Dengan sangat pelan dia menekan tombol bel dan menunggu lelaki itu membuka pintu.
Bola mata Anna terbelalak saat melihat pintu Farid terbuka. Anna mencoba memegang knop pintu dan membukanya sedikit. Anna memanggil nama Farid namun lelaki itu tidak menjawab.
Anna melangkah, dia sedikit ragu untuk masuk ke tempat lelaki sombong itu apalagi tanpa izin. Anna melirik ke kiri dan ke kanan.
"Dasar brengsek!"
"Kau selingkuh!" teriak suara itu. Bola mata Anna membola sempurna. Dia mencoba melangkah dengan pelan. Dia menatap kamar lelaki itu terbuka dan Farid sedang berdebat dengan seorang perempuan berambut pirang.
Plak!
Tamparan keras menderat sempurna di pipi Farid dan membuat Anna terperanjak. Dari jauh, Anna melihat Farid memegang pipinya. Perempuan itu melemparkan beberapa kertas di depan Farid.
Anna memandang Farid dengan perasaan iba. Lelaki itu di tampar lagi lalu perempuan itu bergegas keluar dari dalam kamar. Anna berdiri bagaikan patung saat Farid dan perempuan itu memandanginya.
"Hai, you!" teriak Farid dengan menghunuskan pandangan tajam. Anna menelan salivanya ketakutan.
"Jadi perempuan ini lagi?" teriak perempuan berambut pirang itu sambil menunjuk Anna.
"B-bukan!" ucap Anna terbata-bata. Dia menggelengkan kepala secepat mungkin. "Hai, you!" sahut Farid sambil berjalan cepat dan menunjuk wajah Anna.
"Buat apa kau di sini?" teriak Farid.
Perempuan berambut pirang itu lalu bergegas keluar dari dalam apartemen Farid. Anna mengigit bibir bawahnya karena ketakutan. Dia memandangi Farid yang berkacak pingang di depannya.
Anna merasa dirinya ingin segera menghilang saja dari muka bumi agar lelaki itu tidak memarahinya.
"Kau!" hardik Farid.
"Kau membuat aku dan perempuan itu salah paham!" ocehnya. Anna menghela napas panjang.
"A-aku datang ke sini untuk minta maaf!" serunya. Alis Farid terangkat. "Minta maaf?" ulangnya.
"Ya, kasus kemarin jangan sampai di laporkan kepada dewan pengawas, aku tidak mau di persulit pulang kampung!" jelas Anna. Dia menatap wajah Farid. Tatapan mereka bertemu beberapa saat di udara.
"Lalu, kau mau apa?" seru Farid lagi.
"A-aku minta maaf!" jawab Anna segera. Farid tertawa mendengarkan kalimat Anna. Dia menggelengkan kepala.
"Tidak semudah itu!" tegasnya. Farid kemudian berjalan menuju sofa lalu duduk dan melingkarkan kakinya. Dia menatap wajah Anna yang sangat ketakutan.
"Kau harus membayar semua ini!" ucap Farid lagi. Kening Anna berkerut, dia tidak mengerti dengan ucapan Farid.
"Aku tidak punya uang, kau tahu kan aku di sini beasiswa dan kau sendiri tahu berapa uang jajannya!" ucap Anna. Farid menggelengkan kepala tidak menerima.
"Orang tuaku butuh uang juga, aku bukan anak orang kaya!" sambung Anna. Farid berdecak lidah. Dia lalu membuka layar ponselnya dan membuka media sosial Anna.
"Kau tadi berdebat dengan kekasihmu?" tanya Anna penasaran.
"Bukan urusanmu!" balas Farid kemudian.
"Aku yakin dia kekasihmu, ternyata kau Casanova juga, sudah berapa perempuan?" sambung Anna. Jiwa keponya seakan merontah di depan lelaki itu.
"Selain gila, kau cerewet juga ternyata!" protes Farid. Dia meletakkan ponselnya di depan Anna dan menyuruh perempuan itu memasukan nomor teleponnya.
"Tulis nomor kamu dan aku akan menghubungimu segera!" ucap Farid. Alis Anna menukik tajam. Dia spontan menggelengkan kepala.
"Aku tidak mau, nomor ponselku privasi!" tegas Anna mengelak.
"Tuliskan saja, atau aku menyuruhmu menganti rugi atau melaporkanmu atas tuduhan pencemaran nama baik!" ancam Farid. Anna terdiam. Dia mengigit jarinya bingung.
"Tuliskan saja!" perintahnya.
***
Anna menghela napas panjang sambil memandangi daun-daun yang berserakan di depan asramanya. Dia memukul kepalanya sambil mengoceh tidak jelas.
"Bodoh sekali!" ucap Anna.
"Seharusnya aku mau saja menganti rugi dalam bentuk uang dari pada berurusan dengan lelaki sombong, aneh dan tidak jelas seperti itu!"
"Dia adalah monster, jenderal monster yang tidak jelas!" omelnya. Anna benar-benar kesal. Apalagi perlakuan sombong dari Farid. Dia benar-benar tidak suka.
Dring!
Ponselnya berbunyi. Anna menatap benda persegi itu sambil menghela napas panjang. Dia mengangkat telepon dari nomor asing.
"Kau di mana?" serunya.
"Aku?" tanya Anna bingung.
"Ya, siapa lagi?" ucap Farid.
"Aku Farid, kau seharusnya menyimpan nomor teleponku segera!" tegasnya. Anna menghela napas kasar.
"Ya, jadi mengapa kau meneleponku?" tanya Anna bingung.
"Buatkan aku makan siang besok, kau anak kedokteran yah di Marmara University?" ucap Farid memperjelas.
"Ya, lalu?" balas Anna. Dia malas berbasa-basi kepada lelaki itu.
"Ya, aku berada di fakultas tekhnik. Aku anak teknik arsitektur, bawahkan aku bekal besok!" ucap Farid. Anna mengepal tangannya kesal. Dia benar-benar tidak suka dengan sifat otoriter lelaki itu.
"Aku tidak mau!" ucap Anna. Dia tidak suka membuat bekal kepada lelaki.
"Ok, aku akan …,"
"Ya!" jawab Anna cepat.
"Kau hanya bisa mengancam, aku benar-benar kesal kepadamu, sumpah!" gerutu Anna. Terdengar suara tawa dari Farid melalui sambungan telepon.
"Aku tunggu besok, jangan lupa katakan kalo aku adalah pacarmu!" ucap Farid. Bola mata Anna terbelalak. Selain sangat menyebalkan ternyata lelaki itu benar-benar gila. Bagaimana Anna harus berpura-pura sebagai pacar lelaki menyebalkan itu?
"Aku tidak mau!" ucap Anna tegas.
"Ya, kau harus ganti rugi semuanya!" balas Farid.
"Ih, dasar monster gila!" teriak Anna sambil mematikan sambungan teleponnya. Ternyata urusan ini semakin mengila dan membuatnya sakit kepala.
Anna menghela napas panjang. Wajahnya sangat cemberut masuk ke dalam asrama. Dia lalu melempar tasnya di sembarang tempat dan membuang tubuhnya di kasur. Anna memandang langit-langit kamarnya sambil memikirkan sesuatu.
"Bagaimana membunuh lelaki gila itu?" gumamnya.
Bersambung …