Asha tidak bisa tidur semalam. Ucapan Michelle mengenai Lala yang katanya adalah istri Andra yang sesungguhnya benar-benar menganggu pikiran perempuan itu. Ia ingin mendapatkan penjelasan dari suaminya. Namun semalam, Andra tidak pulang.
Asha sudah berusaha mengirim pesan berkali-kali. Dari sekedar basa-basi mengingatkan Andra untuk makan sampai menanyakan keberadaan Andra. Namun sama sekali perempuan itu tak mendapat jawaban. Jangankan jawaban, tanda centang biru pun tidak. Andra mengabaikan pesannya. Entah sengaja ataupun tidak.
Perempuan itu bersiap pagi-pagi sekali. Mengisi paginya dengan olahraga ringan untuk meredakan stress dan penat yang ia rasa. Perempuan itu juga menyempatkan diri untuk membuat jus buah dan menyiapkan sarapan seadanya. Sekalipun ia yakin bahwa sarapannya tak akan disentuh oleh siapa pun selain dirinya sendiri.
"Sepertinya aku akan sarapan sendirian pagi ini," gumam Asha sambil duduk di meja makan yang kosong.
Perempuan itu melihat sekeliling. Rasanya begitu sepi. Hanya ada dia dan pekerja rumah tangga saja yang sedang sibuk mencuci pakaian di ruang cuci yang ada di belakang.
Andra tidak pulang. Mama dan papa pun tidak ada di rumah. Aku seperti asing di rumah ini. rumah yang beberapa waktu yang lalu menjadi tempat terbaik untukku, batin Asha dengan hampa menatapi roti bakar buatannya sendiri.
Asha menarik nafasnya dengan lembut dan dalam kemudian ia hembuskan dengan pelan untuk membuat dirinya lebih tenang. Perempuan itu sebisa mungkin harus lebih santai dan berpikiran lebih tenang. Ia tidak boleh terlalu terburu-buru dalam menilai situasi termasuk perkataan Michelle semalam. Bisa saja ucapan perempuan itu hanya omong kosong. Entahlah, Andra belum mengatakannya sendiri pada Asha. Dan perempuan itu sudah meyakinkan dirinya sendiri. Dia harus percaya pada suaminya. Kecuali jika mulut Andra sendiri yang mengatakan hal yang sama, barulah Asha bisa mengambil sikap.
Perempuan cantik itu baru menyuap sepotong kecil roti ke dalam mulutnya Ketika ada suara sedikit berisik dari arah tangga. Asha menoleh ke arah suara dan mendapati Michelle juga Charles tampak bercanda dan berjalan bersama dengan dandanan cukup rapi. Asha penasaran kemana mereka akan pergi sepagi ini. Dan demi menjawab rasa penasarannya, Asha pun tanpa ragu beranjak mendekati keduanya.
"Charles, Michelle, tunggu!" panggil Asha menahan langkah keduanya yang sedang melintasi ruang tengah.
Michelle dan Charles pun berhenti. Keduanya saling bertukar pandang kemudian memutar tubuhnya menatap Asha datar.
"Ada apa?" tanya Michelle malas menghadapi Asha.
Asha masih berusaha menunjukan senyuman meski mendapatkan tanggapan yang kurang menyenangkan dari saudara sepupu Andra itu.
"Em, itu. Kalian berdua akan pergi kemana?" tanya Asha masih berusaha bersikap sebaik mungkin. Ia tidak ingin membalas sikap tidak baik keduanya dengan sikap yang sama. Baginya itu terlalu kekanakan.
"Bukan urusanmu," balas Michelle.
"Em, aku tahu bukan urusanku. Hanya saja ini masih pagi dan kalian belum sarapan. Apa kalian tidak ingin sarapan dulu? Kebetulan aku membuat roti bakar dan jus buah," ujar Asha.
"Sarapan saja sendiri. Kami tidak ada waktu untuk sarapan denganmu. Dan lagi kami tidak ingin menghabiskan waktu kami yang berharga denganmu," balas Charles ketus. "Michelle, kita pergi sekarang. Aku muak sekali melihat wajahnya," ucap Charles menarik lengan Michelle lembut meninggalkan hadapan Asha.
Michelle ikut saja saat Charles menarik lengannya. Tersenyum sengit pada Asha dan tampak sangat puas melihat kekecewaan di wajah perempuan itu.
Asha pun memandang punggung keduanya yang menjauh dengan perasaan yang begitu hampa. Sedih dan kecewa karena sikap keduanya. Dan semakin sedih karena di saat seperti ini dia merasa kesepian tidak ada yang mempedulikan.
Perempuan itu enggan untuk terperosok lebih jauh dalam suasana yang tidak menyenangkan. Ia pun meneruskan sarapan dan melakukan kegiatan lain yang bisa mengalihkan pikirannya.
Waktu berlalu dengan lebih lambat dari biasanya. Terasa membosankan dan semakin tidak menyenangkan karena Asha benar-benar menghabiskan waktunya sendiri di rumah itu.
Papa tidak pulang sama sekali. Dan Andra benar-benar tidak dapat dihubungi. Satupun pesannya tidak ada yang jawab. Jangankan mendapat jawaban. Dibaca pun tidak.
Asha yang bosan akhirnya memutuskan untuk berkebun saja. Menyiram tanaman yang ada di depan rumah.
Ketika Asha sedang menyiram bunga, sebuah mobil yang tidak asing memasuki tempat parkir rumah keluarga Andra. Mobil itu adalah mobil yang biasa ditumpangi oleh mama Andra. Dan supir yang turun untuk membuka pintu mobil itupun supir yang biasa mengantar beliau.
Sesaat Asha merasa senang melihat mama mertuanya pulang. Asha tersenyum menyambut kedatangan beliau.
"Ma, kenapa pulang siang begini? Mama dari mana? Mama sudah sarapan?" tanya Asha ceria seperti biasa.
Mama mertuanya melihat Asha yang tersenyum padanya dengan tatapan datar dan dingin. Mama mertuanya menatap Asha tanpa kata kemudian melewatinya begitu saja.
"Mama kenapa?" gumam Asha menatap punggung mama mertuanya yang menjauh masuk ke dalam rumah.
Asha meletakkan kran air kemudian mematikan kran air supaya airnya tidak lagi mengalir. Perempuan itu menyusul mama mertuanya masuk ke dalam rumah dan melihat beliau duduk dengan tatapan datar di kursi ruang makan.
Asha masih mengamatinya sesaat kemudian mendekat dan menuang segelas air untuk mertuanya.
"Mama terlihat sangat lelah. Mama kurang tidur?" tanya Asha sambil meletakkan segelas air di hadapan beliau. Asha kemudian duduk di kursi terdekat dengan mertuanya dan bersikap seperti biasanya. "Mama pasti belum makan. Mau Asha buatkan makanan?"
Mama mertuanya diam saja. Menatap Asha dengan datar dan dingin. Jauh berbeda dengan mama mertua yang ramah dan menyayanginya yang dulu pernah ia kenal. Mama mertuanya yang sekarang rasanya begitu asing. Seperti orang lain saja.
Asha tidak menyerah. Ia masih berusaha untuk berbicara dengan beliau. Perempuan itu tersenyum dan berusaha mencari pembahasan lain.
"Ma, mama mau aku buatkan sesuatu mungkin. Jus? Mama suka jus, kan? Aku akan buatkan—"
"Mama lelah," ucap mama memotong ucapan Asha. "Mama mau istirahat dan tidak ingin diganggu siapapun," lanjutnya kemudian beranjak dari posisinya.
Asha menatap mama mertuanya dengan bingung. Lagi-lagi mama menunjukan sikap yang tidak menyenangkan padanya. Dan Asha tidak tahu apa alasannya.
Mertuanya menatap Asha datar dan dingin kemudian meninggalkan perempuan itu di ruang makan. Mama mertuanya bahkan sama sekali tidak menyentuh air yang Asha tuangkan. Membiakan begitu saja tetap di dalam gelas dalam kondisi utuh. Mama masuk ke dalam kamar dan mengunci pintunya. Sementara Asha terdiam dengan perasaan yang sedikit kecewa karena sikap mertuanya.
"Mama kenapa? Aku heran kenapa semua orang di rumah ini rasanya semakin menjauh dariku," gumam Asha bermonolog dengan pikirannya sendiri.
Asha menggelengkan kepalanya. Berusaha mengusir pikiran buruk yang ada di kepalanya. Ia pun meninggalkan meja makan dan memilih pergi ke kamar.
Di dalam kamar, Asha meraih ponsel yang tergeletak di atas meja rias. Perempuan itu duduk di sana dan menimbang-nimbang keputusan. Apakah ia akan kembali menelfon Andra atau tidak.
"Andra harus tahu keadaan di rumah ini. Kalau hanya Michelle dan Charles, aku masih bisa maklum jika mereka masih belum bisa menerimaku. Tapi jika ini mama, pasti ada sesuatu yang terjadi."
Asha pun menekan panggilan cepat nomer satu yang langsung menghubungkannya dengan Andra. Satu detik kemudian terdengar nada bahwa panggilan tersambung. Asha menunggu, namun panggilan itu tak segera mendapat jawaban. Asha memutus panggilan dan berusaha menghubungi Andra lagi. Dan lagi-lagi Asha harus kecewa karena Andra tidak menjawab teleponnya.
"Astaga Andra, kamu ini kemana sebenarnya?" dumel Asha meletakkan kembali ponsel ke atas meja.
[]