Chereads / Bukan Salah Istri Kedua / Chapter 27 - Bab 27 Lelaki Setia

Chapter 27 - Bab 27 Lelaki Setia

Sudah beberapa minggu berlalu dan Andra masih setia mendampingi Lala, istri pertamanya. Lelaki itu memilih untuk menghabiskan waktunya di rumah sakit tempat Lala di rawat. Lelaki itu seperti berhutang pada Lala. Dan demi membayar hutangnya lelaki itu dengan setia mendampingi sang istri menjalani pengobatan.

Andra bukan tidak memikirkan Asha. Di setiap kesempatan, lelaki itu juga mengkhawatirkan perempuan yang juga merupakan istrinya. Asha memiliki tempat yang khusus di hati Andra. Asha cinta pertama yang sampai kapanpun tak pernah bisa tergantikan.

Pertemuannya dengan Lala hingga berujung pernikahan memang sesuatu yang ada diluar perkiraan. Siapa yang menyangka bahwa lelaki dingin seperti Andra akan menikah dengan perempuan muda dan ceria seperti Lala.

Lala dan semua yang ada pada dirinya memang menyenangkan. Andra tidak menampik hal itu. Tapi harus Andra akui perasaannya pada Lala berbeda dengan perasaannya pada Asha. Cinta yang ia miliki untuk keduanya adalah cinta dengan dua arah yang berbeda.

Andra dilema. Dia kini dihadapkan pada situasi yang tidak terkendali. Di satu sisi ada Lala yang sedang dalam masa pengobatan dan pemulihan. Di sisi lain ada Asha yang memerlukan perhatiannya terutama setelah kenyataan yang Andra tunjukan padanya.

Andra merasa bahwa situasinya memang sulit untuknya sekarang. Prioritasnya saat ini adalah kesembuhan Lala terutama masalah emosinya. Andra sempat khawatir sebab Lala belum sembuh sepenuhnya. Dan kemungkinan jika Andra jujur pada istrinya itu sekarang, akan malah memperburuk keadaan Lala.

"Sayang, sayang…" Lala memanggil Andra yang duduk melamun di kursi taman rumah sakit ketika menemaninya jalan-jalan. Perempuan yang kini sudah tidak memerlukan selang infus itu pun perlahan mengguncang lengan suaminya. Ia tersenyum kemudian menarik lembut lengan Andra supaya menoleh padanya.

Andra menoleh pada Lala dan diam sedetik kemudian tersenyum padanya. "Iya, sayang? Kenapa? Mau sesuatu? Atau kamu sudah mau kembali ke kamar?" tanya Andra dengan senyum manisnya.

Lala menggeleng dan menangkup wajah Andra dengan kedua telapak tangannya. "Tidak. Aku masih mau di sini," jawab Lala. "Kamu melamun, ya?" tanya perempuan itu.

Andra tersenyum saja, "Kenapa memangnya? Kamu melihatku melamun?" Lelaki itu balas bertanya.

Lala mengangguk, "Kamu melamun sejak tadi. Apa yang kamu pikirkan?"

Asha, aku memikirkan Asha. Aku merindukannya, jawab Andra dalam hati. "Tidak. Hanya memikirkan proyek yang aku tinggalkan. Ada sebuah proyek besar yang aku alihkan pada sekretarisku. Aku sedikit khawatir dengan berlangsungnya proyek itu sejak aku tinggalkan merawatmu," jawab Andra berbohong.

Lala tersenyum kemudian menurunkan tangannya dari wajah Andra. Ia menggenggam tangan suaminya dan menatap lelaki itu dengan tatapan kagum.

"Kamu memang lelaki yang hebat. Lelaki yang bertanggungjawab, suami yang perhatian, dan lelaki setia. Aku bangga pada suamiku ini," ucap Lala memuji.

Aku lelaki yang tidak setia, La. Aku menduakan kamu. Aku juga lelaki yang tidak bertanggungjawab sebab aku meninggalkan Asha demi merawatmu. Harusnya aku bisa adil pada kalian berdua. Aku egois, La. Kamu harusnya membenciku, ucap Andra dalam hatinya.

"Terima kasih, sayang. Tapi jangan terlalu memujiku. Aku tidak ingin jadi besar kepala," ucap Andra.

"Tidak apa. Kamu berhak untuk besar kepala. Dan lagi memang kamu hebat seperti yang aku jabarkan tadi. Sungguh, jika tidak ada kamu entah jadi apa aku sekarang. Setelah semua yang terjadi, setelah kecelakaan besar itu. Aku tidak menyangka bahwa aku pun bisa sembuh dan melewati masa sulit."

"Itu bukan karena aku, La. Itu karena kamu sendiri. Kamu dan keinginan sembuhmu yang besar."

"Iya, anggaplah memang demikian. Aku tidak memungkiri bahwa aku memang ingin sembuh. Aku ingin segera pulang dan bertemu dengan keluarga lainnya. Mama, papa, Charles, Michelle. Aku rindu mereka semua. Aku rindu makan di meja makan yang sama dengan mereka. Rindu jalan-jalan berdua dengan Michelle, dan rindu melihatmu bangun di pagi hari," ujar Lala.

"Kamu akan segera bisa mewujudkannya. Kamu harus segera pulih dan kamu bisa melakukan apapun yang kamu inginkan," balas Andra.

Lala mengangguk dan tersenyum senang. Ia membayangkan betapa bahagianya nanti ketika ia pulang. Sementara Andra hanya diam mengamati istrinya. Dalam hati lelaki itu begitu sedih. Jika Lala pulang, tentu Asha akan semakin terasing. Belum lagi Lala pasti akan kecewa padanya. Andra harus menyiapkan diri. Apapun yang terjadi ke depan, Andra harus siap. Ia harus mampu menghadapinya.

***

Hari masih pagi dan Asha sudah selesai bersiap-siap di dalam kamar. Waktu berlalu begitu cepat dan tanpa terasa Asha sudah beberapa minggu tidur sendiri. Asha masih kuat. Ia masih bertahan di rumah suaminya sekalipun tidak ada yang mempedulikannya. Asha menjalani kehidupannya biasa saja. Ia banyak menghabiskan waktunya di dalam kamar untuk mempelajari jurnal-jurnal kedokteran atau berkirim pesan dengan rekan dokter lain untuk memeriksa berdiskusi terkait kondisi pasien.

Asha kesepian. Ia sedih karena mahligai pernikahannya harus berjalan seperti ini. menghabiskan banyak waktu sendirian tanpa kehadiran Andra. Bahkan lelaki itu tak satu kali pun menanyakan kabarnya atau sekedar mengirim pesan. Asha mungkin bisa saja maklum jika Andra mengirim pesan dan menjelaskan kondisinya atau meminta pengertian Asha. Tapi Asha merasa dia diabaikan oleh suaminya. Lelaki itu sibuk dengan istri pertamanya dan melupakan keberadaan Asha.

Masa cuti Asha sudah usai. Perempuan itu pun mulai kembali bekerja. Baginya ini adalah hal baik sebab ia memang tak memiliki kegiatan berguna lainnya. Terutama sejak Andra tak di sisinya, Asha seperti mahasiswa saja. Pekerjaannya hanya belajar dan mengurus diri sendiri. Sedangkan untuk urusan keperluan pribadi Andra, mama mertuanya dengan jelas mengatakan bahwa ia yang akan mengurusnya. Asha tidak mau berdebat untuk alasan apapun dan ia memilih untuk menerima saja keputusan itu.

Asha keluar dari kamar dengan membawa tas kerjanya. Baju yang ia kenakan pun memang pakaian yang biasa ia kenakan bekerja. Pakaian dokter masih di loker di ruangan dan Asha sudah meminta bantuan dokter Kafa untuk mengurus keperluan pekerjaan lainnya.

"Sha, kamu mau kemana?" tanya mama mertuanya yang melihat Asha keluar kamar dengan pakaian rapi.

Asha berhenti dan menoleh pada mertuanya, "Saya mau pergi bekerja, Ma. Masa cuti saya sudah habis," jawab Asha dengan datar namun tetap sopan.

Michelle dan Charles yang ada di meja makan kompak tertawa kecil dan menatap Asha mencibir.

"Kasihan sekali. Sudah menikah tapi rasa janda, ya?" ledek Charles.

Bu Renata pun menatap putranya tidak suka. Sudah cukup ia memperlakukan Asha dengan buruk. Tidak perlu menjatuhkannya juga.

"Sha, jangan dengarkan Charles. Kita sarapan dulu," ajak Bu Renata.

Asha menatap Charles dan Michelle bergantian kemudian tersenyum kecil, "Tidak perlu, Ma. Saya akan sarapan di rumah sakit saja. Silahkan menikmati sarapan mama."

"Ya, memang kamu tidak pantas makan dengan kami," celetuk Michelle.

"Michelle!" tegur Bu Renata.

Michelle menoleh pada Bu Renata kemudian menunduk ketika ia dapati Bu Renata menatapnya tidak suka. "Jaga bicara kamu, Michelle."

"Memangnya kenapa? Bukankah memang benar apa yang Michelle ucapkan?" balas Charles membela Michelle.

"Kalian—"

"Sudahlah, Ma," ucap Asha menengahi. "Saya pun tidak ingin merusak pagi kalian yang tenang. Dan saya juga tidak ingin kalian merusak pagi saya. Lagipula sepertinya akan lebih nyaman bagi saya untuk makan di rumah sakit," lanjut Asha.

"Sha, maafkan mereka," kata Bu Renata.

Asha tersenyum saja, "Saya pamit dulu, Ma. Selamat pagi," ucap Asha tanpa menanggapi permintaan mertuanya.

[]