Chereads / Bukan Salah Istri Kedua / Chapter 20 - Bab 20 Kami Pulang

Chapter 20 - Bab 20 Kami Pulang

Memutuskan untuk pulang sementara bulan madu belum puas mereka rasakan membuat Asha tak bisa menutupi kekecewaannya. Padahal baru beberapa hari mereka dapat merasakan ketenangan tanpa gangguan urusan pekerjaan. Namun apalah daya, lagi-lagi urusan pekerjaan yang tak terduga menjadi alasan Andra untuk mengakhiri masa bulan madu mereka.

Susah payah Asha mendapatkan cuti, namun harus terbuang begitu saja dan hanya dipakai beberapa hari saja. Mungkin bagi orang lain, liburan atau cuti dapat mereka dapatkan dengan lebih mudah. Namun untuk dokter seperti Asha, cuti adalah hal yang langka. Mereka para dokter memilih untuk mendedikasikan waktunya untuk menolong lebih banyak orang daripada untuk sekedar liburan. Meski tidak hanya dokter saja yang melakukan hal itu, tapi anggaplah Asha salah satunya. Dia rela mengorbankan waktunya untuk orang lain. Dan ketika ia mendapatkan waktunya yang berharga untuk dihabisakan dengan orang terkasih, waktu rasanya sia-sia.

Sepanjang penerbangan dari Bali sampai kota asal keduanya, Asha tidak banyak bicara. Ia lebih banyak diam dan sesekali sibuk memeriksa laporan riwayat kesehatan pasien yang dikirim asisten padanya. Asha menghabiskan lebih banyak waktunya selama perjalanan dengan menyibukkan dirinya sendiri. Tidak ingin membebani Andra dengan kekecewaan yang tak bisa ia tutupi apabila suaminya mulai membahas mengenai hal itu.

Tiba di Bandara di kota asal mereka, sebuah mobil sudah siap menjemput. Itu mobil mama Andra beserta supirnya. Mereka membantu Asha dan Andra memasukkan koper ke dalam bagasi sementara Andra dan Asha masuk ke dalam dan menunggu supir selesai melakukan tugasnya.

Asha yang diam rupanya sama sekali tak membuat Andra mau mencoba meluluhkannya. Lelaki itu sama diamnya, dan mereka pun akhirnya saling sibuk tanpa mempedulikan satu sama lain.

Semua berubah dalam sekejab. Hanya sebuah panggilan dari Charles yang dia katakan merupakan urusan pekerjaan, dia mendiamkan aku. Terkadang aku ingin jadi egois. Tapi sepertinya sulit. Aku terlalu lemah dan mudah luluh terutama jika berhadapan dengannya, batin Asha mengamati Andra dari pantulan yang ada di kaca spion.

Asha ingin sekali mengajak Andra bicara. Bertanya mengenai sesuatu tidak penting hanya untuk basa basi saja. Tapi rasanya berat. Andra seolah membangun dinding yang tak terlihat yang tidak mampu Asha tembus.

Perempuan itu hendak membuka mulutnya lebih dahulu untuk memecahkan keheningan ketika Andra lebih dahulu bersuara dan berbicara dengan supir mereka.

"Mama saya ada di rumah?" tanya Andra pada supir yang sedang mengemudi.

"Nyonya besar ada, Tuan Muda. Ketika saya berangkat tadi, beliau seperti hendak pergi ke suatu tempat dengan Tuan Charles," jawab si supir.

Andra diam tak menanggapi dan malah bertanya lagi, "Di rumah ada siapa saja?"

"Hanya ada Nona Michelle dan Tuan Besar. Mereka sedang mengawasi orang yang diminta untuk merapikan kamar tamu."

Andra mengangguk lagi. "Terima kasih," ucapnya.

"Sama-sama. oiya, Tuan Andra ingin langsung pulang atau—"

"Langsung pulang saja. Saya sudah sangat Lelah," jawab Andra memotong pertanyaan si supir.

Supir mereka pun mengiyakan dan suasana di dalam mobil kembali hening.

Asha memilih untuk menghindari dirinya dari Andra. Hanya mengamati bayangan suaminya dar pantulan jendela mobil yang ada di hadapannya. Asha menatap keluar jendela. Menyandarkan kepalanya di sandaran kursi kemudian memejamkan matanya dan berusaha menenangkan diri.

Tuhan, kenapa rasanya akan ada sesuatu yang besar menanti, batin Asha.

***

Tiba di rumah, Andra langsung turun tanpa mengajak Asha. Perempuan yang tengah terlelap di kursinya itu dibiarkan Andra tetap tenang di sana sementara dia sendiri masuk ke dalam rumah dengan terburu-buru.

Supir menurunkan koper dan oleh-oleh yang keduanya bawa dan meletakkannya di teras. Begitu semua barang selesai di turunkan, si supir membangunkan Asha dengan hati-hati.

Asha yang sebenarnya tidak tertidur pun membuka matanya perlahan kemudian menghela nafasnya pelan penuh rasa kecewa.

"Bahkan untuk membangunkanku saja enggan. Apakah pekerjaan yang dia maksud itu sangat penting?" dumel Asha kemudian turun dan menutup pintu mobil.

Berdiri di halaman rumah, Asha pandangi kediaman keluarga Andra yang begitu kokoh juga megah.

"Rasanya, rumah ini jadi berbeda. Entah perasaanku saja, atau memang ada sesuatu yang tidak aku mengerti dibelakang," gumam Asha lirih.

Perempuan cantik itu mengambil ikat rambut yang tersimpan di saku jaketnya lantas mengikat rambut panjangnya ala kuncir kuda. Ia menarik nafas dalam kemudian ia hembuskan pelan. Menarik senyum alami kemudian masuk ke dalam rumah sambil menarik koper sebiasanya.

"Ma, kami pulang!" seru Asha dengan ceria ketika ia tiba di ruang tengah.

Sepi. Tidak ada jawaban. Tentu saja itu yang Asha dapati. Ia tidak berharap banyak dengan situasi yang sedang ia hadapi saat ini. Asha pun tersenyum miris dengan kepala sedikit menunduk.

"Kak Andra mana?" tanya Michelle ketus begitu melihat Asha berdiri seperti patung di ruang tengah.

"Andra tadi sudah masuk mungkin dia—"

"Ah, sudahlah! Aku akan cari Kak Andra sendiri," balas Michelle memotong ucapan Asha.

Perempuan itu pergi ke kamar Andra kemudian menarik lelaki yang sudah berganti pakaian itu keluar. Keduanya pergi ke kamar Charles dan mengabaikan Asha.

Bingung dengan situasi yang sedang ia hadapi, Asha merasa seperti orang bodoh di rumah itu.

Asha hendak beranjak dari posisinya ketika mama mertuanya keluar dari dapur membawakan segelas minuman.

"Loh, sudah pulang rupanya," sapa mama mertuanya terlihat agak canggung.

"Em, iya ma. Tadi Asha sudah salam di depan. Sudah panggil mama juga, tapi tidak ada jawaban," ujar Asha memberitahu.

"Maaf, tadi mama sibuk di belakang."

"Oh," jawab Asha singkat.

Keduanya sama diam dan kemudian Asha bertanya, "Tadi Michelle membawa Andra ke kamar Charles. Sepertinya ada sesuatu yang penting yang ingin mereka bahas. Memangnya adalah masalah penting apa, Ma. Kenapa sampai memanggil Andra pulang sementara di sini ada Charles."

Mama menatap Asha dengan pandangan yang sulit diartikan. Wanita itu seperti menyimpan sesuatu yang Asha tak tahu apa. Asha pernah belajar sedikit tentang psikologi dari beberapa jurnal dan sesama rekan dokter dan juga psikolog kenalannya. Dan gelagat mama ini jelas dapat Asha nilai sebagai sebuah tindakan untuk menutupi sesuatu.

Diam beberapa saat, mama pun menunjukan senyum yang terlihat dipaksakan.

"Sudahlah, jangan dipikirkan. Tentu saja itu ada urusannya dengan pekerjaan. Mungkin di kantor sedang ada masalah penting yang memang memerlukan bantuan Andra. Kamu tahu sendiri bahwa Charles masih muda dan kemampuannya masih jauh di bawah Andra. Dia belum bisa menyelesaikan masalah di perusahaan sendirian."

"Em, begitu rupanya. Tapi, bukankah hal seperti ini dapat membantu Charles dalam mengembangkan diri?"

"Hmm, bisa saja. Tapi tetap, keputusan akhir berada di tangan Andra. Dia pimpinan perusahaannya yang tentu saja bertanggungjawab dalam segala keputusan besar menyangkut perusahaan," jelas mama yang terdengar masuk akal.

Asha pun mengangguk saja. Ia sebenarnya ingin membahas ini lebih jauh, tapi rasanya kurang sopan. Dia orang awam mengenai perusahaan, dan dia juga anggota baru keluarga yang jelas tidak mengetahui seluk beluk mengenai keluarga itu lebih dalam.

"Sudahlah, Sha. Tidak perlu dipikirkan. Lebih baik kamu sekarang bawa kopermu ke kamar kemudian beristirahat. Pasti kamu Lelah setelah menempuh perjalanan yang lumayan lama," ucap mama.

Asha pun tersenyum dan mengangguk membalas ucapan mama mertuanya. Ia lantas menarik koper menuju kamar yang ia dan Andra tempati Bersama.

[]