"Huft, akhirnya sampai di pantai Pura ini juga," usah Asha begitu keduanya berdiri di depan sebuah Pura suci di daerah Uluwatu.
Andra mengajak Asha pergi ke sana karena mereka ingin menikmati deburan ombak menenangkan yang menabrak tebing. Menciptakan suara yang khas yang mampu membuat kita merasa tenang setiap kali mendengarnya. Pada sore hari menjelang matahari terbenam, pada waktu tertentu biasanya ada pertunjukkan tari Kecak. Andra pun sudah memesan reservasi tiket untuk menikmati pertunjukan itu dengan pengunjung lain yang juga datang ke tempat itu.
Pura Luhur Uluwatu letaknya berada di tepi tebing. Berbatasan langsung dengan laut dan dikelilingi oleh hutan kecil di mana monyet hidup dengan baik di sana. Meskipun jumlahnya cukup banyak, namun hewan itu sama sekali tidak menganggu pengunjung asal pengunjung pun mematuhi peraturan yang ada di sana.
Asha menikmati suasana tenang di Pura. Berjalan ke setiap sudut yang dapat ia jangkau. Mengambil foto di tempat-tempat yang menurutnya indah untuk diabadikan dan berakhir dengan duduk di salah satu gazebo yang ada di dekat deretan bunga bougenvil yang kala itu mekar dengan indah bunganya.
Andra tersenyum senang melihat ekspresi puas yang tercermin di wajah Asha. Perempuan itu tampak senang sekaligus lebih cerah dari biasanya. Mungkin karena memang tempat itu benar-benar menjadi tempat penyembuhan yang baik untuk keduanya. Tempat yang pas untuk melepas penat yang selama ini keduanya rasa.
"Bagaimana keadaanmu? Lebih baik?" tanya Andra sambil merapikan anak rambut tipis yang menutupi pipi Asha kemudian ia selipkan di belakang telinga istrinya.
Asha yang hari itu mengenakan topi pantai lebar dan kaca mata hitam melindungi matanya pun membalas pertanyaan Andra dengan senyuman. Ia mengangguk kemudian asik menatap lautan lepas lautan lepas yang tersaji di depan netranya.
"Sangat. Sangat baik. Aku tidak pernah merasa selega ini sebelumnya. Datang ke tempat ini adalah pilihan terbaik kita hari ini."
"Kamu benar. Aku pun setuju. Sejujurnya aku memutuskan untuk mengunjungi tempat ini atas rekomendasi temanku. Dia bilang, menikmati Tari Kecak berlatar matahari terbenam di sini adalah yang terbaik."
"Benarkah? Dan kamu sudah membeli tiket pertunjukannya?"
Andra mengangguk, "Tentu saja. Kamu tidak perlu khawatir. Kamu akan menikmati pertunjukan hari ini dengan tenang dan menyenangkan."
Asha pun mengangguk. Ia percaya bahwa Andra benar-benar melakukan apa yang ia ucapkan. Andra tidak pernah mengecewakannya selama ini. Kecuali tentang fakta bahwa lelaki itu terlalu pengecut untuk mengakui perasaan yang ia miliki sewaktu mereka masih muda.
"Baiklah. Bagaimana kalau jalan-jalan di sekitar lokasi pertunjukan dan menunggu di dekat sana saja. Aku ingin mendapatkan tempat duduk yang strategis," ucap Asha memberi ide.
"Tentu saja," ucap Andra langsung menyetujuinya. Sepasang suami istri itu kemudian beranjak dan berjalan santai sambil menuju tempat pertunjukan tari kecak akan berlangsung.
***
Sekitar pukul tujuh malam, Asha dan Andra berada di dalam mobil usai keluar dari area Pura Luhur Uluwatu selepas menyaksikan pertunjukan Tari Kecak. Asha yang baru kali pertama menyaksikan pertunjukan itu tak hentinya memuji para pertunjukan yang para penari sajikan tadi. Sementara Andra sibuk dengan ponselnya sebab ia baru saja mendapatkan sinyal setelah cukup jauh dari lokasi sebelumnya.
"Sayang, kamu ingat pertunjukan tadi? Semuanya benar-benar luar biasa, kan? Penarinya, pakaiannya, riasan wajahnya, alur ceritanya, semuanya sempurna. Aku baru sekali ini menyaksikan pertunjukan itu dan dibuat terkagum-kagum."
Andra tersenyum mendengar celotehan Asha sementara jarinya masih mengetik pesan pada seseorang. "Kamu suka? Berarti keputusanku untuk tidak merekam pertunjukan tadi adalah benar, kan?"
"Tentu saja. Kita sudah mengambil keputusan yang tepat dengan tidak merekam pertunjukannya. Kita jadi memiliki waktu yang berkualitas untuk menikmati setiap momen berharga selama pertunjukan," ujar Asha.
Andra mengangguk-angguk pendek tanpa membalas ucapan Asha sebab ia masih berkonsentrasi dengan ponselnya.
Asha menoleh pada suaminya lantas beralih pada supir yang memang bertugas mengantar mereka hari itu.
"Pak, maaf. Sebelum ke hotel, bisa kita mampir ke restoran yang ada di dekat Kuta? Di Beach Walk."
"Bisa, Nyonya. Anda ingin kita langsung ke sana atau mampir ke tempat lain lebih dahulu?" tanya si supir dengan aksen Bali yang kental.
"Em, langsung ke sana saja," ucap Asha memutuskan. "Nanti setelah makan, baru kita kembali ke Hotel," lanjut Asha.
"Siap, Nyonya," sahut si supir kemudian kembali fokus mengemudi.
Asha pun kembali menoleh pada suaminya. Menatap lelaki itu yang terlihat serius sambil sesekali mengusap pelipisnya dalam-dalam.
"Sayang kenapa? Ada hal buruk terjadi?" tanya Asha.
Andra menoleh pada Asha kemudian menggeleng. "Em, ini urusan pekerjaan," ucap Andra yang terdengar ragu.
Asha mengerutkan dahinya halus. Agak tidak yakin dengan jawaban yang suaminya sampaikan. Namun, karena Asha merasa bahwa ia tidak berhak untuk ikut campur dalam urusan pekerjaan suaminya. Perempuan itupun memilih diam. Dan sepanjang jalan sampai menuju ke restoran yang ia maksud, Asha tetap diam dan sibuk dengan ponselnya sendiri.
"Kamu ingin pesan apa?" tanya Andra begitu mereka tiba di restoran dan menempati salah satu meja kosong yang ada di bagian depan restoran.
"Udang bakar dan nasi campur. Kamu?"
"Aku ingin ayam betutu dan nasi campur kalau begitu," jawab Andra. Dan pelayan pun mencatat pesanan keduanya. Andra juga memesan dua gelas teh melati untuk melengkapi pesanan. Dan setelah memastikan pesanan Asha dan Andra, pelayan pun pergi untuk menyiapkan pesanan.
Sambil menunggu pesanan, Asha mengamati sekitarnya. Jalan depan restoran sangat ramai dengan pengunjung yang berlalu Lalang. Banyak sekali dari mereka yang berasal dari luar negeri, entah dari Korea, Thailand, Jepang, Amerika, Inggris, atau negara lainnya. Jangan tanya Asha mengetahui asal mereka dari mana. Tentu saja Asha tahu sebab ia mendengar cara mereka bicara dengan bahasa masing-masing ketika mereka lewat di depan restoran yang tak jauh dari posisi duduk Asha.
"Di sini enak, ya. Seru. Penuh toleransi dan keanekaragaman," ucap Asha dengan senyum manis. "Bali itu sangat tenang. Banyak hal yang ingin aku lakukan di sini. Tapi sayang kita tidak—"
"Sebentar Sha, aku angkat telepon dulu," sela Andra kemudian beranjak dari kursi untuk menjawab telepon yang masuk.
Asha menatap suaminya dengan bingung. Perempuan itu mengikuti kemana Andra pergi dengan matanya. Dan Andra rupanya menjawab panggilan itu di luar resto, agak jauh dari posisi duduk Asha sekarang sehingga Asha tidak bisa mendengarkan percakapan Andras ama sekali.
Asha mengamati gerak-gerik Andra dengan seksama. Ia sempat teralihkan sejenak ketika pelayan mengantarkan pesanan mereka. Namun ketika Asha kembali melihat ke tempat Andra tadi berdiri, rupanya suaminya itu sudah pergi. Berjalan kembali ke meja mereka dengan ekspresi yang sulit Asha pahami.
"Siapa yang menelpon?" tanya Asha.
"Charles," jawab Andra singkat kemudian mengambil sendok dan garpu lalu mulai menyantap makanannya.
"Charles? Ada apa dia menelpon? Apakah ada sesuatu yang penting?" tanya Asha yang juga mulai menikmati makananya.
Andra mengangguk sambil mengunyah makanannya, "Iya. Perusahaan sedang ada masalah dan aku diminta untu segera kembali," jawab lelaki itu usai menelan makanannya.
Asha sempat tersedak sedikit kemudian meneguk minumannya sebelum bertanya, "Jadi kita akan kembali?"
Andra tetap menunduk menatap piringnya. Tak berani menatap istrinya yang menatapnya dan menunggu jawaban.
"Dengan berat hati, kita harus segera kembali. Mungkin kita bisa melanjutkan jalan-jalan kita nanti," jawab Andra.
[]