Andra pulang dari kantor seperti biasa. Ia baru turun dari mobil saat mamanya menyapa dengan senyum hangat dan menghentikan kegiatannya menyiram bunga sore itu.
"Kamu sudah pulang, Ndra. Sendiri saja? Asha mana?" tanya mama mendekati Andra yang duduk di kursi rotan yang ada di teras.
"Iya, Ma. Pulang lebih awal karena kebetulan jalanan sedang tidak terlalu macet. Dan lagi, pekerjaan hari ini selesai lebih awal dari biasanya," jelas Andra sambil melonggarkan darinya yang melingkar erat di lehernya.
"Begitu. Lalu Asha bagaimana? Kamu pulang sendiri memang belum menjemputnya?" tanya mama sambil duduk di kursi kosong di sebelah Andra.
"Tadi aku sudah menelponnya sebelum pulang. Dia bilang dia akan pulang terlambat sebab ada pasien yang meminta konsultasi hari ini. Dan akhirnya dia berikan waktu setelah jam kerjanya selesai," jelas Andra.
"Oh, begitu. Tapi kamu akan menjemputnya, kan? Kamu tidak akan membiarkan dia pulang sendiri, kan?" tanya mama yang tampak perhatian pada Asha.
Andra menoleh dan tersenyum pada mamanya. Selama ini mamanya jarang sekali menanyakan tentang perempuan yang dekat dengan Andra siapapun itu. Sekalipun dia dekat dengan perempuan yang amat sangat sempurna di mata orang lain, mamanya tidak pernah menunjukan ketertarikan. Tapi terhadap Asha, mama tampak berbeda. Mama menunjukan perhatian dan kepedulian serta kasih sayang yang tak pernah Andra lihat sebelumnya.
"Iya, Ma. Nanti aku akan jemput istriku. Lagipula aku ini suaminya. Dan aku tidak mungkin membiarkan istriku pulang sendirian."
"Baguslah. Mama jadi lega. Mama khawatir jika Asha pulang sendirian. Dia pasti lelah dan memerlukan kamu."
Andra tetap tersenyum dan kini mengusap bahu mamanya dengan lembut. "Mama sepertinya sangat peduli dengan Asha. Anak mama yang sebenarnya itu aku atau Asha?" goda Andra bercanda.
Mama memukul bahu Andra dengan pelan karena gemas dengan pertanyaan anaknya. "Tentu saja kamu anak Mama. Tapi Asha menantu Mama. Dan dia selama ini tinggal sendiri. Berada di keluarga baru yang suasananya jauh berbeda dengan yang ia rasakan selama ini secara tidak langsung membuatnya harus menyesuaikan diri dengan baik. Mama ingin dia nyaman dengan keluarga kita. Dan tentu saja dekat dengan Mama."
Senang dan bahagia tentu saja Andra rasakan. Terutama karena dua orang perempuan yang paling ia sayangi ternyata saling mempedulikan.
"Mama sayang pada Asha?" tanya Andra.
Mama mengangguk, "Tentu saja. Dia perempuan yang baik dan tulus. Dia penyayang dan lembut. Dia juga tegas dan memiliki kepedulian yang tinggi," ujar mama dengan bangga.
"Iya, mama benar. Asha memang seperti yang mama jabarkan. Aku juga bangga dan senang karena dia sekarang adalah istriku. Aku bahagia karena setelah sekian tahun berlalu, aku masih diberi kesempatan untuk bersamanya."
"Dan bagaimana rasanya menjadi suami Asha?"
Andra tersenyum lebar, "Sangat menyenangkan. Dia selalu membuatku merasa terkejut karena senang setiap harinya. Mulai dari rasa masakannya yang membuatku tak pernah bisa melupakannya hingga momen-momen kecil yang membuatku selalu merindukannya."
Mama Andra tersenyum senang. Ia mengusap bahu Andra dengan sayang kemudian menepuk pipi lelaki itu dengan lembut. "Pokoknya harus menjaga Asha dan menyenangkannya. Membuatnya bahagia seperti kamu membahagiakan Mama."
"Tentu saja, Ma. Dia adalah salah satu prioritasku juga saat ini. Jadi mama tenang saja, dia selalu menjadi salah satu pertimbanganku juga."
Mama tersenyum. Ia mengangguk senang dengan apa yang putranya ucapkan. "Mama percaya padamu. Anak mama yang satu ini tidak pernah membuat mama kecewa."
***
Hari semakin malam dan matahari sudah terbenam. Lampu-lampu sudah menyala terang menghiasi setiap sudut kota. Andra memarkir mobilnya di dekat lobi rumah sakit. Di tempat parkir dokter yang memang biasanya menjadi tempat Asha memarkir mobilnya. Andra menunggu di luar sebab Asha bilang dia sudah dalam perjalanan ke tempat parkir.
Andra tidak menunggu terlalu lama sebab beberapa menit kemudian perempuan cantik itu muncul. Ia tersenyum lebar dan merentangkan tangannya mpada Andra. Lelaki itu pun tahu apa yang harus ia lakukan dan akhirnya membalas Asha dengan memberinya pelukan hangat.
"Kenapa baru keluar? Kenapa terlambat, hm?" tanya Andra kemudian memberikan kecupan manis di kening Asha.
"Aku harus bertemu dengan satu pasien lagi tadi. Jadi sedikit lama dari jam yang seharusnya. Kamu sudah makan malam? Ini sudah lewat jam makan malam di rumah, kan?" ucap Asha masih dipelukan suaminya.
"Aku sudah makan. Tapi tidak berselera karena kamu tidak ada. Bagaimana kalau kita makan malam lagi berdua?" tawar Andra.
"Makan malam berdua? Kamu yakin mau makan lagi?"
Andra mengangguk pendek dan menunduk menatap Asha yang ada dipelukannya, "Iya. Yakin. Makan malam denganmu sekarang sudah menjadi kewajiban untukku. Kalau tidak aku lakukan rasanya sangat tidak nyaman seperti ada yang kurang."
"Baiklah. Demi suamiku, ayo kita makan malam bersama. Kamu mau makan di mana?"
"Kafe kesukaan kita bagaimana?"
"Ide bagus, ayo berangkat!"
Keduanya pun melepaskan pelukan masing-masing dan masuk ke dalam mobil. Melewati beberapa menit perjalanan, keduanya pun akhirnya tiba di kafe kesukaan mereka.
Andra menggandeng tangan Asha masuk ke kafe. Mengambil posisi duduk paling nyaman menurut mereka lantas memesan makanan pada pelayan yang menghampiri meja mereka.
"Kamu tidak biasanya memesan pasta di jam seperti ini. Kamu yakin mau makan satu porsi saja? Tidak ingin lebih?" ucap Andra setelah pelayan pergi untuk mencatat pesanan mereka.
"Ya, aku memang lapar. Tapi rasanya terlalu berlebihan memakan dua porsi pasta di jam seperti ini."
Perempuan itu tersenyum kemudian menopang dagunya di atas meja.
"Sayang, kerjaan di kantor sedang padat tidak?" tanya Asha tiba-tiba saja mengalihkan topik.
"Pekerjaan di kantor selalu ada. Tapi padat atau tidaknya biasanya menyesuaikan. Lagipula sedang tidak ada proyek baru yang perlu perhatian lebih. Hanya mengawasi beberapa proyek yang sedang berjalan supaya sesuai dengan perencanaan. Memangnya ada apa? Kamu ingin meminta sesuatu?"
Asha mengangguk, "Jika ada kesempatan tentu saja aku ingin memintanya."
Andra balas tersenyum kemudian ikut menopang dagu menatap istrinya. "Memangnya kamu mau minta apa sayang? Kalau kamu menginginkan sesuatu, katakan saja. Kalau aku bisa, pasti akan aku lakukan."
Seperti mendapat lampu hijau dari suaminya, Asha pun tersenyum lebar. "Kamu pasti bisa memberikan apa yang aku inginkan jika kamu mau."
"Baiklah jika kamu berkata demikian. Sekarang katakan padaku, istriku yang cantik ini ingin apa, hm?"
"Jadi aku mendapatkan cuti agak lama kali ini. Dokter kepala memberiku hadiah cuti supaya kita bisa berbulan madu. Dan aku, ingin memanfaatkan waktu ini untuk pergi liburan keluar kota atau bahkan ke luar negeri. Menurut kamu bagaimana?"
"Tentu saja. Aku sangat setuju dengan ide itu," ucap Andra tanpa pikir panjang. Ia sudah menunggu kesempatan berbulan madu ini sejak lama. Dan ada kesempatan ini, dia tidak ingin melewatkan begitu saja. "Kamu kapan mulai cuti?"
"Besok lusa," jawab Asha. "Rencananya mala mini aku ingin membahas tujuan kita liburan. Bagaimana menurutmu?"
"Tentu saja aku setuju. Tidak ada alasan untuk menolak ide itu," balas Andra. "Aku akan segera meminta sekretarisku untuk memesan tiket dan akomodasi kita selama bulan madu. Aku ingin liburan kita sempurna dan tanpa gangguan."
Asha mengangguk setuju. Ia senang melihat Andra senang dengan berita yang ia bawa. Rupanya cuti adalah berita baik bagi keduanya. Baik bagi Andra maupun Asha sendiri.
[]