"Sayang maaf aku—" ucapan Asha terputus karena Andra memegang bahunya kemudian mengangguk.
"Tidak apa, Sha. Aku mendengar pembicaraan kalian. Aku yakin pasien itu lebih memerlukanmu sekarang daripada aku," ucap Andra menenangkan.
"Tapi sayang kita—"
"Sha," Andra menatap istrinya dan tersenyum lembut. "Kita bisa melakukannya lagi nanti. Keselamatan pasien adalah yang utama. Sekarang kamu siap-siap saja. Aku antar ke rumah sakit sekarang."
Andra turun dari ranjang dan memunguti pakaiannya lalu ia kenakan kembali. Asha pun pergi ke kamar mandi usai mengambil satu set pakaian yang akan ia kenakan ke rumah sakit. Perempuan itu hanya mengikat rambut seadanya dan mengambil tas kecil yang biasa ia bawa bekerja untuk menyimpan ponsel dan dompet.
Asha keluar dari kamar dengan Andra mengekorinya dari belakang. Lelaki itu mengeluarkan mobil dari garasi kemudian mengantar istrinya pergi ke rumah sakit.
***
Asha turun dari mobil dan berjalan cepat ke UGD. Perempuan itu menaiki lift dan menekan tombol lantai tempat ruang operasi yang dimaksud perawat tadi berada. Perempuan itu menunggu dengan tenang seperti biasa. Menetralkan emosinya dan fokus untuk kesembuhan pasiennya.
Ting!
Pintu lift terbuka dan Asha langsung menuju pintu ruang operasi yang lampunya menyala merah. Seorang perawat yang tadi menelfonnya sudah menunggu di depan ruang operasi dengan map berisi catatan kondisi pasien.
Perawat mengikuti Asha sambil perempuan itu berganti pakaian di ruang ganti. Menjelaskan secara detail kendala yang terjadi dengan sebenar-benarnya.
"Dokter Kafa sudah datang?" tanya Asha setelah perawat menyelesaikan penjelasannya.
"Sudah, Dok. Beliau sudah ada di dalam dan memeriksa kondisi pasien sejak lima menit yang lalu. Beliau menunggu Anda bersama yang lainnya."
Asha mengangguk mengerti. Meski jauh di dalam hatinya ia sangat kecewa dengan apa yang terjadi yang menganggu kegiatannya dengan Andra. Dengan berat hati ia harus mengorbankan malam pertamanya untuk menolong pasien. Tapi semua ini demi keselamatan orang lain dan beruntungnya Andra mengerti keadaan itu.
Asha keluar dari ruang ganti dan melihat Andra ada di sebelah keluarga korban. Asha menghampiri suaminya lebih dulu kemudian tersenyum dengan mata menyipit di balik maskernya.
"Kamu pulang saja sayang. Operasinya akan memakan waktu lama. Malam ini, aku akan di sini."
Andra tersenyum kecil kemudian mengangguk. "Kamu masuk saja. Fokus dan lakukan yang terbaik."
"Iya. Terima kasih," ucap Asha kemudian pamit masuk ke ruang operasi.
Andra melihat punggung Asha yang menghilang di balik pintu. Ada rasa bangga dan senang tersendiri. Ada perasaan yang benar-benar tidak bisa ia ungkapkan melihat betapa Asha berdedikasi dengan pekerjaannya. Meskipun panggilan darurat itu menganggu kegiatan intim mereka, tapi Andra tidak keberatan. Baginya yang penting ada Asha dalam hidupnya. Urusan lain, itu bisa diurus nanti.
***
Berkutat dengan pisau bedah dan situasi yang begitu menegangkan selama lebih dari enam jam membuat Asha kelelahan. Perempuan itu menghela nafas panjang setelah berhasil menyelesaikan operasi itu. Bersama dokter Panca, dokter Kafa, dan dokter Anam, Asha berhasil menyelamatkan nyawa pasien yang terbaring di meja operasi. Meski harus merasakan kelelahan setelahnya, namun rasa senang dan lega karena keberhasilan operasi itu tidak dapat ia pungkiri.
Asha dan dokter lainnya pergi ke ruang ganti untuk melepas pakaian operasi mereka yang sudah kotor terkena bercak darah. Mereka membersihkan diri kemudian keluar dari ruang ganti satu per satu. Dokter Kafa sekali lagi memeriksa keadaan pasien sebelum dipindahkan ke ruang observasi. Sementara dokter lain langsung pamit pergi sebab ada pekerjaan lain yang harus mereka urus.
Dokter Kafa keluar dari ruang operasi bersamaan dengan dokter Asha yang keluar dari ruang ganti. Asha langsung menghampiri dokter itu dan tersenyum padanya.
"Kerja bagus, Dok. Terima kasih atas bantuan hari ini," ucap Asha dengan tulus.
"Sama-sama, Dok. Kerja bagus juga. Senang melihatmu datang hari ini. Tapi aku prihatin juga karena masa pengantin barumu terganggu," ujar dokter Kafa.
Asha tertawa kecil kemudian mengangguk, "Aku merasakannya. Tapi keadaannya sangat darurat. Jadi mau tidak mau kita harus datang."
"Kamu mau langsung pulang?" tanya dokter Kafa. "Sudah pagi. Kamu pasti lelah."
Asha menjawab dengan anggukan, "Suamiku sudah waktunya berangkat kerja. Aku harus pulang untuk menyiapkan sarapan untuknya."
Dokter Kafa tersenyum, "Senang mendengarnya. Baiklah silahkan pulang. Hati-hati di jalan. Atau mau saya antar?" tanyanya.
Asha menggeleng sebagai bentuk penolakan. "Saya bisa memesan taksi online. Pada jam seperti ini biasanya taksi online sudah mulai beroperasi."
"Baiklah. Hati-hati di jalan," pesan dokter Kafa.
Asha mengangguk ia hendak meninggalkan Kafa dan pamit lebih dulu namun terhenti setelah melihat seseorang yang tidak asing tertidur dengan posisi duduk di kursi tunggu yang tak jauh dari ruang operasi.
"Andra," gumam Asha menyebutkan nama suaminya. Asha berjalan agak cepat mendekati kursi yang Andra duduki kemudian berjongkok di depan suaminya.
Pakaian yang Andra kenakan adalah pakaian yang lelaki itu kenakan ketika mengantarnya semalam. Asha memeriksa jam yang tergantung di dinding tak jauh dari sana dan mendapati waktu sudah lewat subuh. Andra kemungkinan tidur di sana dan menunggu Asha semalaman.
Asha mengamati suaminya. Wajah tampan itu terlelap dengan tenang. Pasti melelahkan tidur dalam posisi seperti itu. Perempuan itu merasa terharu dengan apa yang dilakukan suaminya. Ia pun duduk di sebelah Andra kemudian memegang tangannya dengan lembut dan membangunkan suaminya.
"Sayang, bangun," ucap Asha lembut mengusap lengan suaminya.
Asha menunggu Andra terbangun. Tidak menunggu lama, Andra pun membuka mata kemudian menguap lebar dengan mata terpejam lelah. Lelaki itu menoleh ke samping dan mendapati sang istri menatapnya dengan senyum manis.
"Kamu tertidur di sini? Atau memang tidak pulang?" tanya perempuan itu.
"Aku tidak pulang semalam. Kemudian aku tertidur di sini," jawab Andra. "Bagaimana? Operasinya sudah selesai? Pasiennya selamat?"
Asha mengangguk, "Sudah. Baru saja selesai," jawabnya. "Dan, ya. Kita patut bersyukur sebab pasien dapat selamat dan menjalani operasi dengan lancar."
"Kamu melakukannya dengan baik, sayang," ucap Andra kemudian merangkul Asha dan membawanya dalam pelukan hangat.
"Terima kasih. Semua berkat kerjasama yang baik antara para dokter dan perawat," ujar Asha. "Omong-omong ini sudah pagi. Sudah selepas subuh. Bukankah kita harus segera pulang?"
Andra yang masih memeluk Asha pun mengangguk, "Iya. Kita pulang. Kamu pasti lelah karena harus lembur."
"Kamu juga pasti lelah menungguku hingga selesai operasi."
Lelaki itu tersenyum, "Aku senang menemanimu bekerja. Ini kali pertama aku menunggumu bekerja dan dengan status sebagai suamimu."
"Aku senang kamu menemaniku bekerja. Tapi aku lebih senang jika kamu tidak melakukan ini lagi nanti. Menungguku sangat lama dan jenuh, kan?"
"Tidak masalah. Aku menunggu istriku dan itu menyenangkan," balas Andra.
Asha tidak membalas lagi. Ia mengeratkan pelukan pada suaminya kemudian tersenyum hangat. "Terima kasih, sayang."
"Iya, sama-sama. Sekarang mari kita pulang. Kita istirahat. Kamu tidak perlu memasak. Nanti seharian tidur saja denganku."
Asha tertawa mendengar ucapan suaminya. "Mana ada? Nanti mama mencariku."
"Tidak. Aku jamin. Aku akan mengatakan pada mama bahwa kamu lelah karena ada panggilan darurat supaya kamu bisa beristirahat tanpa ada gangguan."
"Begitu? Baiklah. Aku akan menurut kata suamiku," balas Asha.
Keduanya pun melepaskan pelukan satu sama lain. Beranjak dari duduknya kemudian berjalan pulang bersama-sama.
[]