Seminggu berlalu setelah Asha dan Andra resmi menjadi suami istri. Keduanya tinggal bersama di rumah keluarga Andra. Menempati kamar yang dulu Andra gunakan ketika ia masih remaja, baik Andra maupun Asha terlihat tidak masalah karena harus tinggal bersama dengan orang tua Andra.
Asha dan Andra masih dalam keadaan cuti. Mereka mengambil cuti lebih lama karena ingin menghabiskan waktu lebih banyak bersama. Andra dapat tenang karena sekretarisnya dapat membantunya mengurus kantor. Sementara Asha dapat menikmati waktunya karena ia mengambil akumulasi cuti tahunannya yang tak pernah ia ambil sebelumnya.
Setiap hari sejak pindah ke rumah orang tua Andra, Asha memutuskan untuk memasak sendiri. Ia menyiapkan sarapan, makan siang, dan makan malam untuk Andra dan keluarga lainnya. Asha yang sejak lama merasa canggung sebab sangat jarang menginjakkan kaki di dapur pun harus berusaha membiasakan dirinya. Beruntung ia mendapat bantuan dari ibu mertuanya sehingga rasa masakannya pun dapat tertolong dan layak untuk dimakan.
"Makan malam sudah siap," Asha meletakkan lauk terakhir yang selesai ia masak kemudian duduk di kursi kosong di sebelah Andra.
"Wah, sepertinya harum. Kamu masak apa sayang?" tanya Andra.
"Aku memasak udang asam manis. Mama yang ajari. Kata mama kamu suka makanan itu," jawab Asha mengambil piring suaminya kemudian ia isi dengan nasi putih dan lauk secukupnya.
Mama pun melakukan hal yang sama untuk papa. Melayani makan suaminya dan menuang minuman di gelas yang ada di dekat piring.
Charles dan Michelle yang ada di meja yang sam tampak cuek saja. Mereka mengambil makanan sedikit seperti sengaja menghindari makanan yang Asha makan malam itu. mereka hanya mengambil beberapa makanan sederhana yang keduanya tahu bahwa makanan itu dimasak oleh asisten rumah tangga yang bekerja di rumah.
"Charles, Mischelle, kenapa hanya makan ayam goreng? Itu makanan lainnya juga enak, loh," ucap mama usai mengambil makanan untuk dirinya sendiri.
Charles menggeleng, "Ini saja. Aku trauma dengan makanan yang sebelumnya," akunya terang-terangan.
Asha yang tadinya diam saja langsung menoleh pada Charles. Sebelumnya tidak ada yang membahas mengenai masakannya. Mereka menikmati saja masakan yang ia masak tanpa berkomentar apapun. Hanya mama yang sesekali mengingatkan untuk mengurangi penggunaan gula dan garam di masakannya. Andra bahkan sama sekali tidak berkomentar. Ia menghabiskan makanan yang Asha masak tanpa berkata apa-apa setelahnya.
"Memangnya kenapa dengan masakan aku? Tidak enak?" tanya Asha memberanikan diri.
Charles menoleh pada kakak iparnya dan tersenyum meremehkan. "Mungkin kamu memang tidak cocok berkutat dengan pisau dapur. Pisau bedah sudah membuatmu lupa bagaimana cara memotong bahan makanan dengan baik."
"Charles!" tegur Andra meminta Charles untuk tidak meneruskan kata-katanya. Andra tidak ingin Asha terluka perasaannya.
"Yang Kak Charles katakan memang benar, kan? Kakak tidak perlu menutupinya karena dia adalah istri kakak," kali ini Michelle yang bersuara. Perempuan muda menatap sebal pada Asha.
Mama dan papa yang melihat perdebatan kecil di meja makan pun menggeleng pendek.
"Sudah. Kita makan dulu. Mengenai masakan Asha, itu bukan masalah besar. Lagipula, Asha baru belajar memasak setelah selama ini hanya bekerja. Jadi ini bukan masalah besar. Dan Asha, Papa tahu kamu sudah berusaha. Kedepannya, Papa yakin kamu pasti akan bisa memasak," ujar papa menengahi.
Suasana kembali tenang setelahnya. Asha makan seperti biasa dan Andra pun asik melahap masakan Asha. Asha senang melihatnya. Setidaknya ada satu orang yang menghargainya sekalipun orang lain tidak bisa menerima apa yang sudah ia lakukan.
***
Asha sudah berganti pakaian dengan piyama nyaman berbahan sutra dengan warna biru muda. Perempuan itu naik ke ranjang kemudian memeluk suaminya yang sedang berkutat dengan berkas di tangannya.
Merasa Asha bertingkah manja padanya, Andra pun meletakkan kembali berkas itu di dekat lampu tidur kemudian membalas pelukan Asha dengan sama hangatnya.
"Kamu kesal dengan sikap Charles tadi?" tanya Andra dengan hati-hati agar tidak membuat Asha merasa terganggu.
Asha menggeleng sebagai jawaban dan malah mengeratkan pelukannya pada Andra. "Memang benar masakanku tidak enak, kan? Aku ini hanya tahu makan enak tanpa bisa memasaknya. Selama ini aku tinggal sendiri dan sering menghabiskan waktuku di rumah sakit. Aku makan makanan yang di masak orang lain. Entah dibuatkan oleh istrinya dokter Kafa atau orang kantin. Maklumi saja jika rasa masakanku memang kurang layak makan."
Asha menghela nafasnya pendek kemudian memainkan jarinya di dada sang suami. "Aku akan belajar memasak dengan lebih baik supaya kamu bisa menikmati makanan yang layak."
"Aku tidak masalah dengan masakan apapun yang kamu buat. Aku bisa menikmati masakan yang kamu masak bagaimanapun rasanya," ucap Andra menghibur.
"Makanan adalah hal yang paling penting untuk kita. Sebagai istri aku harus bisa memasak masakan yang layak untuk suamiku yang bekerja untuk keluarga. Kamu pun paling tidak bisa memberikan komentar dengan jujur supaya aku bisa memperbaiki masakanku nanti. Entah dari segi rasa atau apapun itu supaya aku bisa belajar lagi, ya?"
Andra tersenyum kemudian memberikan kecupan manis di kening istrinya. "Maaf, aku tidak bermaksud membuatmu tidak nyaman. Aku berusaha menghargaimu dengan memakan makanan yang sudah kamu masak. Tapi jika sikapku ini kurang tepat, aku minta maaf."
Asha mengangkat wajahnya menatap sang suami. Ia mengusap pipi Andra kemudian memberikan kecupan ringan di pipi lelaki itu, "Terima kasih. Tapi lain kali, kamu jujur saja. Supaya aku bisa memperbaiki diri, ya?"
Andra pun mengangguk lantas mendekatkan wajahnya dan menempelkan bibinya dengan bibir Asha. Mereka saling menyalurkan perasaan masing-masing. Memberikan cinta dan kasih sayang juga hasrat yang mereka tunjukan melalui ciuman.
"Sha, kamu sudah selesai?" tanya Andra yang nafasnya mulai memburu terbuai dengan gejolak hasrat dalam dirinya.
"Sudah, sayang," jawab Asha dengan suara yang begitu halus.
"Kita bisa melakukannya sekarang?" tanya Andra dengan suara berat sambil sesekali menjatuhkan kecupan-kecupan ringan di bahu dan perpotongan leher Asha.
Asha menahan nafasnya ketika sentuhan ringan Andra padanya menimbulkan desir gairah yang menggiring tubuhnya mengikuti keinginan sang suami.
"Aku rasa aku menginginkanmu malam ini," bisik Andra dengan suara dalam tempat di telinga Asha.
Asha mengangguk sebagai jawaban pada suaminya. Mereka bergelung di bawah selimut selama beberapa saat hingga sebuah bunyi nyaring ala sirine rumah ambulan membuat Asha berlonjak kaget dan kehilangan hasratnya. Perempuan itu meraih ponsel yang ia letakan di dekat lampu tidur kemudian menjawab panggilan yang masuk.
"Iya selamat malam, ada yang bisa saya bantu?" tanya Asha yang masih berada di bawah suaminya.
Andra diam tak bergerak kemudian perlahan menggeser tubuhnya hingga berada di sebelah Asha dan menunggu istrinya yang sedang menjawab telepon.
"Dokter Asha, Kami memerlukan bantuan Anda. Siang ini pasien dengan nama Alya usia sepuluh tahun datang dengan keluhan sakit perut. Kami sudah melakukan prosedur pemeriksaan dan dokter Ilyas bilang pasien harus segera dioperasi. Kami sudah berusaha mencari dokter lain, tapi mereka tidak bisa karena satu dan lain hal. Dokter Ilyas meminta kami menghubungi dokter dan meminta tolong untuk melakukan operasi sekarang," ujar perawat yang menelponnya.
"Baiklah saya akan segera datang. Siapkan ruang operasinya, kurang dari dua puluh menit saya tiba," ucap Asha kemudian menutup telepon sepihak.
Asha menoleh pada suaminya dengan wajah menyesal. "Maaf sekali lagi mengecewakanmu. Aku harus ke rumah sakit sekarang."
"Tidak apa. Aku tahu ini darurat. Aku akan mengantarmu."
[]