Andra sesekali menoleh pada Asha yang sedang makan dengan wajah ditekuk. Perempuan itu terlihat kesal akan sesuatu yang Andra tahu apa. Andra memilih diam karena ia tidak ingin merusak perasaan Asha pagi ini terutama karena hari itu adalah hari pertama mereka menjadi suami istri. Dan pagi itu adalah kali pertama mereka makan bersama keluarga inti Andra setelah pernikahan.
Usai acara resepsi keluarga Andra memang semuanya memilih menetap di hotel termasuk dengan Charles juga Michelle, adik sepupu Andra. Mereka memilih demikian sebab sudah berfikir akan lebih efisien dan menghemat waktu juga tenaga jika mereka beristirahat di hotel yang sama. Maklum saja, mama dan papa turun langsung untuk mengurus pernikahan keduanya sekalipun dibantu oleh perencana pernikahan.
Mama memanggil semuanya untuk sarapan di restoran hotel di sebuah meja VIP yang ada di balkon. Menikmati suasana menyenangkan di hari pertama Asha dan Andra resmi menjadi suami istri.
"Bagaimana tidur kalian? Nyenyak?" tanya mama basa-basi.
Andra mengangkat wajahnya yang sedari tadi menunduk menatap piringnya kemudian tersenyum pada mamanya. "Nyenyak, Ma. Mama sendiri bagaimana? Pasti lelah bukan mengurus pernikahan kami beberapa waktu belakangan?"
"Tidak lelah. Mama justru merasa senang. Sudah lama Mama ingin melakukannya. Sibuk dengan kegiatan menyenangkan seperti ini. rasanya benar-benar luar biasa."
Papa tersenyum dan mengangguk, "Papa juga senang. Baru kali ini rasanya begitu tertarik hal seperti ini. Dan puas juga karena dapat membantu mewujudkan pernikahan impian Andra."
Andra tersenyum senang. "Semua ini berkat Asha. Kalau saja Asha tidak menjadi istri Andra, mungkin semua ini tidak akan terjadi," ucap Andra kemudian menoleh pada istrinya yang balas menatapnya.
Mama dan papa terlihat senang melihat interaksi keduanya. Karena sebuah kejadian tak terduga, dua anak manusia yang dulunya hanya bisa saling memendam cinta kini akhirnya dapat dipersatukan dalam ikatan suci pernikahan.
"Jika bukan karena Asha yang mendonorkan ginjalnya pada Andra dan mempertaruhkan nyawanya sendiri, Andra tidak tahu apakah masih ada kesempatan bagi Andra untuk mendapatkannya," ujar Andra dengan senyum tulus. "Meski Andra tahu bahwa jika bukan Andra pun, Asha pasti melakukan hal yang sama. Tapi ketulusan itulah yang tidak pernah Andra dapatkan dari orang lain. Sekalipun Asha baik pada semua orang dan rela melakukan apa pun untuk menyelamatkan orang lain. Itu semua sudah cukup bagiku. Bukan masalah untukku sebab dia melakukannya demi kebaikan. Perasaanya yang begitu peduli dan tulus pada orang lain yang tidak pernah aku temukan dari orang lain. Perasaan yang tak pernah berubah walau waktu sudah berlalu begitu lama."
"Semua dokter akan melakukan hal yang sama untuk pasiennya, Kak. Jangan terlalu berlebihan memujinya," kata Michelle dengan nada datar dan tatapan tidak suka terhadap Asha. Perempuan itu menyuapkan makanan ke dalam mulutnya dengan cara yang anggun. Menunjukan bahwa dirinya adalah perempuan yang terhormat dan memiliki kelasnya tersendiri.
"Aku tahu semua dokter akan melakukan hal yang sama untuk pasiennya. Tapi untuk berani dan rela memberikan organ tubuhnya pada pasien, aku rasa akan sangat jarang terjadi. Dan Asha mau melakukannya bahkan tanpa perlu mama memohon padanya untuk menyelamatkan nyawaku," ujar Andra membela Asha. "Secara tidak langsung, aku berhutang nyawa padanya. Asha bahwa memberikan cintanya padaku. Dan aku memberikan seluruh hidup dan cintaku untuknya."
Asha tersenyum. Ketulusan yang Andra ucapkan dihadapannya benar-benar menyentuh hati. cinta itu nyata. Bukan hanya omong kosong yang keluar dari mulut Andra. Orang lain mungkin hanya bisa melihatnya saja. Dan mereka akan meragukan perkataan Andra yang demikian itu karena satu dan lain hal.
"Itu hanya sebuah bantuan kecil. Demi uang, orang lain pun akan melakukannya. Mungkin Kak Asha ini memiliki tujuan lain melakukannya," komentar Charles yang seolah menuduh Asha memiliki tujuan yang tak baik pada Andra.
Bu Renata menoleh pada putra bungsunya. Ia menggeleng karena menyayangkan sikap yang Charles tunjukan pada Asha dan prasangka buruknya pada menantu yang ia sayangi itu.
"Setidaknya Asha mengambil resiko untuk itu. Sebagai dokter, tentu ia tahu apa yang boleh dan tidak boleh ia lakukan. Sebagai dokter tentu ia tahu konsekuensi atas keputusan yang ia ambil. Dia bisa saja tidak melakukan donor itu jika ia memikirkan dirinya sendiri sama seperti yang kamu lakukan pada kakakmu," balas mama dengan lembut namun begitu menusuk ke hati Charles.
Memang benar bahwa Charles menolak melakukannya. Lelaki itu sengaja tidak mau mendonorkan ginjalnya sebab ia menyimpan rasa iri dan tidak suka dengan kakaknya. Tapi dengan adanya Asha yang seolah menjadi pahlawan di hidup Andra, Charles merasa bahwa dunia ini semakin tidak adil. Andra mendapatkan apa yang ia inginkan bahkan ketika keinginan itu sudah terkubur lama dan hampir terlupa. Ketika perasaan cintanya pada Asha yang sudah lama tak lagi tumbuh, kini malah tersirami dengan cinta dan ketulusan dari perempuan itu. Charles sebal, ia kecewa, dan ia juga muak dengan semua keberuntungan yang seolah hanya berpihak pada kakaknya saja.
Melihat perdebatan tidak langsung antara mertua dan adik iparnya, Asha merasa tidak enak hati. Ia menghentikan makannya dan hanya mengaduk-aduk sarapan yang ada di piringnya.
"Ma, sudah. Aku tidak apa-apa. Lagi pula aku sudah sembuh. Sudah kembali normal. Asha juga sama. dia sudah kembali sehat seperti semula. Masalah donor itu tidak perlu kita perpanjang lagi," ucap Andra.
Perdebatan pun berakhir. Semua kembali akan dengan tenang dan Asha pun dapat kembali menikmati sarapannya yang rasanya berubah hambar.
Usai sarapan, Andra dan Asha meninggalkan restoran. Mereka menuju ke kolam renang dalam ruangan yang ada di lantai yang sama dengan tempat restoran berada. Keduanya duduk di sebuah kursi panjang yang menghadap ke balkon. Tenang menikmati suara gemericik air yang mengalir dari pancuran yang ada di dekat sana. Asha dan Andra duduk bersebelahan dengan tangan yang saling menggenggam satu sama lain.
"Maaf untuk sarapan yang tidak menyenangkan hari ini," ucap Andra. "Perdebatan tadi diluar rencana."
"Tidak masalah. Aku tidak apa," jawab Asha.
Andra tersenyum kecil kemudian merangkul Asha dan membawanya dalam pelukannya, "Kamu pasti merasa tidak nyaman karena Charles membahas mengenai donor itu. Maafkan dia yang belum dewasa, ya?"
Asha mengangguk, "Itu tidak jadi masalah untukku, sayang. Jangan khawatir."
"Benarkah? Lalu kenapa kamu terlihat murung pagi ini?"
Asha mengangkat wajahnya menatap suaminya. Ia menggeleng kemudian melingkarkan lengannya di lengan Andra. "Tidak kenapa-kenapa. Hanya em—"
"Kamu kecewa karena semalam?" tebak Andra yang melihat gelagat Asha.
Asha pun mengangguk dengan malu. "Maaf. Aku lupa dengan jadwal datangnya. Seharusnya semalam jadi malam pertama kita."
Andra tersenyum mendengar jawaban Asha. Ia bisa merasakan kekecewaan Asha yang terlihat berusaha menjadi yang terbaik dan memberikan yang terbaik pada suaminya.
"Tidak apa. Masih ada hari esok. Kita bisa melakukannya setelah kamu selesai. Tidak apa dilakukan kapanpun, yang penting adalah kita bersama. Benar, kan?"
Asha mengangguk membenarkan. Merasa terhibur dengan apa yang suaminya ucapkan. "Aku pikir kamu akan kecewa dan marah karena semalam. Maka dari itu perasaanku campur aduk semalam."
Andra tertawa kecil. "Tidak ada alasan untuk marah hanya karena hal itu. Sekarang nikmati saja waktu kita. Nikmati cuti kamu denganku. Bagaimana?"
"Setuju," balas Asha dengan senyum lebar kemudian memeluk suaminya dengan hangat.
[]