Chereads / Bukan Salah Istri Kedua / Chapter 10 - Bab 10 Pernikahan Kita

Chapter 10 - Bab 10 Pernikahan Kita

Aula utama sebuah hotel bintang lima yang dipesan Andra khusus untuk acara pernikahannya pun sudah ramai siang itu. Tertata indah dengan dekorasi bernuansa putih dan biru muda. Bunga-bunga segar berwarna senada dengan dekorasinya, Andra datangkan langsung dari tempat khusus yang sejak lama sudah ia persiapkan. Andra ingin semuanya sempurna. Terutama untuk acara terpenting itu dalam hidupnya.

Lelaki itu masih berada di salah satu ruangan khusus di dalam hotel. Baru selesai mengenakan pakaian untuk pernikahannya, Andra bersiap keluar dari ruangannya. Dengan didampingi oleh papanya serta Charles, Andra masuk ke dalam lift dan turun ke lantai tempat aula pernikahan berada.

Andra tiba di aula beberapa saat kemudian. Penghulu sudah siap di tempatnya. Keluarga sudah berkumpul dan duduk di kursi-kursi cantik yang ada di sana. Lelaki itu pun dipersilahkan duduk pada posisi yang seharusnya. Berhadapan dengan penghulu, saksi, serta ayah dari calon istrinya.

Penghulu mengulurkan tangan kemudian Andra menjabatnya. Setelah beberapa tahapan yang memang sudah harus Andra lakukan, Andra pun dapat bernafas lega sebab ia sudah selesai mengucapkan janji pernikahan yang disahkan oleh semua saksi. Andra tersenyum dan menunggu Asha yang akan dibawa untuk menandatangani buku nikah bersama Andra.

Perempuan cantik itu berjalan dengan pelan menuju kursi tempat Andra berada. Melewati jalan yang sudah berhiaskan kelopak bunga cantik, Asha yang sudah berpakaian pengantin dituntun oleh perias pengantin untuk duduk di sebelah Andra. Asha pun tersenyum pada Andra dan mereka menandatangani buku nikah. Dengan demikian, setelah semua prosesi selesai keduanya pun telah resmi menjadi suami istri.

Asha mencium tangan Andra sebagai tanda baktinya sebagai istri. Dan Andra membalasnya dengan mencium kening Asha dengan sayang. Keduanya berpandangan cukup lama kemudian saling tersenyum.

Tuhan terima kasih sudah memberiku kesempatan untuk memilikinya. Terima kasih sudah memberikan aku kesempatan untuk memperjuangkannya dan mendapatkannya. Aku mencintainya, sekarang dan selamanya, batin Andra sambil menatapi wajah Asha.

***

"Kaki kamu sakit?" tanya Andra memegang lengan Asha dan menjaganya agar tidak jatuh. Asha sempat memperbaiki pakaian pengantin yang ia gunakan di atas pelaminan.

Asha tersenyum pada suaminya. Sebenarnya ia merasakan nyeri pada kakinya. Pegal dan lelah karena berdiri menyalami tamu lebih dari empat jam. Asha menghela nafas beberapa kali secara diam-diam supaya Andra tidak khawatir dengannya. Namun, rupanya kakinya tidak bisa diajak kompromi. Ia kehilangan keseimbangan sejenak dan hampir jatuh. Beruntung Andra menangkap lengannya dan melingkarkan lengan di pinggangnya. Asha pun dapat berdiri dengan baik kembali.

"Tidak, hanya pegal dan nyeri saja sedikit. Aku baik-baik saja, sayang," jawab Asha menjelaskan.

Andra membimbing Asha duduk kemudian berlutut melihat kondisi kaki istrinya. Mereka masih di atas pelaminan dan jadi bahan tontonan tamu undangan. Andra tanpa canggung melakukannya sebab tamu-tamu undangan sedang menikmati jamuan sementara pelaminan hanya ada mereka berdua dan orang tua saja.

"Andra, kamu sedang apa? Kita masih di pelaminan. Tidak enak dilihat tamu undangan lainnya," Asha berkata lirih membungkukkan dirinya agar Andra dapat mendengar apa yang ia ucapkan.

"Tidak apa, aku ingin melihat kakimu. Aku khawatir jika kakimu bengkak," ujar Andra melepaskan sepatu hak tinggi Asha.

"Andra, acaranya belum selesai. Kamu—"

"Sha, kaki kamu bengkak," potong Andra. "Ini lebih baik. Kamu dokter harusnya kamu lebih tahu bagaimana merawat dirimu sendiri."

"Aku tahu, tapi ini pernikahan kita. Aku harus tampil dengan baik supaya kamu tidak malu di depan kolegamu."

Andra mendongak menatap istrinya. Lelaki itu tersenyum kemudian memegang kedua tangan Asha. "Kamu tidak membuatku malu. Kamu adalah yang terbaik dan paling aku sayangi setelah mamaku."

Asha tersentuh. Ia tersenyum kemudian berkata, "Terima kasih suamiku."

Wajah Andra bersemu merah jambu. Lelaki itu mencium tangan Asha kemudian menatap istrinya dengan penuh cinta.

"Terima kasih telah menerimaku menjadi suamimu."

"Terima kasih juga karena telah menjadikan aku perempuan paling bahagia hari ini," balas Asha.

Keduanya asik menunjukan cinta mereka satu sama lain hingga tanpa sadar bahwa rekan kerja Asha yang sudah berdiri di dekat mereka menunggu dengan senyum-senyum malu. Dokter Kafa yang ada di barisan belakang pun berpindah ke depan. Ia berdehem agak keras membuat Asha dan Andra menoleh padanya dan seketika Andra pun bangkit dari posisinya. Membantu Asha berdiri kemudian menyalami mereka satu per satu.

"Sungguh pemandangan yang manis. Saya tidak tahu jika tuan Andra Radamel bisa berlutut di hadapan istrinya dan tersenyum semenarik ini. Saya merasa senang sekaligus iri dengan kemesraan kalian," ucap dokter Kafa usai menjabat tangan Andra.

"Oh, maaf. Tapi saya pikir Anda tidak perlu iri sebab Anda memiliki istri yang juga sangat cantik," balas Andra.

"Tentu saja. Istri saya adalah yang paling sempurna untuk saya," dokter Kafa tersenyum hangat. "Selamat atas pernikahan kalian. Berbahagialah dengan cara kalian sendiri."

"Terima kasih, Dok. Terima kasih juga karena sudah menjadi teman terbaik Asha selama ini."

"Itu adalah sebuah kebahagiaan sendiri untuk saya. Asha adalah perempuan yang baik dan kamu beruntung memilikinya. Saya berharap kamu dapat menjadi teman hidup yang baik untuk Asha. Jangan sakiti dia atau membuatnya menangis. Ingat baik-baik bahwa kamu sudah membuat banyak lelaki baik lain di luar sana menangis dan kecewa karena kamu yang Asha pilih untuk menjadi teman hidupnya."

Andra tersenyum. Ia merasa bangga seolah baru saja memenangkan sebuah pertandingan tidak langsung dalam hidupnya. "Tentu, saya berharap demikian. Asha adalah perempuan terbaik yang pernah saya kenal. Dan saya berharap dia akan bahagia bersama saya."

Dokter Kafa mengangguk kemudian memeluk Andra sesaat kemudian beralih menjabat tangan Asha lalu memeluknya dengan hangat.

"Aku senang melihatmu bersamanya," bisik dokter Kafa memeluk Asha. "Kamu tampak bahagia dan kamu berhak untuk itu."

Asha balas memeluk dokter Kafa dengan hangat. "Terima kasih. Semua ini berkat dokter Kafa juga. Kalau bukan karena saranmu supaya aku mencoba dekat dengannya, semua ini tidak akan terjadi."

Dokter Kafa dan Asha saling melepas pelukan. Asha tersenyum mendapati dokter Kafa matanya berkaca-kaca.

"Kenapa?" tanya Asha.

Dokter Kafa menggeleng, "Tidak. Aku bahagia. Sebagai sahabat yang melihatmu selama ini. Aku bahagia karena kamu sudah menemukan kapalmu. Kamu menemukan apa yang kamu butuhkan. Dan itu membuatku ikut bahagia."

Asha ikut tersenyum. Ia terharu. Dokter Kafa benar-benar menghargainya dan menyayanginya. Ia juga yang paling peduli dan memikirkan kebahagiaan Asha.

"Terima kasih untuk semuanya. Kamu menjagaku bukan hanya sebagai rekan tapi juga sebagai kakak. Aku menemukan sosok yang selama ini aku cari dari kamu dan istrimu. Aku beruntung memiliki kalian di hidupku."

"Sekarang keberuntunganmu bertambah dengan adanya Andra. Yang jelas ini adalah awal hidup barumu. Berbahagialah karena di dunia ini kebahagiaanmu adalah yang utama."

"Iya, terima kasih," balas Asha dengan senyum bahagianya.

Dokter Kafa dan rombongan pun turun dari pelaminan usai berfoto bersama.

Andra mengajak Asha duduk usai pelaminan kembali kosong. Andra menggenggam tangan istrinya dan tersenyum dengan wajah bahagia.

"Kenapa?" tanya Asha melihat Andra yang tidak mengatakan apapun.

Andra menggeleng. "Tidak ada. Hanya merasa senang karena aku berhasil mendapatkan dirimu. Dan aku beruntung karena aku adalah pria yang kamu pilih sebab aku yakin kamu pasti memiliki banyak sekali penggemar di luar sana."

Asha tersenyum kemudian menggeleng kecil, "Kamu ini bicara apa. Sudahlah, ini pernikahan kita. Jangan membahas hal seperti ini. Lagi pula meskipun banyak lelaki di luar sana, aku akan tetap memilihmu. Sebab hanya kamu yang memiliki hatiku sejak lama."

[]