Setelah makan dan beristirahat sejenak, Gayatri teringat untuk memberi kabar pada Mamanya. Diambilnya HP dari dalam tas kecil. Namun setelah beberapa saat membukanya, Gayatri kesulitan mengirimkan pesan lewat aplikasi WhatsApp.
Gayatri keluar kamar dan mendekati Uwak Dede yang sedang duduk santai di teras rumah.
"Wak, sinyal internet susah ya disini?" tanya Gayatri.
Uwak Dede menoleh dan mematikan puntung rokok di tangannya.
"Iya, Neng. Susah sinyal di sini mah. Kalau mau cari sinyal mesti naik ke bukit kecil di belakang rumah, kalau di sana banyak," Jawabnya.
"Oh mesti naik ke bukit, Wak?"
"Iya, Neng. Tapi besok saja, sekarang sudah gelap. Memangnya mau menghubungi siapa?" tanyanya.
"Nggak, Wak. Cuma mau kasih kabar ke Mama,"
"Ooh … telpon atau sms saja, Neng. Masih bisa kan?"
"Bener juga, Wak. Lupa saya kalau masih bisa pakai telpon atau sms, terbiasa pake WA sih. Hehehe … " Gayatri menertawakan dirinya sendiri yang jadi kurang kreatif saat berada di desa begini.
Cepat Gayatri mengirimkan pesan pendek pada Mamanya. Statusnya sudah terkirim, namun belum dijawab. Mungkin Mamanya belum sempat buka HP. Tidak masalah, yang penting sudah kirim kabar. Batinnya.
Lalu Gayatri ikut duduk dan ngobrol ringan dengan Wak Dede. Keasyikan mengobrol mereka terganggu, berkali-kali Gayatri terlihat menepuk nyamuk yang menggigit.
"Maah ... obat nyamuk di dalam masih ada?" seru Wak Dede pada istrinya.
"Sebentar saya carikan," sahut Wak Rosmi.
Tak lama perempuan itu keluar dan mengulurkan botol lotion anti nyamuk pada Gayatri.
"Ini, Neng. Pinjem sebentar sama Nini barusan. Punya saya kebetulan sudah habis,"
"Makasih, Wak," Ucap Gayatri sambil menerima botol lotion. Gadis itu segera mengoleskan lotion pada tangan dan kakinya. Ampuh, seketika tak ada lagi nyamuk yang berani mendekat.
"Nanti tolong dikembalikan ke Nini ya, Neng. Nini biasa memakainya tiap kali mau semedi tengah malam," Terang Wak Rosmi.
"Semedi? Tengah malam? Apa itu, Wak?" Gayatri jadi penasaran.
"Biasalah kalau orang-orang jaman dulu suka melakukan itu, Neng. Semedi, berdiam diri,"
"Kalau bahasa orang jaman sekarang meditasi, Neng," Wak Dede ikut menimpali pembicaraan.
Gayatri merasa penasaran dan ingin bertanya lebih lanjut. Namun, Wak Rosmi buru-buru berpamitan, rupanya dia sedang menggoreng pisang.
"Neng, saya ke dapur lagi. Lupa sedang goreng pisang tadi, gosong nanti," Ucapnya.
"Iya, iya ... Silahkan, Wak. Nanti saya kembalikan sendiri ke Nini obat nyamuknya ini," Kata Gayatri.
Gayatri mengalihkan pertanyaanya pada Wak Dede. Dia masih penasaran dengan Nini. Selama tiap kali berlibur ke rumah Nini, ia selalu datang beramai-ramai, hingga tak sempat memperhatikan hal-hal kecil.
"Wak, Nini itu usianya sekarang berapa ya?" tanya Gayatri.
"Coba Neng Gaya tebak berapa?" Wak Dede balas mengajak tebak-tebakan. "Saya dan Mamamu itu terhitung cucunya, generasi yang ketiga, semua anaknya sudah meninggal,"
"Seratus tahun ada, Wak?" tanya Gayatri menebak.
"Ada, Neng. Saya sendiri tidak tahu tepatnya berapa. Ya dikira-kira saja mungkin sudah 100 tahun lebih usianya,"
"Hebat ya, Wak? Orang jaman dulu usianya bisa panjang-panjang dan sehat, jauh dari penyakit macam-macam," Sahut Gayatri.
"Iya, Neng. Orang jaman dulu lakunya beda dengan orang-orang sekarang, makanan mereka alami, hidupnya juga jauh dari stress. Nggak banyak pikiran dan nggak banyak keinginan," Terang Wak Dede.
Gayantri mengangguk-angguk.
"Apalagi Nini, Neng. Beliau ini istimewa. Coba saja Neng Gaya tanya-tanya sendiri sama Nini,"
"Iya, Wak. Nanti saya tanya-tanya sama Nini. Apa sekarang Nini sudah tidur?" Gayatri melirik penunjuk waktu di HP. Baru jam 8 lewat sedikit.
"Mungkin sudah tidur, Neng. Nini biasa tidur tak lama setelah sholat Isya. Nanti bangun lagi tengah malam,"
"Iya, Wak. Nanti saya jumpai Nini kalau sudah bangun,"
"Jangan, Neng. Kalau sudah semedi Nini tak boleh diganggu,"
"Oh begitu ya, Wak? Kalau begitu nanti saja kalau Nini sedang santai," Ujar Gayatri. Rasa penasaran semakin memenuhi ruang kepalanya.
Gayatri bertekad ingin melihat apa yang dilakukan Nini tengah malam nanti.
***
Benar saja, tengah malam Gayatri sengaja bangun dan berjalan mengendap-endap menuju kamar Nini. Lampu ruangan sudah dimatikan, hanya ada satu lampu redup yang dinyalakan agar rumah tidak teralu gelap.
Gayatri menggenggam botol lotion anti nyamuk. Dia sudah bersiap, jika ketahuan dia akan beralasan hendak mengembalikan barang milik Nini itu.
Kamar Nini terletak di ruangan dalam rumah. Tepatnya berada paling ujung, sementara kamar-kamar di sebelahnya kosong. Biasanya kamar-kosong itu digunakan oleh cucu-cucunya yang sedang berlibur.
Lampu kamar Nini terlihat menyala, tanda Nini sudah bangun dan sedang beraktivitas di dalamnya. Gayatri mendekat dengan berjalan berjingkat, lalu berdiri mematung di depan pintu, ia bermaksud mencari celah yang bisa digunakan untuk mengintip.
"Neng Gaya … masuk saja, Neng!" Suara Nini dari dalam kamar mengagetkan Gayatri. Nini tahu dia ada disana! Padahal ia belum mengetuk pintu? Gayatri sedikit bingung, ia yakin sekali tadi sudah berjalan seperti angin, tak ada yang suara kakinya menginjak lantai.
"Eh iya, Ni ... maaf mengganggu," ucap Gayatri sambil membuka pintu kamar dengan hati-hati dan masuk ke dalamnya.
"Ini, Ni … Gaya mau mengembalikan obat nyamuk," Gayatri mengulurkan botol berwarna putih itu.
Nini menerimanya dan tersenyum pada Gayatri.
"Neng Gaya mau ikut semedi bareng Nini?" tanyanya. Pertanyaan yang tak diduga oleh Gayatri.
"Semedi? Saya boleh ikut, Ni?" tanya Gayatri masih kebingungan.
"Tentu saja boleh. Sini duduk di dekat, Nini," Ucap Nini sambil menunjukkan tempat di sebelahnya.
Tanpa banyak bicara, Gayatri menurut saja. Ia duduk di sebelah Nini. Seluruh permukaan lantai kamar Nini dialasi dengan karpet berwarna hijau, dan tempat meditasi itu dialasi lagi dengan kasur lantai. Pasti biar Nini tidak cepat capek.
Tak lama Nini duduk bersila kemudian menyatukan kedua tangannya di dada. Matanya terpejam dan tarikan nafasnya mulai terdengar teratur.
Gayatri mengikuti apa yang dilakukan Nini. Dia sendiri tidak terlalu aneh dengan meditasi, mungkin malah sudah terbiasa. Beberapa kali dalam sebulan ia pasti melakukan olahraga yoga, ada satu sesi khusus meditasi di dalamnya.
Namun, meditasi bersama Nini kali ini dirasakan berbeda oleh Gayatri. Tiba-tiba ia merasa seperti ada hembusan angin yang sangat halus menerpa tubuhnya. Terasa sangat nyaman dan membuatnya mulai mengantuk.
Gayatri tidak tahu, berapa lama Nini bermeditasi. Yang ia tahu tiba-tiba tubuhnya digoncang-goncangkan oleh Nini yang membangunkannya.
"Neng ... Neng Gaya, bangun. Pindah tidur di kamar sana," Ucap Nini yang sudah berdiri dan keluar dari semedinya.
Gayatri tergagap. Rupanya ia tak sadar telah tertidur di samping Nini dengan pulasnya. Ia mengingat tadi masih duduk bersila.
"Nini … sudah selesai? Maaf Gaya ketiduran," Ucap Gayatri sambil mengusap wajahnya.
Kenapa bisa tidur disini ya, Ni?"
"Neng Gaya tertidur karena mengantuk, atau mungkin karena nyaman berada di dekat Nini? Hehehe …" Nini terkekeh menjawab pertanyaan cucu buyutnya.
"Dua-duanya sih, Ni. Nyaman rasanya ikut bermeditasi dengan Nini, lalu tiba-tiba saja Gaya ngantuk sekali,"
"Ya sudah, sekarang teruskan saja tidurnya di kamarmu. Atau mau tidur disini?" tanya Nini.
"Oh enggak, Ni. Gaya balik dulu ke kamar ya,"
Nini mengangguk mendengar perkataan Gayatri.
Seperti teringat sesuatu, Gayatri tiba-tiba mengajukan pertanyaan lagi.
"Ni, tadi Gaya merasa ada pusaran angin saat meditasi, itu apa ya?" tanyanya.
Nini terdiam, tak segera menjawab. Kemudian terlihat menarik nafas panjang dan tersenyum.
"Besok saja Nini jelaskan, sekarang tidur saja dulu. Sudah dini hari. Neng Gaya juga pasti capek kan?" tanya Nini sambil mengelus kepala Gayatri.
Tak membantah lagi, Gayatri beranjak dari kamar Nini dan kembali tidur di kamarnya sendiri.
Pengalaman yang tak biasa bagi Gayatri. Banyak hal yang tiba-tiba ingin ia ketahui dari nenek buyutnya yang penuh misteri itu. Besok ada apalagi?
***