Babaji perlahan berjalan mendekati Ashfara. Diambilnya sesuatu dari dalam tas sederhana yang dibawanya. Sebuah bungkusan dari daun dikeluarkan, kemudian diulurkannya pada cucu perempuannya itu.
"Ini buatmu, Ra," Ucapnya dengan senyuman yang hangat.
Ashfara menerima kemudian membukanya. Dilihatnya beberapa buah kering berwarna coklat kehitaman, aromanya sangat enak. "Apa ini, Babaji?" tanyanya.
"Apakah Ra bisa menebak, makanan apa ini?" Babaji balik bertanya.
"Buah yang dikeringkan. Supaya awet, bisa disimpan untuk waktu yang lama," Jawab Ashfara dengan lancar.
"Supaya awet dikasih apa, Ra?" tanya Babaji tertarik ingin mengetahui seberapa dalam pengetahuan Ashfara.
"Dikasih sedikit garam, lalu dijemur dan diangin-anginkan,"
"Hmm … di masa depan, apa nama makanan seperti ini?" selidik Babaji penuh minat.
"Manisan kering," jawab Ashfara sambil tersenyum.
"Apakah ada cara lain menyimpan buah-buahan yang matang supaya bisa awet?"
"Tentu saja, Babaji. Makanan harus disimpan di kulkas … eehhh, emm ..." Ashfara menutup mulutnya. Tak sadar dia menyebut satu benda yang tak mungkin bisa dipahami oleh Babaji dan semua orang yang ada di Lemuria.
Ashfara melirik, kini ia melihat Baba dan Amma sudah mengelilinginya dan ikut memperhatikan setiap perkataan yang keluar dari mulutnya.
"Kul kas … sihir seperti apa itu, sayang?" tanya Amma penasaran.
"Emm … bukan … bukan sihir, Amma. Itu hanya sebuah benda … berbentuk kotak seperti lemari," Ashfara mencari kosakata yang tepat agar bisa dipahami oleh mereka.
"Iya, iya … jelaskan, sayang. Amma ingin tahu …" Amma kini berjongkok di depan Ashfara dengan penuh perhatian.
Sadar dirinya terjebak pada pertanyaan yang bisa membuat orang-orang itu mengetahui asalnya, Ashfara menggeleng-gelengkan kepala kebingungan.
"Tidak apa-apa, Ra. Sampaikan saja … Babaji melihat kamu bisa mengetahui masa depan," Babaji berbicara dengan bijaksana. Babaji tampaknya sudah tahu lebih dalam, namun ia hanya menyampaikan hal yang sederhana di depan orang-orang itu.
Ashfara menatap lurus mata Babaji, seolah meyakinkan dirinya telah menemukan tempat yang tepat untuk bertanya sekaligus membuka tabir rahasianya. Babaji balas menatap mata Ashfara penuh arti. Tersenyum dan mengangguk.
Ashfara mengambil sebuah ranting kayu yang tergeletak tak jauh darinya, lalu mulai menggambar benda yang ia sebut kulkas di atas permukaan tanah. Dia kemudian menjelaskan menjelaskan apa fungsi dan bagaimana cara kerjanya.
"Kulkas atau lemari pendingin ini harus terhubung dengan listrik yang mengalir lewat kabel kecil. Kita bisa menyimpan apa saja di dalamnya, semua makanan yang disimpan akan awet selama berhari-hari bahkan bisa sampai berbulan-bulan." Papar Ashfara dengan gaya seorang anak kecil usia 3 tahun, namun dengan pengetahuan manusia modern berusia 27 tahun.
Selesai menjelaskan, terdengar Kay dan Kaf bertepuk tangan. Rupanya ketiga kakak lelaki Ashfara itu tertarik dan ikut mengerubungi adiknya.
"Hebat … hebat! Saya mau benda itu. Bagaimana cara membuatnya?" tanya Kay antusias.
Ashfara menggelengkan kepala. "Tidak bisa dibuat sendiri, komponen pendingin di dalamnya sangat rumit. Benda itu dibuat di pabrik," Terangnya.
"Wah … sayang sekali, padahal kalau ada benda itu, Amma tak perlu setiap hari keluar masuk hutan mencari buah-buahan untuk dimakan," Ucap Kay.
"Hehehe … tidak apa-apa, Kay. Amma suka mencari dan mengumpulkan makanan di hutan setiap hari, besok kalau kalian sudah besar sedikit, kita bisa bergantian mencarinya. Bagaimana?" tanya Amma bijaksana.
"Siap, Amma! Nanti kami bergantian mencari buah di hutan, biar Amma di rumah saja," Jawab Kaf dengan senyum mengembang.
"Setuju. Terima kasih anak-anak manis … Sini, peluk Amma,"
Anak-anak itu berhamburan kedalam pelukan ibunya yang merentangkan tangannya.
Hari sudah mulai malam, langit yang semula temaram jingga kini mulai berwarna gelap. Baba bersiul memanggil Daggeon dan keluarganya. Tadinya dia bersiap mengantarkan ibu naga dan anak-anaknya pulang, namun dicegah oleh Babaji.
"Biar Babaji yang mengawal mereka pulang. Kannawa tetaplah di sini menjaga R'wheyna dan anak-anak. Ada penyembuh sekaligus peramal hebat di keluargamu." Ujarnya.
"Baik, Babaji. Terima kasih untuk hari ini." Baba membungkuk dan meletakkan tangannya di dada. Ia adalah menantu yang sangat menghormati ayah mertuanya.
Babaji mengangkat tangan kanannya kemudian dengan tangkas naik ke punggung Daggeon. Dalam sekejap naga-naga itu sudah menghilang di kegelapan langit malam.
***
Setiap hari mulai gelap, hal yang paling dinantikan oleh Ashfara adalah saat Amma 'menyalakan' bola-bola kristal yang ada di sekitar rumah. Kristal itu berfungsi seperti lampu penerang sehingga mereka tidak mengalami kegelapan.
Beberapa bola kristal berukuran sebesar bola sengaja diletakkan di sudut-sudut tertentu di dalam dan luar rumah. Amma hanya perlu menyentuhnya agar lampu-lampu itu dapat bersinar.
Ashfara sangat tertarik bagaimana caranya Amma dapat menyalakan bola-bola kristal, sedangkan dia sudah ratusan kali mencobanya namun bola itu tak mau bergeming sama sekali.
"Amma, bagaimanakah caranya menyalakan lampu-lampu itu?" tanya Ashfara saat melihat Amma sudah selesai menyalakan bola yang terakhir.
"Kita bisa menyalakan kristal itu dengan kekuatan pikiran kita yang terhubung dengan energi murni alam semesta ini." Jelas Amma dengan ringan.
Penjelasan yang ringkas namun tak juga bisa dipahami Ashfara.
"Sulitkah itu, Amma?" tanyanya lagi.
"Tidak sulit, sayang. Semua orang di Lemuria ini bisa melakukannya." Jawab Amma.
"Tapi kenapa Ra tidak bisa melakukannya, Amma? Ra sudah mencobanya ratusan kali …" Ashfara teringat usahanya diam-diam memegang dan menyalakan bola kristal.
"Tentu saja belum bisa, Ra. Kamu harus diinisiasi dulu sebelum mampu memegang kekuatan alam semesta."
"Inisiasi? Apakah itu?" Aduh, ternyata tak cukup mempelajari keajaiban orang Lemuria itu jika hanya dalam hitungan hari. Banyak hal yang masih jadi misteri bagi Ashfara.
"Ada masanya nanti kami semua dalam kelompok ini menggabungkan kekuatan kami dan memberikan berkat kekuatan padamu, Ra," Terang Amma.
"Oh ya, kapankah itu, Amma?" Ashfara duduk di depan Amma dengan sikap duduk siap mendengarkan.
"Waktunya tidak ada yang tahu, sayang. Semua itu tergantung pertanda dari langit,"
"Ooh... Amma, Ra hanya ingin tahu, apakah Ra bisa seperti Amma?"
"Setiap kita spesial, sayang. Tugasmu hanya mencari pengalaman hidup dan berbahagia. Tidak perlu terburu-buru ingin tahu segalanya … " Ujar Amma sambil membelai kepala Ashfara.
"Iya, Amma. Ra memang masih terlalu kecil …" ucap Ashfara sambil menunduk. Sebetulnya ia sedang gelisah karena akhir-akhir ini terus mengingat kehidupannya yang di tempat lain. Ia berpikir jika bisa menghidupkan bola kristal itu maka ia akan bisa kembali ke masa depan. Gayatri mencemaskan ibunya …
Amma memeluk Ashfara dan menyuruhnya untuk tidur.
"Ra tidur ya… hari ini kamu pasti capek sekali, biar Amma temani sebentar," Ucap Amma sambil membaringkan tubuh Ashfara.
Ashfara mengangguk. Biasanya Amma akan tidur sejenak disampingnya atau menemani Kay dan Kaf yang juga minta perhatian.
Setelah memastikan anak-anaknya tidur dengan aman, Amma akan pergi bersama Baba ke rumah pohon. Mereka berdua tidur di sana.
Rumah pohon yang dimaksud adalah tempat tinggal di batang pohon raksasa yang berada tak jauh dari rumah. Entah bagaimana Baba membuatnya, tempat itu terlihat seperti sebuah sarang yang besar dan nyaman. Tingginya mungkin sekitar 50 meter dari atas tanah. Hanya Baba dan Amma yang bisa terbang kesana. Mereka tak pernah mengajak siapapun masuk ke rumah pohon itu.
"Anak-anak sudah tidur semua, Amma?" tanya Baba yang sudah menunggu di depan pintu rumah.
Ra yang sebetulnya belum tertidur masih bisa mendengar suara mereka bercakap-cakap.
"Sudah, Baba. Buatkan selubung energi sebelum kita tinggal mereka ya!"
"Iya. Sebentar."
Entah apa yang dilakukan Baba, sepertinya ia membuat semacam bola energi yang menyelimuti rumah untuk melindungi anak-anaknya.
"Sudah, Amma. Ayo kita pergi!" Ajak Baba.
"Capek, Baa …" balas Amma dengan suara manja.
"Iya sini gendong saja, tak usah terbang sendiri biar tidak capek." Balas Baba.
"Terima kasih … Baba adalah lelaki paling hebat di bumi ini." Rayu Amma.
"Benarkah? Lalu kapan Ashfara mau Amma kasih adik?" Baba terdengar menggoda Amma.
"Aah, Baba … nanti dulu, tunggu dia mendapat panggilan inisiasinya. Baru kita buatkan adik untuknya," Jawab Amma.
"Baiklah, kalau begitu maunya Amma. Kita pergi tidur sekarang?" tanya Baba.
"Iya. Ayo, Ba …"
Ashfara tersenyum sendiri mendengar percakapan mereka. Amma dan Baba adalah pasangan yang penuh cinta dan selalu romantis. Langkah kaki mereka sayup terdengar meninggalkan rumah batu, kemudian menjejak tanah dan melesat keatas. Manusia-manusia purba itu memiliki kemampuan terbang layaknya burung …
***