"Amma kenapa kamu termenung? Ayo bersiap-siap, sebentar lagi kita akan pergi ke acara pemujaan." Kata Baba pada Amma yang tampak duduk diam di atas tempatnya bermeditasi.
"Ba … aku takut…" ucap Amma lirih.
"Takut kenapa? Apakah kamu melihat sesuatu dalam meditasimu?" tanya Baba mencoba memahami istrinya.
"Iya, Ba … aku takut Ra akan pergi meninggalkan kita saat acara inisiasinya nanti." Jawab Amma dengan wajah menunduk.
"Maksud Amma bagaimana? Aku tidak mengerti … coba jelaskan," Kini Baba duduk dengan sikap siap mendengarkan di depan Amma.
"Maafkan Amma, Ba … Amma ceroboh menjaga Ra. Lebih dari seminggu yang lalu Ra pergi sendiri ke dalam hutan. Sampai di hutan dia terjatuh dan kepalanya membentur batu … setelah itu … setelah itu …." Amma tak bisa lagi menyembunyikan kesedihannya. Air matanya mengalir membasahi pipi.
"Setelah itu apa…? Sudah Amma … jangan menangis lagi …." Baba membujuk Amma dengan memeluknya.
"Apa Baba tidak akan marah pada Amma?" tanya Amma diantara tangisnya yang sesenggukan.
"Tidak, tidak akan marah. Baba berjanji tak akan marah," Jawab Baba dengan percaya diri.
"Baba … tahukah Baba? Ra yang kita kenal sekarang bukanlah Ra anak kita dari Lemuria. Dia adalah jiwa seseorang dari masa depan…." Ucap Amma pelan.
"Hah?? Maksud Amma?!" Baba terkejut bukan main mendengar penjelasan Amma. Dia belum mengerti, namun karena sudah berjanji tidak akan marah, maka Baba hanya diam saja, menunggu Amma melanjutkan ceritanya.
"Iya, jiwa mereka tertukar, Baba… Amma juga tidak mengerti kenapa itu bisa terjadi. Amma tidak tahu bagaimana nasib Ra kita sekarang di dunia yang lain … huhuhuuu…" Amma tak bisa lagi menahan tangisnya.
Baba memeluknya erat.
"Sudah, sudah … jangan menangis. Amma tahu? Amma itu pemimpin wanita di kelompok kita, dengan segala kekuatan yang kau bawa sejak lahir, Amma memiliki kemampuan yang berbeda dengan orang lain. Begitupun dengan anak kita Ashfara, dia terlahir istimewa sepertimu. Alam semesta pasti akan membawanya kembali pada kita …" ucap Baba.
"Tapi … tapi … apa yang harus kita lakukan? Aku sama sekali tak tahu harus bagaimana untuk mengembalikan jiwa mereka yang tertukar …" Amma mengelap air mata yang masih deras mengalir di pipinya.
"Kita tanyakan saja pada Babaji, dia pasti tahu apa yang harus kita lakukan," Baba memberikan saran yang cukup masuk akal. "Atau kita tanya saja pada Ra siapa dia dan bagaimana dia bisa berada disini…"
"Eehm ..! Bolehkah aku bercerita …. Amma, Baba …" Suara Ashfara tiba-tiba terdengar di belakang mereka. Rupanya dia sedari tadi sudah ada disana dan mendengarkan mereka.
Amma melepaskan pelukan Baba dan menatap lurus Ashfara, menembus kedalaman matanya.
"Ra … kesini … berceritalah. Kami dengarkan …" Ucap Amma sambil melambai pada Ashfara.
Ashfara berjalan mendekat dan duduk dengan sikap sopan di depan Amma dan Baba.
"Namaku Gayatri. Jiwaku berasal dari masa depan, tepatnya tahun 2021. Entah kalian paham atau tidak penanggalan kalender bumi di masa depan …" Gayatri mulai bercerita.
Amma dan Baba menyimak cerita 'Ashfara' dengan seksama. Sikap, tingkah laku dan ucapannya kini sangat berbeda dari anak usia 3 tahun.
"Lanjutkan, sayang …" pinta Amma.
"Aku adalah seorang gadis berusia 27 tahun. Aku sedang berada di rumah nenek buyutku di desa saat menemukan sebuah bola kristal yang bersinar terang. Aku mengambil dan memegangnya, tapi kemudian bola kristal itu seolah menyedotku masuk kesini … Dan aku tiba-tiba sudah berada di dalam tubuh Ashfara ini… Maafkan aku."
"Usiamu di duniamu 27 tahun?!" Baba bertanya seolah tak percaya.
"Ya, usiaku 27 tahun," Jawab Gayatri pendek.
"Pantas saja, sejak aku membawamu pulang dari hutan, kamu jadi lebih pintar dan tahu banyak hal, tidak seperti Ashfara umur 3 tahun yang hanya bisa bermain," Ucap Amma sambil menarik nafas panjang. Kini pertanyaan besar yang tersimpan di kepalanya terjawab sudah.
Gayatri mengangguk. Kini semuanya sudah terbuka, tak ada lagi yang harus disembunyikan. Waktunya juga dia bertanya apakah bisa kembali ke masa depan.
"Amma, bisakah aku kembali ke tubuhku yang asli di masa depan?" tanya Gayatri dengan penuh harap.
Amma menggeleng. Gayatri menundukkan kepala, sedih …
"Jadi aku akan selamanya disini? Tapi aku bukan anak kalian, dan jiwaku bukan anak usia 3 tahun."
"Hmm … begini saja. Kita tanyakan masalah ini nanti pada Babaji. Aku rasa dia lebih tahu daripada kita," Kata Baba.
"Benar, kita tanya saja pada ayahku." Balas Amma.
"Sekarang kamu bersiap juga ikut ke acara pemujaan ya, Ra … eehh, Ga-ya-tri …" Amma menyebut nama Gayatri dengan logat yang terlihat susah baginya.
"Namamu bagus sekali … apakah artinya?" tanya Amma sambil mengelus kepala 'Ashfara'. Siapapun jiwa yang berada di dalam tubuh anaknya itu, ia tetap merasa dekat dan menyayanginya.
"Aku tidak tahu persis apa artinya nama itu, tapi kata ibuku artinya cerdas dan berpengetahuan," Jelas Gayatri. Tangannya menggenggam tangan Amma dengan erat. Beberapa hari menjadi anaknya, seolah ia menemukan kembali sosok ibu yang berlimpah kasih sayang dan perhatian.
Gayatri merasakan dadanya tiba-tiba sesak, dia sungguh menyayangi Amma ….
"Amma, terima kasih … aku bahagia pernah menjadi anakmu. Jika nanti aku bisa kembali ke duniku, aku tak akan melupakanmu …" Air mata mulai menggenangi pelupuk mata Gayatri.
"Oohh … anakku sayang, selamanya kamu adalah anakku, dan aku adalah ibumu," Amma memeluk erat tubuh Ashfara.
***
Menjelang tengah hari, orang-orang sudah berkumpul di tanah lapang. Letaknya persis di dalam hutan yang lebat. Matahari tepat berada di atas kepala. Namun anehnya, cahayanya tidak panas di kulit, tapi lembut dan hangat saja.
Gayatri yang mulai terbiasa melihat bermacam keajaiban bersikap tenang. Hanya saja tangannya menggenggam erat tangan Amma, seolah tak mau lepas.
Mereka sudah bertemu dengan Babaji dan menyampaikan persoalan Ashfara. Di luar dugaan, Babaji ternyata sudah tahu semuanya sejak awal. Hanya saja dia diam saja karena mengetahui semua ini sudah rencana dari langit.
"Ashfara mewarisi kekuatan dan kemampuan supranaturalmu, R'wheyna. Jadi jangan merasa aneh jika inisiasi baginya juga luar biasa. Langit sudah mengatur semuanya. Ashfara ingin merasakan kehidupan di masa depan, dan dia bertukar peran dengan Gayatri ini." Jelas Babaji.
"Apakah artinya saya bisa segera kembali ke masa depan, Babaji?" tanya Gayatri penuh harap.
"Tentu saja bisa, Gayatri. Sebutkan saja benda apa yang membuatmu bisa kesini." Jawab Babaji dengan santai.
"Sebuah bola kristal yang bersinar terang …" jawab Gayatri.
Babaji menoleh pada Amma dan Baba. "Di manakah benda itu?" tanyanya.
Amma merogoh kedalam tas yang dibawanya. Dikeluarkannya sebuah bola kristal. Awalnya terlihat seperti kristal biasa, namun setelah dipegang oleh Amma, bola kristal itu bercahaya sangat terang.
"Bola kristal itu! Iya, bola kristal itu yang saya temukan sebelum kesini." Ucap Gayatri.
"Ini adalah portal jiwa. Rupanya Ashfara bermain-main dengan ini dan jiwanya pergi ke tempatmu berasal. Satu-satunya cara kalian kembali ke tubuh masing-masing juga harus dengan benda ini." Terang Amma.
"Baiklah, apa kalian sudah siap melakukannya? Sudah tiba waktunya inisiasi Ashfara, sekaligus membawa jiwanya kembali ke sini." Ujar Babaji.
"Siap, Babaji …"jawab Baba.
Baba melihat semua orang yang ada di tanah lapang itu sudah berkumpul melingkar dan saling berpegangan tangan.
"Gayatri, apa kamu sudah siap?" tanya Amma.
"Siap, Amma … tapi … ijinkan aku berpamitan dengan Kal, Kaf dan Kay …" ucap Gayatri. Bagaimanapun dia merasa berat meninggalkan mereka semua.
Gayatri memeluk anak-anak lelaki itu. Mereka membalas dan tertawa-tawa saja, karena yang mereka lihat adalah Ashfara, adik perempuannya.
Selesai berpamitan pada kakak-kakaknya, 'Ashfara' sekali lagi memeluk Amma, Baba dan Babaji. Mengucapkan terima kasih dan selamat tinggal.
"Terima kasih … selamat tinggal …" ucap Gayatri lirih sambil berjalan ke tengah lingkaran. Amma mengiringi di belakangnya.
Tiba di tengah lingkaran, Amma duduk bersila, demikian juga dengan Gayatri. Orang-orang di sekelilingnya juga saling berpegangan tangan dan bernyanyi bersama. Nyanyian yang terdengar seperti suara dengungan kosmis. Terdengar aneh namun terasa begitu kuat dan menenangkan.
Amma mengeluarkan bola kristal dan meletakkannya di tangan Gayatri. Kemudian menggenggamnya bersama-sama. Bola kristal itu bercahaya terang sekali, semakin lama semakin terang.
Gayatri merasakan matanya sangat silau, tubuhnya juga begitu ringan seperti hendak melayang. Gelombang energi yang begitu kuat terus menyelimuti tubuhnya. Gayatri memejamkan mata dan kemudian tidak merasakan apa-apa lagi. Kesadarannya menghilang.
Orang-orang dalam lingkaran melihat tubuh Ashfara tiba-tiba tergeletak, jatuh dalam pelukan Amma yang dengan cepat menangkapnya.