Chereads / TERDAMPAR DI LEMURIA / Chapter 5 - Bola Kristal

Chapter 5 - Bola Kristal

Terengah-engah Gayatri menaiki bukit kecil di belakang rumah Nini. Keringat bercucuran membasahi wajahnya meski matahari naik belum terlalu tinggi. Masih terhitung pagi, bahkan Gayatri belum sempat sarapan pagi. Ia memang sengaja ingin berolahraga sambil menghirup udara segar.

Tiba di puncak bukit, Gayatri memandang lembah yang terhampar luas di bawahnya. Tampak hijau bersemu kelabu. Asap-asap tipis terlihat membumbung dari dapur rumah warga desa, meliuk pelan tertiup angin. Pemandangan yang indah dan suasana damai yang selalu dirindukan Gayatri dalam masa-masa sibuknya.

Gayatri merentangkan kedua tangannya dan menarik nafas panjang berulangkali. Serasa kini paru-parunya penuh dengan oksigen berkualitas tinggi. Tanpa sadar senyum kecil mengembang di bibirnya. "Begini saja aku sudah bahagia," bisik hatinya.

"Mau cari sinyal internet, Neng?" sebuah suara mengagetkan Gayatri. Wak Dede rupanya sedang mencari rumput tak jauh dari tempatnya berdiri.

"Eh iya, Wak … Sebelah mana yang banyak sinyal?" tanya Gayatri membalas.

"Agak ke sebelah sana, Neng. Lihat kan tower BTS yang di bukit sebelah? Arahkan saja HP-nya kesana, nanti bisa dapat sinyal," Terang Wak Dede.

"Makasih, Wak. Saya kesana ya," ucap Gayatri.

"Iya, hati-hati, Neng. Jalanan licin karena embun pagi. Jangan terlalu mepet ke pinggir jurang," pesan Wak Dede.

Gayatri mengangguk mendengarnya. Untung saja dia naik ke bukit memakai sandal jepit, jadi lebih ringan dan aman.

Sampai di lokasi yang ditunjukkan Wak Dede, Gayatri membuka ponselnya lalu mengikuti saran Wak Dede, diarahkannya sejajar dengan tower BTS di bukit sebelah.

Benar! Terlihat garis-garis penunjuk sinyal mulai menyala. Empat garis sekaligus.

"Wohoo … benar dapat sinyal disini!" Sorak Gayatri.

Dibukanya email dari kantor, tak ada pesan penting. Berarti aman, tidak ada pekerjaan dadakan yang harus diselesaikan dari jauh.

Berlanjut dengan membuka akun-akun media sosial dan mengintip inbox yang masuk. Tak ada yang istimewa, hanya masuk satu dua pesan ringan dari teman-teman dunia mayanya, mereka sekedar menanyakan kabar atau mengajak bergosip. Gayatri malas menanggapinya.

Beberapa waktu kemudian Gayatri menghabiskan waktu dengan membaca informasi-informasi yang berseliweran di media sosial. Berita ekonomi hingga politik, juga wabah covid yang masih jadi musuh paling menakutkan dunia.

"Nggak banyak yang berubah," gumam Gayatri sambil menggelengkan kepala. Sedikit bosan.

Ingin mengabadikan momen liburannya, Gayatri membuka fitur kamera dan mulai mengambil foto-foto pemandangan di sekitarnya. Tentu saja, dia juga melakukan 'selfie', mengambil foto dirinya sendiri. Dicarinya angel yang dirasa membuatnya terlihat cantik.

"Biarpun belum mandi tak apa-apa, yang penting eksis," Ucapnya.

Gayatri lalu duduk di sebuah batu dan melihat hasil jepretannya. Berkali-kali layar sentuh digeser.

Tiba-tiba pandangannya terpaku pada satu foto. Ada yang tak biasa! Di belakang salah satu foto selfie wajahnya, terlihat sebuah cahaya, amat terang.

Gayatri penasaran dan berkali-kali mengucek mata, mungkinkah ada yang salah dengan penglihatannya?

Cahaya berwarna putih terang itu sungguh aneh, dengan mata telanjang Gayatri tak bisa melihatnya. Segala sesuatu yang ada di sekitarnya terlihat normal saja. Maka dicobanya memotret lagi tempat asalnya cahaya itu.

Gayatri mengaktifkan fitur zoom kamera, beberapa kali dibesarkannya ukuran obyek foto agar mendapatkan hasil tangkapan lensa yang lebih jelas.

"Voillaaa…. Dapat!! Ini dia, benda apakah yang bercahaya ini?" gumam Gayatri sambil memperhatian hasil jepretan kamera.

Diperhatikannya benda itu dengan teliti. Serpihan kaca? Bukan. Benda itu terlihat berbentuk bulat sempurna. Batu? Bukan juga. Sumber cahaya itu terlihat jernih dan seperti tembus pandang.

Didorong oleh rasa penasarannya, Gayatri memutuskan untuk menuruni lembah dan melihat benda itu lebih dekat.

Lokasi benda bercahaya itu berada tak terlalu jauh dari pohon besar di dasar lembah. Gayatri melihat jalanan setapak yang tak terlalu sulit, dia yakin bisa kesana dengan selamat.

Pelan-pelan Gayatri melangkah turun, berpegangan pada batu dan tanaman perdu. Baginya pekerjaan itu tidaklah sulit. Dia teringat saat kuliah, sempat bergabung dengan komunitas mahasiswa pecinta alam yang kegiatannya sering mendaki gunung.

Benar saja, hanya membutuhkan waktu beberapa menit bagi Gayatri untuk sampai ke dasar lembah. Tempat itu sangat sepi, sepertinya sangat jarang didatangi oleh orang. Mungkin sesekali saja pencari rumput yang datang kesitu.

Rumput-rumput ilalang setinggi dengkul tumbuh subur di sela-sela semak bunga liar. Pohon-pohon perdu tampak berdiri tak beraturan. Satu pohon besar di tengah area itu seolah menjadi penguasa lembah. Dia berdiri gagah menyambut kedatangan Gayatri. Anehnya Gayatri tidak merasa takut sama sekali berada di tempat itu.

Langkah kakinya semakin mendekat ke arah benda bercahaya. Semakin dekat, Gayatri dapat melihat sebuah bola kristal bening. Besarnya mungkin seukuran bola tenis.

Gayatri berjongkok dan memperhatikan benda itu. Jika diamati lebih teliti, bola kristal itu memancarkan warna pelangi. Baru kali ini Gayatri melihat benda seindah itu.

"Punya siapakah benda ini? Bolehkah diambil?" bermacam pertanyaan berkecamuk di kepalanya. Tanpa sadar Gayatri mengulurkan tangan dan memegang bola kristal itu.

Tepat saat memegang bola kristal, Gayatri merasakan dirinya seperti ditarik oleh satu kekuatan besar yang seperti menyedotnya tanpa ampun. Dunia di sekelilingnya tiba-tiba dilihatnya seperti bergerak cepat.

Gayatri panik! Ia ingin melepaskan benda aneh itu namun tak bisa. Kepalanya pusing, merasa seperti gelap dan berputar-putar.

Gadis itupun terjatuh sambil memegang bola kristal. Lalu ia tak ingat apa-apa lagi.

***

"Tempat apakah ini? Kenapa aku bisa ada di sini?" Gayatri membuka matanya dan terkejut bukan main saat mendapati dirinya terbaring di atas batu besar yang dialasi dengan dedaunan.

Gayatri berusaha bangun dan duduk, namun tiba-tiba kepalanya terasa berat dan membuatnya pusing. "Aduuh … kenapa pusing begini?"

Sambil memijit-mijit kepalanya, Gayatri mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Ia berada di tepian sebuah sungai. Airnya terdengar gemericik mengalir di antara sela bebatuan.

Gayatri melihat pepohonan yang berada di kanan kiri sungai. Pohon-pohon tumbuh tinggi menjulang, seperti hendak menggapai langit. Batang pohon itu sangat besar, mungkin diperlukan sepuluh orang dewasa yang saling berpegangan tangan untuk bisa mengukur diameternya. Baru kali ini Gayatri melihat ada pohon sebesar itu. Pohon raksasa.

Di bawah pohon raksasa, tumbuh bunga liar beraneka warna. Warnanya terlihat mencolok karena bunga-bunga itu seolah memancarkan cahaya. Ya, bunga itu memang bersinar! Dan lagi-lagi ukurannya juga super besar. Mungkin selebar payung. Agak menakutkan, tapi indah sekali.

Belum hilang rasa bingungnya, Gayatri tiba-tiba dikejutkan dengan daun-daun umbi yang terlihat bergerak-gerak. Seseorang ada di balik pohon umbi raksasa itu. Jantung Gayatri berdebar, ia pun memilih untuk pura-pura pingsan lagi, sambil sesekali memicingkan mata mengawasi siapa yang datang.

Seorang perempuan tinggi besar muncul dari balik rimbun dedaunan, tangannya membawa air dalam wadah daun. Kulitnya berwarna coklat kemerahan, rambutnya ikal panjang, juga berwarna cokelat kehitaman. Seperti penampilan wanita pedalaman yang sering Gayatri lihat di majalah National Geographic. Cantik dan eksotik.

Gayatri masih diam saja dan memejamkan mata saat perempuan itu mendekat. Dia mengangkat tangannya yang berisi air kemudian terlihat komat-kamit seperti membaca mantra. Setelah itu diambilnya sedikit air lalu dipercikkan ke wajah Gayatri.

"Hidup, Hiduplah! Bangun, Bangunah!" ucapnya dengan logat bahasa yang asing. Anehnya Gayatri mengerti apa yang diucapkan wanita itu.

Gayatri belum juga mau membuka mata. Ia ingin tahu apalagi yang hendak dilakukan oleh orang asing didepannya itu.

Cubitan kecil tiba-tiba terasa menyengat pipinya. Spontan Gayatri mengaduh.

"Aduuuh!!" Gayatri terkejut mendengar suaranya sendiri yang berubah seperti suara anak kecil. Dibukanya mata dan cepat mengawasi tubuhnya sendiri. Terlihat seperti anak-anak!

"Ini siapa? Aku dimana?" tanyanya panik. Kembali, suara anak perempuan kecil yang keluar dari mulutnya.

"Kamu Ashfaraa, anak Amma. Kenapa main-main sendiri di hutan dan tidak ijin Amma dulu?" tanya wanita itu.

"Amma? Siapa itu Amma?" tanya Gayatri.

Tak menjawab, wanita itu menunjuk dirinya sendiri. "Amma," ucapnya.

Gayatri meniru menunjuk dirinya sendiri, "Ash-fa-raa?" ucapnya dengan nada bertanya. Wanita itu mengangguk.

"Kita di mana?" tanya Gayatri lagi.

"Di hutan. Kamu main terlalu jauh, Raa. Beruntung Amma bisa menemukanmu." Ucapnya sambil menarik nafas panjang.

"Maaf … kepala sakit," ucap Gayatri. Memang benar rasa pusing yang hebat kembali menyerangnya akibat terlalu banyak pertanyaan yang tak bisa dijawab.

"Kita pulang," ucap Amma sambil menggendong 'Ashfaraa'.

"Pulang kemana?" tanya Ashafara.

"Ke rumah."

"Di mana rumah kita, Amma?"

"Lemuria."

***