Chereads / REWRITE THE STAR'S / Chapter 16 - Penyelamat

Chapter 16 - Penyelamat

Goresan 15 ; Penyelamat

Jangan pernah katakan kesedihan, karena kamu lebih cocok bahagia sayang.

- Unknown

-----

Semua seakan berhenti bergerak, dunia, kegiatan disekitar Arunika. Semua seakan membuat gadis itu tercekat dalam dimensi yang begitu membuat hatinya sakit.

Hingga tepukan dibahunya membuat Arunika kembali kealam sadarnya, ia buru-buru menghapus air mata yang lancangnya jatuh tanpa bisa gadis itu tahan. Ingat, Arunika benci dikasihani dan Arunika benci jika banyak orang tau kalau ia sedang sedih.

Gadis itu berbalik dan menatap sosok yang lebih tinggi darinya, ia menarik sebelah alisnya bingung kala melihat sosok Alterio yang masih menggunakan seragam sekolah khas SMA Guardian menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa diartikan, juga tanpa gadis itu sadari jika ekor mata Alterio menatap tajam kearah Sandyakala dan gadis yang memeluk Sandyakala.

"Lo ngapain disini?" Tanya Arunika, membuat Alterio menatap sepenuhnya kearah gadis didepannya ini.

"Papa lo nitip gue buat bawa putrinya pulang tepat waktu."

"Gue nggak percaya, Papa mau repot-repot nyuruh lo biar gue pulang tepat waktu, padahal biasanya nggak gitu." Arunika tertawa renyah.

"Pulang sekarang."

"Nggak mau!" Arunika menghentakan tangan nya yang ditarik oleh Alterio.

Sandyakala yang melihat Arunika yang ditarik paksa oleh Alterio, melepaskan pelukannya pada Anna dan bergegas mendekati mereka.

"Arunika pulang sama gue." Perkataan Sandyakala, mampu membuat Arunika melihat kearahnya. Ah, tidak begitu setiap kali ada Sandyakala gadis itu akan selalu melihat kearah Sandyakala bukan? Bahkan jika laki-laki itu memberikannya rasa sakit pun, Arunika akan terus melangkah kearah laki-laki itu.

"Pulang bareng Arunika dan membiarkan cewe lo itu disini?" Alterio menatap Sandyakala dan gadis yang baru saja berdiri disamping Sandyakala dengan tawa renyah.

"Dia bukan cewe gue." Dengan tiba-tiba Sandyakala membela dirinya atau lebih seperti membuat Arunika tidak cemburu?

"Nggak usah pura-pura, gue tau lo lebih milih minum yang dibawa dari perempuan ini daripada Arunika kan?" Alterio kembali tertawa renyah.

"Bukan urusan lo!" Desis Sandyakala.

"Memang bukan urusan gue, tapi semua yang menyangkut soal Arunika, jadi urusan gue." Alterio menatap nyalang kearah Sandyakala dan menarik lengan Arunika untuk ikut bersamanya.

Sandyakala menatap Alterio dan Arunika yang mulai berlalu menuju parkiran taman.

°°°

Arunika masih diam dan mencerna kejadian yang baru saja terjadi, rasanya seperti ada yang aneh antara Alterio dan Sandyakala.

"Nggak usah baik banget sama gue, gue nggak akan bales kebaikan lo." Perkataan itu keluar dari bibir Arunika, setelah lima menit lamanya mereka hanya terdiam.

Mereka berdua memutuskan untuk meninggalkan arena skateboard, tapi tidak sepenuhnya meninggalkan tempat ini.

"Udah jadi kewajiban gue."

"Emang lo siapa gue? Pacar? Suami? Kakak? Papa? Nggak semua kan?" Alterio tertawa pelan membuat Arunika menarik sebelah alisnya bingung.

"Merangkap dari pacar baru jadi suami nggak ada salahnya tuh." Perkataan Arunika membuat gadis itu mencubit lengan Alterio, membuat laki-laki itu mengadu kesakitan juga diselingi dengan tawa yang tak pernah Arunika dengan selama mereka beberapa kali berpapasan.

"Lo terlalu misterius, sampai-sampai tawa ini aja bikin gue kaget, sangking gak pernah nya gue lihat lo ketawa."

"Nggak semua orang bisa lihat tawa gue, cuman orang beruntung."

"Berarti gue termasuk orang beruntung itu dong." Arunika menatap Alterio yang sekarang juga menatap kearahnya.

"Maybe."

Hening kembali, mereka berdua kembali membiarkan keheningan menjadi teman keduanya.

"Pulang yuk, udah sore. Gue nggak mau ya nanti Papa malah nanya hal yang mengharuskan berhadapan lama sama beliau." Alterio tertawa pelan, membuat Arunika menarik sebelah alisnya bingung.

"Gue selalu disini, kalau lo butuh gue." Dan setelah mengatakan hal itu, Alterio berlalu dari hadapan Arunika yang mematung ditempatnya. Entah mengapa, perkataan Alterio seperti memiliki makna yang tidak mampu dipahami oleh sosok Arunika.

Gadis itu mengedikan bahu acuh, mungkin maksud Alterio adalah ingin membantu dirinya dan Arunika tidak perlu sungkan untuk meminta bantu, ya. Mungkin saja.

Langkah Arunika membawanya untuk mengejar Alterio yang sudah naik keatas motor sportnya dan memberikan helm kearah Arunika, setelah diterima gadis itu menaiki motor Alterio.

°°°

Pernah berada diposisi apapun yang kita lakukan akan selalu salah dimata orang-orang terdekat? Pernah merasakan jika untuk bisa sampai dititik ini saja kalian perlu berlari atau bahkan tertatih, namun sayangnya tidak ada yang mengerti.

Dan ya, Arunika mengalami itu. Gadis yang dulunya selalu menjadi juara disetiap lomba semasa putih biru, kini harus menjadi gadis yang menyembunyikan otak pintarnya itu, menyembunyikan dia yang selalu bisa membanggakan kedua orangtuanya lewat prestasi.

Setelah kepergian Gina semua dunia Arunika terasa berhenti. Papa yang tak pernah memarahi apalagi memukul kini lebih sering melakukan itu, Mama yang selalu memasak telur sayur kesukaan Arunika dan tak pernah membandingkan dirinya dengan Kakak atau bahkan orang lain, kini menjadi sosok yang berdiri digarda pertama bersama Papa untuk menjatuhkan mentalnya.

"Kamu anak tidak tau diri! Bu Rihana memberitahu Papa jika nilai kamu benar-benar berada diurutan terendah dari tiga puluh lima siswa! Kamu kenapa selalu membuat Papa malu, Arunika!!" Papanya mendorong Arunika, membuat gadis itu terbentur pada dinding.

Kepalanya ngilu, kupingnya sedikit berdengung.

Alterio berdiri diambang pintu dan buru-buru membantu Arunika yang sudah jatuh tak berdaya dilantai, laki-laki itu menatap nyalang Papa Arunika.

"Om jangan keterlaluan sama Arunika, saya bisa aja memutuskan kerjasama Om dan Papa, kalau Om udah nggak mau ngurus Arunika, biar saya yang akan menjaga Arunika atau malah menikahinya."

Arunika yang sedang merasakan rasa sakitnya, menatap Alterio dengan tatapan yang tidak bisa dijelaskan. Dan detik berikutnya, pandangan Arunika buram.

°°°

Arunika membuka matanya dan menyesuaikan cahaya disekitarnya pada matanya.

Buru-buru ia duduk meski kepalanya sedikit sakit, ia menatap kesekitar kala melihat kamar yang didominasi oleh hitam putih ini membuat Arunika kaget. Ia melihat badannya yang tertutup selimut tebal ini, syukurlah bajunya masih lengkap.

Pintu terbuka menampilkan wajah wanita yang sangat Arunika kenali tersenyum hangat kearahnya, iya dia Mama Alerio.

"Kamu udah bangun sayang? Alterio cerita kalau dia ketemu kamu pingsan didepan rumah karena rumah kamu kekunci." Arunika sedikit menghela nafas, kala Alterio tidak memberitahu kebenaran pada Mamanya.

"Maaf ya Tante, aku jadi ngerepotin." Wanita itu tersenyum dan menggeleng.

"Kamu nggak ngerepotin sayang."

Pintu terbuka dengan cara tidak manusiawi membuat dua wanita itu melihat kearah yang sama.

"Mama keluar bentar ya, lupa Mama ninggalin kue yang lagi dikukus. Alterio jangan lupa Arunika disuruh makan buburnya mumpung masih hangat terus suruh minum ya." Mama Alterio berjalan meninggalkan mereka berdua dari kamar Alterio.

"Anggap aja lo nggak pernah lihat apapun." Arunika berkata datar.

"Gue tau semua tentang lo, kalau lo butuh gue, gue selalu ada disini." Alterio duduk dipinggir ranjang dan tanpa aba-aba Arunika memeluk Alterio.

"Thanks.." Arunika mengatakan terima kasih dengan suara serak dan tubuh bergetar karena menangis.

••••