Chereads / REWRITE THE STAR'S / Chapter 21 - Kelas Seni

Chapter 21 - Kelas Seni

Goresan 20; Kelas Seni

"Genggam tanganku sayang, dekat denganku, peluk diriku, berdiri tegak didepanku, cium keningku tuk yang terakhir.

Kukan menghilang jauh darimu, tak terlihat sehelai rambut pun. Tapi, dimana nanti kau terluka cari aku, ku ada untukmu."

- Lyodra

----

Sudah empat hari lamanya Arunika tidak menginjakan kaki dikelas, bahkan menampakan batang hidungnya disekolah.

Jangan tanyakan apakah ada yang mencarinya atau tidak, tentu saja. Tidak. Untuk guru-guru mereka bisa menghela nafas lega karena tidak perlu pusing dengan tingkah diluar nalar gadis itu. Namun, berbeda dengan teman-teman Arunika. Mereka merasakan kehilangan tanpa sosok Arunika, karena nyatanya gadis itu yang selalu mendomisili mewarnai kelas 12 IPS-1.

Langkah kakinya membawa gadis itu mendekat kearah ambang pintu, dengan jaket yang semakin ia eratkan. Jaket yang diberikan oleh Alterio untuk mengganti jaket hitam waktu itu yang sudah berhari-hari Arunika kenakan.

Seluruh pasang mata penghuni kelas menatap gadis yang baru saja masuk, dengan mata membelalak kaget, seakan baru saja melihat maling.

"Arunika...." Rara mendekat kearah Arunika dan memeluk gadis itu erat.

"Eh, kamu masih nggak enak badan ya? Badan kamu anget." Arunika tersenyum dan menggeleng.

"Gue baik-baik aja kok." Gadis itu terkekeh pelan membuat Rara hanya bisa mengangguk-angguk kepalanya.

"Masih inget juga kalau punya rumah kedua, jangan mentang-mentang nginep dirumah Alterio, jadi lupa sama kita." Denandra tertawa sinis, sebelum akhirnya memeluk Arunika begitu erat.

"Daftar list kita numpuk, gue tunggu lo buat ngelancarin aksi kita." Danendra mengedipkan sebelah matanya, sebelum akhirnya berlalu meninggalkan kelas dengan setumpuk berkas.

"Anjir, jadi lo dirumah prince nya SMA Guardian? Astagaaa beruntung banget lo."

"Arunika mah beruntung banget.."

"Welcome Arunika..."

Dan masih banyak lagi teriakan-teriakan teman-temannya kala pertanyaan dan sambutan itu menjadi satu, memang mulut lemes milik Denandra minta dilem.

Tanpa Arunika sadari, jika sejak ia baru saja menginjakan kakinya dikelas, sosok dengan mata abu-abu itu menatap kearah Arunika dengan tatapan yang tidak bisa dijelaskan.

Bel SMA Guardian baru saja berbunyi, menandakan jam kedua akan segera dilaksankan. Kebetulan sekali, hari ini adalah hari Kamis jam kedua adalah kelas seni.

Kali ini mereka bebas mengapresiasikan seni lewat banyak karya yang mereka bisa lakukan, tanpa perlu latihan bahkan memikirkan banyak pilihan untuk maju kedepan, Arunika memilih bernyanyi dengan gitar miliknya yang gadis itu berhasil pinjam dari kelas Alterio.

Kelas 12 IPS-1, menjadi kelas yang akan menampilkan bakat mereka didepan angkatan juga guru-guru kelas 12. Bangku dan meja atau bahkan hanya satu bangku sudah tersedia didepan lapangan upacara.

Sudah banyak dari anak-anak angkatan, yang berkumpul untuk menyaksikan anak-anak kelas 12 IPS-1 menampilkan bakat mereka masing-masing.

Arunika menjadi peserta yang menampilkan bakatnya pertama kali, ia tidak terlihat gugup atau demam panggung sama sekali.

Langkah gadis itu membawa ia naik keatas panggung, senyum manis miliknya tercipta kala melihat murid-murid angkatannya yang melihat kearahnya dengan antusias, beberapa guru biasa saja. Namun, guru seni begitu senang dengan penampilan yang akan dilakukan Arunika, begitu juga wali kelas Arunika. Bu Reganata.

"Permisi semua, nama gue Arunika Nayanika Nabastala." Arunika tersenyum dan melambaikan tangannya, membuat teman-teman kelasnya berteriak histeris dan melambaikan tangannya seperti menonton konser artis terkenal saja.

"Oke, karena disini gue mau nyanyi gue bakal bawain lagu yang lagi booming. Enjoy gaes..."

Petikan gitar mulai terdengar, membuat mereka hanyut dalam permainan gitar milik Arunika. Sesekali bahkan ada yang berteriak histeris dengan permainan gadis itu siapa lagi kalau bukan sipemilik rambut kribo.

'Telah ku coba, terus bertahan

Dengan cinta, yang ku rasa'

'Ku mencinta, kau tak cinta'

'Tak sanggupku, terus bertahan'

'Sadarku tak berhak untuk terus memaksamu, memaksamu mencintaiku sepenuh hati, aku kan berusaha untuk melupakanmu'

'Tapi tadi malah permintaan terkahir ku'

Arunika menatap Sandyakala yang juga mental kearahnya. Sejenak gadis itu menghela nafas dan kembali fokus dengan permainan gitarnya, karena melihat sosok Sandyakala membuat konsentrasinya buyar seketika.

'Genggam tanganku sayang, dekat denganku, peluk diriku, berdiri tegak didepanku, cium keningku tuk yang terakhir.'

'Kukan menghilang jauh darimu, tak terlihat sehelai rambut pun. Tapi, dimana nanti kau terluka cari aku, ku ada untukmu.'

'Ku tak membencimu, ku harap kaupun begitu.'

'Tak ingin kau jauh tapi takdir menginginkan kita untuk berpisah.'

'Genggam tanganku sayang, dekat denganku, peluk diriku, berdiri tegak didepanku, cium keningku tuk yang terakhir.'

'Kukan menghilang jauh darimu, tak terlihat sehelai rambut pun. Tapi, dimana nanti kau terluka cari aku, ku ada untukmu.'

'Tapi dimana nanti kau terluka, cari aku.'

'Ku ada untukmu...'

Dan disaat petikan gitar itu terakhir berbunyi. Arunika menatap Sandyakala yang berdiri beberapa meter dari tempatnya, laki-laki itu menatap Arunika dengan tatapan yang bahkan untuk Arunika sendiri sulit menjelaskannya.

Arunika menuruni panggung dan disambut oleh sosok Alterio yang melipat tangannya didepan dada dengan tatapan yang juga sulit untuk ia jelaskan.

"Kenapa sih gue ditatap gitu, salah gue dimana." Arunika memutar bola matanya.

Alterio menarik alis tebalnya bingung.

"Maksud lo gue? Tatap lo dengan tatapan lo itu punya salah?" Arunika mengangguk, membuat Alterio tertawa.

Tunggu, Alterio tertawa? Sejenak Arunika terdiam menatap tawa yang jarang bahkan tidak pernah laki-laki itu perlihatkan pada siapapun karena memang Alterio itu sosok dingin yang tak tersentuh.

Alterio yang merasa diperhatikan berdehem mencoba menetralisir tawanya, untung saja dibelakang panggung hanya ada mereka berdua jadi tidak ada yang melihat tawa sempurna milik Alterio. Bisa-bisa banyak yang pingsan.

"Sorry gue cuman nggak habis pikir sama lo aja, ya kali gue tatap lo dengan tatapan orang yang salah. Ini karena suara lo bagus banget dan sebagai hadiahnya istirahat makan sama gue dan pulang kita ketemu nyokap gue, gimana?" Arunika mengangguk berlebihan.

"Gue mana nolak kalau gratisan lagian gue juga kangen pingin ketemu Mama lo." Alterio tersenyum begitu hangat dan mengangguk.

"Gue duluan." Alterio berjalan meninggalkan Arunika dengan senyuman miliknya, senyuman yang memiliki arti.

"Aneh banget, itu tadi Alterio bukan sih? Biasanya tuh cowo dingin banget sekarang baik sama gue? Ah bodo amatlah yang penting bisa makan gratis tau aja gue lagi nggak ada uang."

Tanpa Arunika tau jika sejak tadi Sandyakala mendengarkan percakapan mereka berdua dengan tatapan yang tidak bisa dijelaskan.

Langkah kakinya mendekati Arunika, dengan wajah dingin miliknya.

"Pulang bareng gue, gue nggak nerima penolakan." Sandyakala berlalu setelah mengatakan apa yang sejak tadi tertahan, ia berlalu pergi meninggalkan Arunika yang kaget dengan kedatangan Sandyakala juga apa yang laki-laki itu katakan.

"Kenapa sih pada aneh banget hari ini." Arunika menggaruk tengkuknya yang tak gatal, kala mengingat Alterio dan Sandyakala yang sama-sama memiliki sifat yang berbeda berbanding terbalik seperti biasanya.

••••