Chereads / REWRITE THE STAR'S / Chapter 24 - Tired

Chapter 24 - Tired

Goresan 23 ; Tired

"Jika kata menyerah ada didalam kamus hidupku, mungkin aku tidak akan pernah bertemu kamu."

- Arunika Nayanika

----

Arunika berjalan keluar dari gerbang sekolah dengan langkah pelan, ia menunduk menatap aspal yang kini disinari oleh matahari yang tidak terlalu panas sepanas tadi pagi.

Motor sport yang sangat teramat Arunika kenali, berhenti disebelah gadis itu. Membuat Arunika menghela nafas.

"Al, gue kan udah bilang jangan ikut--" perkataan Arunika terhenti kala bukan sosok Alterio yang ada disini tapi Alerio.

"Loh, kok lo masih disini?" Arunika menatap Alerio yang masih menggunakan seragam sekolah, jaket kulit berwarna coklat yang menutupi badan atletisnya yang terbalut baju sekolah dan tas yang masih tersemat dipunggung laki-laki itu.

"Kalau bukan karena kembaran gue, mana mau gue balik jauh-jauh kesini." Arunika mengerutkan dahinya bingung.

"Aneh gue, kenapa Abang gue itu suka sama cewe bar-bar, ngeselin dan tulalit kaya lo." Arunika membulatkan matanya tidak suka, dengan apa yang Alerio katakan.

"Gue juga aneh, kenapa bisa temenan dan selalu satu kelas sama cowo kaya lo." Arunika kembali berjalan, namun urung karena lengannya yang bebas digapai oleh sosok Alerio.

Arunika menghempaskan tangan Alerio kasar.

"Gue anter, abang gue bilang gue suruh anter lo." Arunika menggeleng.

"Gue nggak mau, gue masih punya kaki buat jalan."

"Gue tau, tapi ini perintah abang gue, lumayan kan gue bisa ditraktir tahu bulat sama dia." Arunika tertawa mendengarkan perkataan Alerio, membuat laki-laki itu menarik sebelah alisnya bingung.

"Lo bisa disogok dengan tahu bulat?" Alerio mengangguk.

"Kenapa? Itu makanan fav gue jadi berhenti ngetawain gue dan buruan naik." Alerio memberikan helm yang tadi Alterio berikan saat mereka bertemu didepan pagar sekolah.

"Oke, supaya lo seneng bisa makan tahu bulat." Arunika menerima helm yang Alerio berikan dengan tawa yang masih menyembur keluar, membuat Alerio memutar bola matanya malas dan mulai menjalankan motor sport miliknya menuju jalan raya dan bergabung bersama pengendara lain.

Alterio yang memang sejak tadi menatap mereka berdua, hanya bisa tersenyum simpul.

"Andai semudah itu bikin lo tertawa dideket gue, Nay."

Laki-laki itu mulai mengenakan helm full face miliknya dan mengendarai motor sport miliknya menuju jalan raya, mengikuti mereka berdua.

°°°

Sandyakala memarkirkan Vespa putih kesayangannya dipelataran Mansion, setelah melepas helm dan menaruh dijok Vespa, laki-laki itu berjalan masuk kedalam Mansion.

"Kala..."

Panggilan sang Mami membuat Sandyakala melihat kearah sang Mami dan merubah raut wajah datarnya menjadi hangat.

"Kenapa Mi?" Tanya Sandyakala, dan mulai mendekati sang Mami yang ada didapur.

"Mami nggak pernah lihat Arunika lagi, kenapa dia? Atau dia sakit ya?" Sandyakala bersandar pada dinding.

Laki-laki itu memejamkan matanya, menggeleng-ggelengkan kepalanya.

"Nggak tau, Mi."

Mami Sandyakala berbalik dan menatap anaknya dengan kerutan didahi, kala melihat wajah sang anak yang babak belur.

"Kamu kenapa? Habis berantem sama siapa?" Mami Sandyakala mendekat dengan spatula ditangannya, membuat Sandyakala yang memejamkan matanya langsung membuka mata dan menegakan tubuhnya.

"Nggak papa Mi, cuman kejedot tadi." Mami Sandyakala memegang wajah sang anak dan melihat sudut bibir yang berdarah namun darah itu sudah mengering.

"Kejedot? Kok kaya dipukul?" Sandyakala menggeleng.

"Nggak kok Mi, beneran deh. Kala naik dulu ya capek banget." Sang Mami hanya bisa menghela nafas dan mengangguk.

"Kalau nggak ngantuk turun makan, jangan lupa ganti baju." Sandyakala mengangguk dan kembali berjalan menaiki tangga untuk bisa sampai dipintu kamarnya.

Sandyakala sudah sampai didepan pintu kamar dan membuka pintu itu, bau khas seorang Sandyakala menyeruak masuk kedalam indra penciuman siapa saja yang akan masuk kedalam kamar laki-laki itu.

Sandyakala berjalan menuju ranjang dan menghempaskan dirinya diatas kasur, menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan menerawang jauh.

Helaan nafas terdengar keluar kala pikirannya malah membawa kearah sosok Arunika, yang entah pergi kemana sekarang atau malah gadis itu sudah sampai dirumahnya?

Sandyakala mendudukkan badannya dan menatap balkon kamarnya yang tertutup, ia melangkahkan kakinya menuju pintu penghubung itu, membuka gorden dan menggeser pintu itu.

Angin sore menyambut dirinya yang baru saja menginjakan kaki dibalkon, ia menatap kearah kamar gadis yang membuatnya tidak jelas hari ini.

Kamar itu tertutup rapat, tidak ada tanda-tanda sang empunya ada didalam, seakan Sandyakala faham jika tidak ada yang menjamah kamar itu sama sekali.

Mata abu-abu itu menatap kearah motor sport yang masuk kedalam pekarangan rumah Arunika, ia menatap siapa laki-laki itu, ia tau jika itu adalah Alerio dan dibelakang mereka beberapa meter dari tempat Alerio dan Arunika berdiri ada sosok Alterio yang menatap kearah mereka.

Arunika tersenyum namun entah mengapa matanya malah ingin melihat kearah balkon Sandyakala, dan ya mata mereka saling bertemu. Membuat Arunika buru-buru memutuskan tatapan mereka.

Sandyakala kembali berjalan masuk kedalam kamarnya. Tapi, laki-laki itu sadari jika Arunika kembali melihat kearah dimana Sandyakala berdiri namun nihil tidak ada tanda-tanda laki-laki itu berada.

"Kenapa sih? Ada Sandyakala?" Tanya Alerio membuat Arunika menatap laki-laki itu dan menggeleng.

Alerio memang beluk pernah berkunjung pada rumah Sandyakala bersama teman-teman nya. Namun, ia tau jika rumah Sandyakala dan Arunika bersebelahan.

"Kalau gitu gue pulang ya." Arunika mengangguk.

"Take care, Al. Ati-ati." Alerio terkekeh pelan.

"Jangan panggil gue Al, kalau ujung-ujungnya itu juga panggilan buat kembaran gue. Karena dia gak suka miliknya dibagi." Arunika mengerutkan dahinya tidak faham.

"Gue balik." Alerio menjalankan motornya meninggalkan pelataran rumah milik Arunika.

Arunika hanya bisa menatap punggung Alerio yang hilang dibalik belokan.

°°°

Matahari mulai menyingsing, kembali pada singgahnya ia memberikan salam perpisahan pada langit dengan meninggalkan semburat jingganya.

Gadis yang sedang berdiri didepan ruang keluarga, menatap takut pada sang Papa yang juga menatap kearahnya.

"Papa denger dari Papa Alterio kalau kamu menginap dirumahnya?" Tanya Papa Arunika dingin.

Gadis itu mengangguk takut-takut, dengan tatapan yang menatap kelantai. Kali ini, pemandangan indah wajah sang Papa menjadi hal yang dihindari sosok Arunika.

"Iya Pa, Arunika ditolong sama Alterio."

"Kamu bilang apa sama mereka?" Tanya Papa Arunika dan berdiri dari duduknya mendekat kearah anak keduanya itu.

"Nggak bilang apa-apa Pa." Papa Arunika mendekat kearah sang anak dan menarik rambut anaknya dengan kasar.

Membuat Arunika mendongak, dan merasakan perih dikepalanya, rasanya kulit kepala miliknya akan terkelupas bersama rambut-rambut yang rontok.

"Kalau Papa tau kamu bilang sesuatu yang bikin Papa nggak bisa bekerja sama dengan mereka, Papa pastiin akan hukum kamu lebih dari yang biasa-biasa nya." Papa Arunika menghempaskan tarikan pada rambut Arunika, membuat tubuh ringki

••••