Goresan 27 ; Dua Kepribadian (2)
----
Butuh waktu hingga satu jam lamanya, mereka berdua bisa sampai dipelataran SMA Semesta, beberapa adik kelas Arunika dan Alerio menatap mereka berdua dengan tatapan tajam mereka masing-masing, karena melihat Arunika yang begitu dekat dengan sosok Alerio yang notebene adalah sosok yang begitu famous disekolah ini, bahkan keluarganya juga begitu.
Arunika melepas helmnya dan memberikan pada Alerio, laki-laki itu menerima dan mulai membuka helm full face miliknya dan menyugar rambutnya kebelakang.
"Nggak usah banyak gaya, kalau mereka pingsan tanggung jawab." Arunika memutar bola matanya malas, melihat tingkah Alerio.
Laki-laki itu terkekeh dan memberikan jempolnya pada perempuan yang Abangnya suka itu.
"Aman, orang ganteng kan emang banyak resikonya."
"Halah, sok." Sarkas Arabella, membuat Alerio kembali terkekeh.
Motor sport merah yang sama seperti Alerio, mengintrupeksi keduanya. Membuat mereka berdua menatap sosok Alterio yang turun dari motor sport miliknya dan berlalu meninggalkan Arunika dan Alerio tanpa sepatah kata apapun.
Wajahnya dingin, matanya tajam dan ya Alterio kembali menjadi sosok Alterio menjadi sosok misterius yang tak tersentuh oleh siapapun.
Alerio menghela nafas kasar, ia berjalan ingin mengejar Alterio sebelum akhirnya ia berhenti dan berbalik menatap Arunika yang masih terdiam ditempatnya.
"Gue nggak perlu nganter lo sampai depan kelaskan?" Tanya laki-laki itu, yang langsung mendapatkan gelengan oleh Arunika.
Alerio memberikan jempolnya. "Gue duluan, Ar." Alerio kembali berjalan masuk kedalam gedung, dengan langkah terburu-buru miliknya.
Arunika yang melihat Alterio kembali pada sikapnya jadi merasa jika Alterio dan Sandyakala memang memiliki dua kepribadian.
Gadis itu menggeleng, kala hampir saja pikirannya kemana-mana, ia kembali melangkahkan kaki masuk kedalam sekolah, dengan langkah pelan juga masih mendapatkan beberapa tatapan tajam yang sama sekali Arunika bodoh amatkan.
°°°
Alerio menatap kembarannya yang memantul-mantulkan bola basket dan memasukan bola basket itu kedalam ring, begitu berulang kali bahkan ia seperti melampiaskan kekesalan? Karena cemburu?
Alerio mendekat kearah Alterio, membuat langkah kaki laki-laki itu sama sekali tidak diindahkan oleh lirikan atau bahkan tengokkan milik Alterio kembarannya itu, meski Alerio tahu jika Alterio mendengar langkah kaki miliknya.
"Ngapain?" Tanya Alterio dingin.
"Lo cemburu sama kembaran lo sendiri?" Tanya Alerio pada Abangnya itu.
Alterio menggeleng dan kembali memasukan bola ditangannya kedalam ring, lalu bola memantul jatuh dilapangan basket dan kembali Alterio ambil.
"Kenapa dingin lagi sama Arunika? Kalau bukan karena lo cemburu ngelihat gue yang bareng sama Arunika pagi ini." Tanya Alerio dengan mata memincing.
"Gue cuman bingung harus bersikap kaya gimana, kalau semakin jauh apa bisa? Kalau menjauh apa gue juga bisa?" Alterio memantulkan bola ditangannya begitu keras menyebabkan bunyi pantulan nyaring akibat bola itu.
"Gue tau, Ar. Tapi, disini lo lebih penting dari siapapun." Alerio menghela nafas.
"Bahkan, dendam dari Papa sekalipun."
***
Arunika berjalan melewati koridor dengan sesekali menyandungkan lagu yang ia nyanyikan pada saat dicafe waktu itu.
Ia menatap Farah yang baru saja akan masuk kedalam kelas, gadis itu berlari dan memanggil-manggil nama Farah, layaknya seseorang yang sedang memanggil tukang bakso saja.
Farah menatap Arunika yang berlari kearahnya, dengan nafas yang tersenggal akibat berlari, aneh sekali gadis itu padahalkan ia tidak akan menjauh, tetap disini juga kalau Farah kembali melanjutkan langkahnya.
"Kenapa Arunika?" Tanya gadis itu pada teman sebangkunya.
"Ini, gue mau tanya tentang dua kepribadian sama lo." Farah menarik alisnya bingung, dengan perkataan Arunika.
"Hah? Dua kepribadian? Emang kita ada tugas yang bahas tentang itu ya? Atau riset?" Tanya Farah dengan wajah takutnya, karena jika ada ia sama sekali belum mengetahuinya.
Arunika menggeleng. "Bukan, ini gue lagi pingin lihat dua orang yang suka berubah-ubah sikapnya kadang hangat sehangat matahari, kata dingin melebihi kutub Utara. Gue jadi curiga kalau dua orang itu punya dua kepribadian."
Farah menatap Arunika dengan tatapan penuh minat miliknya, memang gadis pemilik rambut hitam panjang dan kacamata bulat itu sangat suka membahas hal-hal baru.
Tanpa mereka berdua sadari, jika Sandyakala mendengarkan percakapan mereka berdua, namun hanya mendengarkan perkataan Arunika barusan, karena ia baru saja sampai disekolah.
"Minggir." Arunika dan Farah refleks meminggirkan badan mereka berdua yang menghalangi pintu kelas, karena memang mereka berdua membicarakan hal itu diambang pintu.
Arunika menatap Sandyakala yang berjalan masuk kedalam kelas, dengan wajah dingin dan datar miliknya, menaruh tas diatas meja dan mulai duduk disana.
Fokusnya menatapnya benda pipih ditangannya, sebelum akhirnya ia memilih menaruh benda itu dan membuka buku tebal dengan judul bahasa Inggris yang Arunika sadari jika isinya juga akan berbahasa Inggris semua.
"Mungkin emang bener, kalau mereka berdua itu punya kepribadian dua." Arunika mengangguk-angguk kepalanya, membuat Farah yang ada disebelahnya menggelengkan kepalanya tidak faham.
°°°
Arunika duduk dibawah pohon rindang ditaman belakang, yang hanya didatangi beberapa siswa dan siswi saja.
Hari ini ia tidak ingin kekoridor untuk menikmati angin segar disana, ia memilih duduk dibawah pohon rindang kesukaannya ini dan memejamkan matanya, menikmati lagu yang berbunyi dari headphone miliknya. Semilir angin menerpa gadis itu, menambah dirinya yang semakin menghela nafas kasar dengan keadaan yang ada.
Pikirannya masih melayang jauh pada kejadian dimana kemarin Sandyakala yang berubah kembali menjadi sosok dingin dan sarkas dan tadi pagi Alterio yang juga kembali menjadi sosok dingin, misterius dan tak tersentuh sama sekali. Atau, mungkin selama ini hanya perasaan Arunika saja yang terlalu berlebihan menganggap mereka mau berteman dengan Arunika.
Seseorang menyentuh pipinya dengan jari telunjuk, membuat Arunika buru-buru membuka matanya dan betapa kaget dirinya kala melihat sosok orang gila yang duduk disebelahnya.
Tunggu? Mengapa orang gila ini bisa masuk kedalam sekolahnya?
Arunika mengalungkan headphone miliknya dileher, dan berusaha menjauh dari laki-laki dengan pakaian urak-urakan dan tak terurus itu.
Ia mengedarkan pandangannya kesekitar, namun tidak ada siapapun disini, apa bel sudah berbunyi? Langkah kakinya membawa Arunika berlari menjauh, namun sayang Arunika kalah cepat karena tangannya sudah lebih dahulu dicekal oleh sosok gila itu.
"Tolong!!" Teriak Arunika, namun nihil tidak ada siapapun yang mendengarkan teriakannya.
Tanpa Arunika sadari jika tiga gadis yang bersembunyi dibalik pohon, tertawa dengan keadaan Arunika, semua rencana ini adalah ide mereka bertiga.
"Tolong!!" Teriak Arunika sekali lagi, namun nihil tidak ada tanda-tanda seseorang yang akan membantunya.
Tangannya gemetar, Arunika memiliki trauma pada orang gila sewaktu ia kecil, hanya orang gila jalanan bukan orang gila yang ada dirumah sakit jiwa.
Arunika terisak kecil, memohon pertolongan pada siapapun yang lewat didekat sini untuk menolongnya.
Bug!
Tendangan tepat diperut orang gila itu, membuat Arunika melihat siapa yang ada didepannya dia Sandyakala.
Orang gila itu sudah lari tanpa mau dipukul Sandyakala lagi.
Ia menatap Arunika yang sedikit terisak dan terduduk dibawah, tangannya terulur memberikan bantuan pada gadis itu.
"Makasih, Kala." Gadis itu tersenyum.
Decakan kesal keluar dari bibir gadis yang bersembunyi dibalik pohon bersama dua dayang, eh-- bukan kacung, eh-- bukan juga. Tapi, dua temannya.
••••