Chereads / REWRITE THE STAR'S / Chapter 18 - Ketidakhadiran dan Kegagalan Menjelaskan

Chapter 18 - Ketidakhadiran dan Kegagalan Menjelaskan

Goresan 17; Ketidakhadiran dan Kegagalan Menjelaskan

I'm, sorry.

- Unknown

----

Malam sudah kembali berganti tugasnya dengan sang pagi, kini yang tadinya langit dipeluk oleh pekatnya hitam sudah berganti dengan terangnya matahari.

Alterio mengetuk pintu kamar yang miliknya yang ditempati oleh Arunika, sudah ketikan yang kelima kali namun pemilik kamar tidak juga memberikan tanda-tanda akan membuka pintu, Alterio was-was karena takut gadis didalam kamar kenapa-kenapa, membuat ia membuka pintu secara paksa.

Helaan nafas tak habis pikir sekaligus bersyukur karena gadis itu tidak kenapa-kenapa menjadi satu. Alterio mendekat kearah ranjang, dimana Arunika yang tertidur pulas dan mulai mengecek suhu badan gadis itu, helaan nafas kasar terdengar. Arunika masih sakit.

"Arunika masih panas, Al?" Pertanyaan sang Mama mengangetkan Alterio, membuat laki-laki itu berbalik dan mengangguk.

"Yaudah biar nanti Mama yang antar Arunika kerumah sakit kalau dia dah bangun, kamu kesekolah aja." Mama Alterio mendekat kearah Arunika dan menarik selimut gadis itu sampai sebatas dagu.

"Tapi Ma--" Belum Alterio menyelesaikan perkataannya, sudah dipotong oleh sang Mama tiri.

"Mama nggak terima bantahan kamu, Papa nanti marah kalau kamu bolos." Alterio menghela nafas dan mengangguk.

Ia menatap Arunika kembali, sebelum akhirnya melangkahkan kaki keluar dari kamar.

°°°

Sandyakala baru saja memarkirkan motor Vespanya dipelataran sekolah, saat netranya bersitatap dengan laki-laki yang baru saja juga turun dari motor sport hitamnya. Dia Alterio.

Laki-laki itu menatap sinis kearah Sandyakala, sebelum akhirnya melangkah menuju koridor dan mulai menghilang dibalik kerumunan.

Sudah berapa hari Sandyakala tidak melihat sosok Arunika? Padahal mereka bertetanggaan, biasanya gadis gila itu akan selalu menganggu setiap waktu berharga milik Sandyakala, ah iya. Sandyakala terlalu berlebihan padahal kemarin mereka terakhir bertemu ditaman skateboard bukan? Ah sudahlah, mengapa jadi tiba-tiba ia mengingat sosok gadis gila itu?

Sandyakala melangkahkan kakinya menuju kelas, diam-diam ia berharap jika Arunika berada dikelas dan dia bisa mengucapkan kata yang sudah sangat ingin ia katakan.

Langkah kakinya membawa laki-laki itu terus melangkah melewati koridor demi koridor. Hingga, akhirnya ia bisa sampai didepan kelasnya. Sayang sekali, semesta dan keadaan tidak berpihak padanya kali ini karena Sandyakala tidak menemukan sosok Arunika yang biasanya datang terlalu pagi. Sampai jam menunjuk ke angka tujuh lewat lima belas menit dan berbarengan dengan bel masuk khas SMA Guardian pun, gadis itu tidak juga datang.

°°°

Arunika mengerjapkan matanya, menyesuaikan pada sinar matahari yang masuk kedalam ruangan, kepalanya sangat pusing bahkan suhu badannya pun terasa begitu panas.

Pintu yang dibuka membuat gadis itu buru-buru duduk dengan sisa tenaga yang terkuras, padahal dia tidak melakukan aktifitas apapun. Tapi, mengapa rasanya sangat lelah? Mungkin saja efek dari sakit.

Wanita yang sudah tak lagi muda itu tersenyum kearah Arunika, ia menatap gadis dengan wajah pucat dan mata sayu yang juga menatap kearahnya.

"Sayang, kamu udah bangun? Mama bawa kamu kerumah sakit ya? Tadi Alterio mau bolos jagain kamu tapi , Mama bilang jangan karena pasti nanti Papa Alterio marah." Wanita itu tertawa pelan, membuat Arunika hanya bisa tersenyum simpul.

"Maaf Tante, aku bener-bener lemes. Nggak tau, kenapa lemah banget." Arunika tertawa pelan, membuat wanita didepannya itu kembali tersenyum simpul.

"Nggak papa sayang, namanya juga lagi sakit.."

"Kamu bisa kan kekamar mandinya? Atau mau Mama bantu?" Arunika menggeleng lemah.

"Aku bisa kok Tante." Wanita itu mengangguk.

"Mama tunggu dibawah, nanti kalau ada apa-apa panggil Mama aja."

"Memang kita mau kemana Ma?" Tanya Arunika bingung, kala wanita itu menunggu dirinya dibawah.

"Ke rumah sakit, Mama udah dapet amanah juga dari Alterio buat bawa kamu kerumah sakit." Arunika menghela nafas.

"Aku udah banyak merepotkan Alterio dan Tante juga, cuman dikompres dan minum obat penurun panas udah cukup kok Tante." Mama tiri Alterio menggeleng.

"Nggak ada, kamu harus kerumah sakit, Mama juga udah janji sama Alterio, nanti kalau dia marah sama Mama gimana? Nanti dia bakal nyusul buat jemput kita."

"Mama nggak menerima penolakan, Mama tinggal ya." Imbuh wanita itu dan mulai melangkahkan kakinya meninggalkan Arunika yang hanya bisa menatap punggung wanita itu dengan helaan nafas.

"Gue nggak tau, kenapa bisa kejebak sama keluarga ini? Jadi kangen Mami.." Arunika tertawa pelan.

Mami yang dimaksud Arunika adalah Mami Sandyakala. Ngomong-ngomong soal laki-laki itu, bagaimana dia sekarang? Apakah semua seakan mudah karena tidak akan mahluk penganggu seperti Arunika, pasti laki-laki itu akan bernafas lega.

Arunika turun dari ranjang yang cukup besar itu dan mulai masuk kedalam kamar mandi, meminjam kamar mandi dan baju milik Alterio, karena laki-laki itu sudah berpesan padanya untuk memakai apapun barangnya yang memang bisa dipakai oleh Arunika.

Butuh waktu hingga setengah jam lamanya, hingga gadis itu keluar dari kamar mandi dengan baju milik Alterio tak lupa jaket yang semalam laki-laki itu kesampirkan dibahunya.

"Apa semua laki-laki suka warna monoton ya?" Arunika bermonolog dengan bibir pucat, kala ingatannya membawa ia mengingat warna pakaian apa saja yang ada didalam lemari milik Alterio.

Ia menggeleng pelan dan mulai menuruni tangga.

Netranya menangkap sosok wanita yang sedang sibuk menelfon, langkah Arunika semakin membawa gadis itu untuk menuruni tangga dan sudah sampai dilantai terdasar rumah ini.

Wanita itu berbalik setelah mematikan panggilan, senyumnya tercetak kala melihat sosok Arunika yang sudah berdiri didepannya dengan wajah pucat yang mendominasi wajah cantik gadis itu.

"Tadi Papa Alterio telfon, nanti malam udah sampai dirumah dari perjalanan bisnisnya. Ayo kita kerumah sakit."

Tiba-tiba Arunika mencekal pergelangan tangan Mama Alterio, membuat wanita itu menatap Arunika dengan tatapan bingung miliknya.

"Tante jangan bilang Papa Alterio ya, soal hal yang terjadi. Arunika nggak mau perjanjian bisnis Papa dan Papa Alterio batal." Mama Alterio sedikit terhenyak dengan perkataan Arunika, sebelum akhirnya ia tersenyum manis dan mengangguk.

"Jangan panggil Tante, Mama." Koreksi wanita itu, membuat Arunika mengangguk berlebihan dan tersenyum.

"Iya, Ma."

"Good girls."

°°°

Alterio keluar kelas dengan langkah yang sedikit cepat, raut khawatir juga datar miliknya mendomisili wajah tampan bak pahatan Dewa Yunani itu.

Langkahnya terhenti kala tiba-tiba Sandyakala memblokade jalannya, keduanya saling menatap tajam. Jika saja tatapan keduanya bisa mengeluarkan laser, dipastikan tubuh mereka akan sama-sama terbelah menjadi dua.

"Minggir." Alterio menatap Sandyakala datar.

"Arunika dimana?" Pertanyaan yang keluar dari bibir Sandyakala membuat Alterio tertawa sinis. Sedangkan Sandyakala menarik sebelah alisnya bingung, memang ada yang lucu dari pertanyaannya?

"Nggak usah deketin Arunika, kalau lo cuman mau bikin dia terluka. Karena detik itu juga gua bakal bunuh lo."

"Lo lupa? Arunika yang deketin gue duluan." Kini Sandyakala yang tertawa sinis.

"Gue pastiin Arunika bakal berhenti, buat kejar cowo brengsek kaya lo lagi."

Alterio meninggalkan Sandyakala yang diam ditempatnya sambil menatap punggung Alterio yang semakin hilang dari pandangan.

••••