"Mau diam sampai kapan- awh!"
Aku masih diam bahkan saat kak Riki mendorong mama mundur. Selang beberapa saat bang Dimas dan Refi yang mungkin saja tadi sudah terlelap kini terbangun.
Meringis ngilu saat kak Riki mengusap pipiku yang ditampar oleh mama tadi.
"Oh, kamu pacarnya si pembunuh ini? Pakai pelet apa kamu sampa anak orang jatuh cinta? Ah, dia bahkan menginap ya. Mau serahin tubuh kamu juga?"
Bibirku bergetar hendak menjawabnya. Namun dari pada dianggap sebagai anak durhaka, aku memilih diam saja. Mau menepis fakta apapun juga percuma karena dia adalah mamaku. Sosok wanita hebat yang telah melahirkanku.
"Ma-"
"Sudah aku bilang jangan panggil mama anak sialan!"
Nyaliku menciut, ku peluk erat-erat kak Riki. Aku menatap Refi yang menatapku dalam-dalam, begitu pula dengan bang Dimas yang masih bertahan dengan raut wajah terkejutnya.