Chereads / Pernikahan Pahit / Chapter 19 - Janji

Chapter 19 - Janji

Laura masih memikirkan apa yang dikatakan oleh Hyunsik tadi. Sejujurnya dalam hatinya dia juga takut jika seandainya nanti Christian mengetahui rahasianya. Akan tetapi, dia tidak bisa menolak kenyamanan yang didapatkan dari Aldi.

Dalam perjalanannya dari kos Hyunsik, banyak hal yang dipikirkan oleh wanita itu. Ia merasa menjadi serba salah. Dan, ketika ia tahu jika Hyunsik sudah mengetahui rahasianya, dia jadi sadar jika lambat laun rahasia tersebut juga akan diketahui tak hanya Hyunsik, mungkin Chintia atau bahkan Christian akan tahu.

Laura membuka pintu kafe miliknya dengan lemas, ia memandang Aldi yang sedang repot membantu Chintia. Melihatnya seperti itu, tanpa sadar ada perasaan senang dari dalam dirinya.

Senang dan bahagia, perasaan yang seharusnya tidak ada. Serakah? Mungkin Laura akan terima jika disebut seperti itu, karena memang pada kenyataannya kondisi tersebut yang ia jalani sekarang.

"Kamu sudah kembali? Gimana keadaan Hyunsik?" tanya Chintia, mendengar Laura kembali, Aldi sontak ikut menoleh.

"Dia baik-baik saja, sakit matanya tidak terlalu parah," jawab Laura.

Nadanya yang terdengar lemah, membuat Aldi sedikit cemas dan curiga. Mengapa wanita itu mendadak berubah ketika kembali dari tempat Hyunsik?

TOK1 TOK! TOK!

Aldi menyembulkan kepalanya usai mengetuk pintu ruangan Laura ketika si pemilik tidak segera mengizinkannya untuk masuk.

"Ada apa?" tanya Laura.

"Bukankah seharusnya aku yang harus bertanya seperti itu kepadamu?" Aldi berbalik bertanya.

Laura hanya tersenyum tipis. Haruskah ia mengatakan pada Aldi? Ataukah ia pendam sendiri masalah ini?

Ia memandang wajah Aldi penuh tanya, bingung bagaimana ia akan memulainya.

"Apa ada yang ingin kamu katakan?" tanya Aldi.

"Ehm ... Sebenarnya sih ada."

"Lalu? Katakan kalau memang ada, aku memang bukan orang yang bisa memberikan solusi yang baik tapi aku ini dikenal orang sebagai pendengar yang baik."

Laura terkekeh mendengar pengakuan dari Aldi, tapi senyumnya menjadi samar lalu menghilang ketika mengingat apa kata Hyunsik tadi.

"Jadi, Hyunsik sudah tahu tentang kita," ungkap Laura ragu.

"Kita? Hubungan kita maksud kamu?"

Laura mengangguk.

"Apa itu sangat menganggumu?"

"Bukan seperti itu, hanya saja,,, gimana ya aku jelasinnya."

Aldi tahu apa yang dirasakan oleh Laura saat ini, dia pasti takut karena Hyunsik yang bekerja di kafenya sudah tahu tentang hubungan mereka.

Dan karena itu, Aldi jadi takut kalau Laura memutuskan untuk megakhiri hubungan mereka saat ini.

"Apa kamu mau mengakhiri hubungan kita sekarang?" Bukan itu yang seharusnya keluar dari mulut Aldi, tapi ia malah keceplosan bertanya seperti itu.

Laura menatap Aldi begitu lekat dan intens.

"Kalau kita mengakhirinya sekarang, aku pikir aku tak akan bisa merasakan rasa nyaman lagi dengan seseorang." ucapannya melemah seiring dengan tatapannya yang menunduk.

Aldi melangkah ragu, mendekati Laura. Dengan tangan kekarnya, ia menenggelamkan kepala wanita itu dalam pelukannya.

Laura yang sempat terkejut tak bisa berbuat apa-apa. Jantungnya berdebar tak menentu setiap kali Aldi melakukan hal manis tersebut padanya.

Jika ada yang mengatakan jika Laura jahat ia mungkin tak peduli. Karena yang ia butuhkan saat ini adalah sebuah rasa nyaman.

Setelah wanita itu sedikit merasa sedikit tenang, Aldi menatap wajah Laura dengan dekat. Bahkan napas keduanya terdengar begitu nyata dan jelas karena jarak di antara mereka yang menipis.

Tangan Aldi menangkup kedua sisi wajah Laura, pipinya nampak dingin kemudian terasa hangat ketika tangan itu menyentuhnya.

"Aku berjanji akan menjagamu," ucap Aldi kemudian menatap kedua bola mata Laura secara bergantian.

Laura tertegun sejenak, sampai ia tak menyadari ketika dia menerima sebuah pagutan yang lembut dari bibir Aldi.

Aldi melumatnya dengan lembut, hingga Laura memejamkan matanya. Ia sempat berpikir dan berandai-andai jika saja Christian yang melakukan ini terhadapnya mungkin hatinya tak akan lari kepada Aldi.

Laura tersentak kemudian, ia memundurkan tubuhnya dan tersadar ketika bunyi dering telepon terdengar di telinganya.

Christian meneleponnya saat itu.

"Ada apa Christ?" tanya Laura pada Christian, ia mengatur napasnya yang sempat ngos-ngosan.

"Nanti pulang kerja akan aku jemput, maaf karena aku tadi ada rapat mendadak."

"Tak apa-apa Christ, aku ngerti."

"Aku takut kamu marah, karena gak balas pesanku tadi pagi."

"Oh itu, tadi aku terburu-buru dan lupa membalas pesanmu."

"Tapi kamu gak marah kan?"

"Gak Christ, kamu tenang aja." Laura menatap tak enak ada Aldi, lelaki itu ekspresinya nampak berubah ketika melihat Laura sedang mengobrol dengan Christian.

Bukankah itu sudah resikonya jika mencintai istri orang lain?

"Kalau begitu aku tutup teleponnya ya Christ, pekerjaanku banyak soalnya. Hyunsik tidak masuk kerja jadi harus ada yang membantu Chintia." Menyadari Aldi yang berjalan menjauh darinya, Laura menyudahi obrolannya dengan Christian.

Ia tidak punya pilihan lain selain memutuskan obrolan mereka karena tak ingin Aldi cemburu padanya.

"Kamu kenapa?" tanya Laura pada Aldi yang memalingkan wajahnya dari Laura.

"Kamu cemburu?" lanjutnya.

"Sedikit," jawab Aldi.

Laura memajukan langkahnya kemudian memeluk Aldi dari belakang. "Aku harap ini bisa meredakan cemburumu." Tangannya semakin mengerat di pinggang Aldi. Aldi tersenyum senang karena nyatanya Laura bersikap lebih mesra kepadanya.

"Kalau begitu aku akan kembali bekerja," ucap Aldi. Ia menjadi lebih bersemangat saat Laura memberikan sebuah hadiah kecil untuknya.

"Jadi kapan kita bisa makan malam bersama?" tanya Aldi sebelum ia meninggalkan ruangan Eliza.

"Aku akan mengatur waktu untukmu, dan akan segera menghubungimu."

"Baiklah kalau begitu."

**

"Christ, mengenai proyek iklan air mineral AY mereka menolak konsep kita," ucap Astrid pada Christian saat di ruangannya.

"Lalu?" Christian mengerutkan keningnya, mendengar hal tersebut.

"Mereka ingin kita merevisinya. Dan ikut konsep mereka,"

Christian membuang napas beratnya. Mengingat jika ia sudah berjanji pada istrinya akan menjemputnya nanti malam. Tapi mengapa masalah kantor malah datang di saat yang tidak tepat?

"Sebelumnya mereka bilang, ikut saja dengan semua konsep yang kita berikan? Kenapa sekarang berubah pikiran?!"

"Entahlah, mereka ingin membicarakan masalah ini di restoran sunrise nanti malam,"

"Apa tidak bisa besok saja?" tanya Christian ragu.

"Gak bisa Christ, ini klien penting,"

Terdengar helaan napas begitu panjang dari Christian, jika sampai dia mengingkari janjinya pada Laura pasti istrinya itu akan kecewa padanya.

"Gimana Christ? Ini menyangkut nama baik perusahaan kita. Semua kompetitor menginginkan proyek iklan ini,"

"Ya sudah kalau begitu. Ajak Grace juga,"

"Apa? Ajak Grace? Kenapa?" Astrid terkejut mendengar perkataan dari Christian barusan. Selama ini jika menemui klien hanya mereka berdua saja, tetapi kenapa tiba-tiba Christian ingin mengajak Grace?

"Grace kan ketua tim kreatif, dia nanti bisa membayangkan konsep apa yang diinginkan klien. Kenapa? Kamu keberatan?"

"Gak,, ya sudah. Nanti aku beri tahu Grace untuk bersiap sepulang kerja," ucap Astrid lemah lalu undur diri dari ruangan Christian.

Astrid melangkahkan kakinya dengan berat, kenapa harus ada Grace di antara dirinya dan Christian? Tidakkah cukup Laura saja yang merebut Christian darinya?

Setidaknya selama ini Astrid merasa memiliki Christian di kantor. Tapi sekarang sudah berubah semenjak Grace pindah ke depan rumah Christian.