Ketika Laura terbangun, dia sudah tidak menemukan Christian di sampingnya. Ia kecewa karena pagi itu suaminya tidak membangunkannya, setidaknya untuk berpamitan padanya.
Ia melirik ponselnya dan ada sebuah pesan masuk dari suaminya.
Christian : Maaf, aku ada rapat pagi ini jadi tak bisa mengantarkanmu ke kafe.
Laura tidak membalasnya, dia menghela napasnya dan menatap sinar mentari yang memasuki kamarnya melalui celah jendela.
Ia berjalan hingga balkon kamarnya, melihat rumah sekelilingnya dari atas sana.
Tiba-tiba pandangannya terkunci pada satu bayangan seorang lelaki yang sedang menyiram tanaman pagi itu.
Tanpa sadar Laura menarik sudut bibirnya hingga membetuk senyuman.
Lelaki itu nampak sedang bersenandung bila dilihat dari caranya menggerakkan bibirnya dan senyum di wajahnya.
"Lucu sekali," gumamnya. Ia masih betah melihat lelaki itu dari tempatnya berdiri, hingga Aldi memergokinya jika sejak tadi dia sedang melihatnya.
Aldi melambai kepada Laura dengan senang. Dan sontak Laura melambaikan tangannya pada Aldi.
Hatinya ada rasa bergetar ketika melihat senyum lelaki itu di matanya.
Ada perasaan yang tak pernah ditemukan dari suaminya Christian selama ini.
Oke, Christian adalah lelaki yang baik meskipun ia dingin. Tetapi, Laura merasa ada kekurangan dari pria tersebut.
Christian, sama sekali tak pernah menyentuhnya. Ia sangat kecewa. Malahan dia berpikir jika Christian tidak mencintainya karena hal itu.
Laura masih saling berpandangan dengan Aldi. Hingga tanpa sadar ayah Aldi sudah berdiri dari belakang dan memukul kepala anaknya tersebut.
Senyum Laura seketika luntur melihat pemandangan kasar yang ada di depannya.
"Apa-apaan itu kenapa ayahnya kasar sekali dengan Aldi?" protes Laura. Dia masuk ke dalam. Ia tak mau Aldi melihatnya saat dia sedang bertengkar dengan ayahnya.
**
"Tumben naik bus?" tanya seorang lelaki yang tiba-tiba duduk di samping Laura. Dia sedang menunggu bus saat itu.
Aldi tersenyum pada Laura, seakan tak pernah terjadi apa-apa tadi pagi.
Dalam hati Laura dia bertanya-tanya mengapa ayahnya bersikap seperti itu padanya. Namun ia urungkan karena itu adalah masalah pribadinya.
"Terus, kenapa kamu sudah ada di sini? Bukannya kamu bekerja jam tujuh malam?" tanya Laura. Ia bingung mau membawa pembicaraan mereka ke mana, hingga melontarkan pertanyaan bodoh tersebut.
Padahal dia sudah tahu jika Aldi lebih nyaman di kafe daripada di rumah. Apa karena ayahnya?
Laura memandang Aldi dengan perasaan tak biasa. Degup jantungnya terus berdebat ketika mata mereka berdua saling bertemu.
Bayangan-bayangan yang terjadi beberapa hari yang lalu selalu terlintas di kepalanya.
Hingga ia menginginkannya lagi.
"Jangan melamun. Bus sudah datang." Aldi menepuk pundak Laura lalu ia bergerak ketika bus berhenti di depan mereka.
Aldi membiarkan Laura masuk duluan, diikuti olehnya.
Ketika melihat tempat duduk, hanya satu kursi kosong di sana dan Aldi membiarkan Laura untuk menempatinya.
"Karena aku lelaki maka kamu silakan duduk saja," ucapnya berlagak sok keren, Laura hanya tersenyum melihat Aldi seperti itu.
Di sepanjang perjalanan Aldi selalu menceritakan kisah lucu padanya. Hingga Laura tertawa dan dilihat oleh sekelilingnya.
Dalam hati Laura ia berandai-andai jika saja Christian seperti Aldi. Membuatnya tertawa dengan lelucon payahnya. Mungkin Laura tak akan terjebak dengan perasaan ambigunya.
Kini ia merasa lebih nyaman dengan Aldi dibanding dengan Christian.
Laura tak menginginkannya, tapi hatinya berkata lain.
"Kamu tidak apa-apa dengan ayahmu tadi?" tanya Laura ketika rasa penasarannya tidak terbendung lagi.
"Oh, tadi?" tanya Aldi sedikit ragu. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan mengalihkan pandangannya ke luar jendela.
"Sudah biasa kok," jawabnya. Ia memaksakan senyumnya di balik hatinya yang terluka karena perlakuan kasar dari ayahnya.
Dan mulai dari sana Laura tidak bertanya lagi. Ternyata lelaki itu menyimpan rasa sakit yang banyak orang tidak ketahui.
**
Astrid mulai tidak suka ketika Grace terlihat lebih dekat dengan Christian dibandingkan dirinya.
Pasalnya, sejak ia mengajak Christian makan malam dengannya. Sikapnya kini sangat sok dan bersikap seolah dia adalah tangan kanan Christian.
Astrid tahu watak wanita itu, bisa jadi dia akan merebut Christian dari tangan Laura.
Dari gerak-geriknya. Dia tampak seakan menggoda lelaki tersebut.
Tak seperti biasanya, Grace mengenakan rok pendek yang tingginya di atas lutut.
Badannya yang berisi memang sangat cocok apalagi dia sengaja mengenakan atasan ketat yang menonjolkan lekuk tubuhnya.
Wangi parfumnya tak seperti biasa. Dari itu Astrid tahu jika wanita itu sedang mencoba untuk menggoda Christian.
Saat di pantry, Grace masuk dan hendak membuatkan kopi untuk Christian. Dan saat itulah Astrid masuk untuk berbicara pada Grace.
"Apa kamu mempunyai niat lain untuk Christian?" tanya Astrid sinis.
Grace berdecih kemudian tersenyum miring. "Kenapa? Apa kamu takut?" Ia mengaduk kopi yang ada di tangannya. "Apa kamu ingin bersaing denganku?"
"Dasar perempuan gila," gumam Astrid. "Silakan, coba saja kamu menggoda Christian. Lihat saja nanti apa yang akan kamu dapatkan setelah ini."
Astrid keluar dengan perasaan begitu kesal. Tangannya mengepal dan ingin sekali menampar wanita yang belum lama bekerja di perusahaannya.
Di koridor dia berpapasan dengan Christian.
"Christ!" panggil Astrid.
"Kenapa Trid?" tanyanya.
"Mau makan siang denganku?" ajaknya.
Dan saat itu Grace muncul dari pantry dengan nampan berisi kopi dan roti bakar.
"Pak Christian tidak makan siang hari ini. Dia hanya makan roti dan kopi." Grace menunjuk nampan di hadapannya dengan matanya.
Astrid menatap Christian dengan penuh tanya.
"Maaf Trid. Aku lagi tidak selera makan akhir-akhir ini."
"Oh. Oke."
Lalu Grace mengekor di belakang Christian kemudian masuk ke dalam ruanganya berdua.
"Dasar ular berbisa," gerutunya.
Jika Astrid terlambat menyelamatkan Christian. Pasti dia akan masuk ke dalam perangkap wanita tersebut.
**
Hyunsik tidak masuk bekerja karena sakit, jadi hanya ada Chintia di dalam kafe tersebut.
"Hey! Al! Bagus kalau kamu datang lebih awal karena Hyunsik tidak masuk hari ini," seru Chintia.
"Kenapa dengannya?" tanya Laura penasaran. Tak seperti biasanya lelaki itu tidak masuk bekerja seperti ini.
"Sakit, tadi pagi meneleponku katanya matanya sedang sakit," jawab Chintia.
Laura terdiam. Ia ingat dengan ucapan Hyunsik beberapa hari yang lalu.
Pandangannya beralih ke Aldi yang langsung membantu Chintia mencuci gelas.
"Apa jangan-jangan Hyunsik tahu?" tanyanya pada diri sendiri. "Tapi mana mungkin," lanjutnya lagi.
"Kenapa Ra?" tanya Chintia. Al memandang Laura yang nampak cemas.
"Aku akan menengok ke tempat Hyunsik sebentar." Setelah mengatakan kalimat tersebut Laura langsung melesat keluar kafe.
"Ra! Ini akhir pekan! Tamu pasti banyak yang datang!" teriak Chintia.
"Tenang saja, ada aku yang membantumu." Aldi tersenyum sambil mengelap gelas yang telah dicuci oleh Chintia.
Dia tidak tahu apa yang sedang menimpanya denan Laura saat ini.