Menyebalkan! Nancy mendesis kesal ketika dia tidak menemukan Daniel ada di kamarnya. Padahal dia ingin mengajak lelaki itu untuk pergi jalan-jalan hari ini.
Tak mungkin dia pergi bekerja, sebab Daniel sudah mengambil cuti sampai tiga hari ke depan. Lalu ke mana lelaki itu pergi?
Nancy menyingkap selimutnya, kemudian ia keluar dari kamar. Menuruni tangga dan mencari Daniel, siapa tahu lelaki itu ada di meja makan untuk sarapan.
Tapi nyatanya Nihil. Lelaki itu tidak ada di sana. Meja makan kosong.
Karena takut jika Daniel menemui Celline. Akhirnya Nancy menghubungi suaminya tersebut.
Tapi … sebelum telepon terhubung, seorang pembantu datang dan mengatakan kalau Daniel sedang pergi memancing pagi ini.
"Memancing? Di mana? Kenapa gak bilang sama aku?" tanya Nancy.
"Maaf nona, tapi saya juga kurang tau."
Nancy semakin kesal, tak ada sama sekali gambaran pengantin baru seperti orang-orang.
"Suami kamu di mana?" tanya ayah Nancy ketika tak melihat Daniel pagi itu.
"Ada urusan, Pa," jawab Nancy, dia tak mau Daniel terlihat buruk di depan mata orang tuanya. Apalagi ayahnya.
"Lalu kapan kalian pindah ke rumah kalian?"
"Papa ngusir?" Nancy mendelik sewot.
"Bukan." Ayah Nancy tertawa kecil. "Kalau di rumah sendiri kan pasti enak. Apalagi kalian masih berdua. Pasti romantis terus siang malem."
Kalimat ayah Nancy memantik keinginan tersebut. Ia jadi ingin cepat-cepat pindah ke rumah yang sebelum menikah sudah dibelikan untuk hadiah pernikahan.
Meski jika harus diingat kembali, rumah itu pernah digunakan Daniel untuk melakukan hal yang tidak benar di sana.
Membayangkannya saja membuat Nancy muak.
"Nanti Nancy bilang sama Daniel deh pa, lebih cepet kayaknya emang lebih baik."
"Nah itu maksud papa, dan jangan lupa kasih papa cucu ya."
Nancy hanya mengulum senyum. Jangannkan cucu, mencium dirinya Daniel tak pernah melakukannya.
**
Daniel duduk menghadap sebuah danau yang ada di depannya. Kegiatan pagi yang aneh bagi seorang lelaki yang baru menikah. Karena biasanya pria yang baru saja menikah jam segini masih ada di atas ranjang berdua dengan istrinya dan bergumul di sana.
Tapi tidak dengan Daniel, dia memilih untuk memancing. Melihat ikan yang entah kapan akan bisa ditangkapnya.
Dia di sana hanya ingin duduk sendiri tanpa ada yang menganggu. Ponselnya juga ia matikan agar istrinya tidak menganggunya.
Kejadian satu bulan yang lalu membuat hati Daniel seperti disetrum. Bayangan bagaimana dia melakukan hal itu dengan Celline di rumah barunya nanti.
Dia dan Celline melakukannya atas dasar suka sama suka. Padahal Celline pada waktu itu sudah memiliki kekasih yang tak lain Morvin.
Apakah itu artinya Celline masih menyukai Daniel?
Daniel tenggelam dalam pikirannya sendiri. Ia ingin memastikannya apakah Celline masih mencintainya atau tidak. Tapi semuanya tidak tepat. Dia sudah tak ada lagi kesempatan untuk bertemu dengan wanita itu lagi.
**
Celline merasakan jika tubuhnya terasa tidak enak saat ini. sebenarnya sejak dari dia ke pernikahan Nancy sih. Hanya saja hari ini keadaan tubuhnya tak bisa diajak kompromi, padahal dia harus segera bekerja.
"Halo Kak?" sapa Celline ketika Morvin meneleponnya.
"Mau sampai kapan kamu manggil aku Kak?"
Celline terkekeh.
"Mau aku jemput jam berapa hari ini?" tanya Morvin.
Setiap hari Morvin memang yang selalu mengantar jemput Celline. Meski awalnya Celline menolaknya, tapi akhirnya dia mau juga. Selain dia tak bisa membawa motor. Dia juga tak bisa jika terus-terusan naik transportasi umum.
"Kayaknya aku gak masuk hari ini."
"Kamu sakit?"
"Hmm, iya. Aku mau izin dulu untuk hari ini. Mau ke dokter sebentar."
Di ujung telepon Morvin mendesah kecewa. "Andai aja aku dokter umum, bukan dokter hewan," keluh Morvin.
Celline terkikik. "Jadi nyesel nih? Gak apa-apa kok, habis dari dokter nanti aku ke klinik kamu," ucap Celline yang akhirnya memanggil kamu pada Morvin.
"Oke deh kalo begitu, hubungi aku kalo udah di jalan ya."
"Iya," sahut Celline pelan.
**
Nancy sedang duduk di ruang tamu. Tangannya bersilang di depan dada menunggu Daniel yang sampai jam sepuluh belum juga kembali.
"Gimana? Kamu udah bisa hubungin Daniel?" tanya mama Nancy.
Nancy menggelengkan kepalanya.
"Makanya, kamu itu mendingan nikah sama orang yang cinta sama kamu. Bukan seperti ini. Itu Rico kan kayaknya suka sama kamu, kenapa gak sama dia aja sih."
Nancy melotot.
"Mama ih! Orang Nancy sukanya sama Daniel. Udah deh jangan bahas masalah Rico di depan Daniel nanti.
Mama Nancy mencibir. Keinginan anaknya ini memang harus dipenuhi daripada dia akan mendecak kesal selama seharian.
Suara motor Daniel terdengar kemudian masuk ke dalam halaman. Nancy berdiri lalu menyambut suaminya tersebut.
"Kenapa gak ngajak aku sih?" tanya Nancy.
"Kamu masih tidur."
"Kan kamu bisa bangunin aku."
"Gak enak," sahut Daniel mau tak mau. Dia berjalan setelah menyapa mertuanya.
Mama Nancy menggelengkan kepalanya, karena terlihat jika Daniel memang tak menyukai Nancy sama sekali. Dilihat sampai berapa kalipun, jika anaknya yang tampak mengejar-ngejar lelaki tersebut.
"Nancy dengerin mama!" Mama Nancy menarik lengan anaknya tersebut yang hendak menyusul Daniel ke kamarnya.
"Apaan sih ma?"
"Kamu masih aja betah sama sikap suami kamu begitu? Kamu itu kayak gak ada harga diri tau gak?!"
"Iya biarin kalo Nancy gak punya harga diri, lagian kan Nancy emang yang suka sama Daniel."
"Awas aja ya kalo sampai Daniel bikin kamu sakit hati dan nangis, mama gak akan biarin."
"Ah mama, jangan ikut campur deh."
"Anak ini," geram mama Nancy tapi tak bisa berkata apa-apa lagi.
**
Di tempat lain.
Wajah Celline memucat setelah dokter mengatakan sesuatu kepadanya.
"Selamat Anda hamil tiga minggu," ucap dokter pada Celline. "Sebentar lagi Anda akan menjadi seorang ibu," lanjut dokternya.
Celline mendongak, menatap dokter tak percaya.
Mana mungkin dia bisa hamil, padahal hanya melakukan hal tersebut satu kali dengan Daniel?
Lalu bagaimana dengan Morvin? Padahal dia sudah setuju untuk menjadi istrinya nanti?