Kembali pada tahun-tahun kuliah, Celline adalah pribadi yang rajin menyapa teman-temannya. Seringkali senyum riangnya membuat wajahnya yang cantik semakin terlihat memesona. Meskipun begitu tetap saja ada orang-orang yang tidak menyukainya.
Seperti apa yang terjadi siang ini ketika dia tanpa sengaja menabrak rekan sekelasnya. Hanya masalah kecil, namun pada dasarnya orang itu memang tidak menyukainya.
"Eh, maaf, nggak sengaja," ucap Celline dengan rasa bersalah. Tangannya terulur untuk membantu Farah bangkit.
"Gimana, sih? Kamu kalo jalan yang bener, dong!" Farah menepis tangan Celline dengan kasar, tidak mau untuk bersentuhan dengannya lebih lama.
Celline hendak mengatakan sesuatu tapi tangannya tiba-tiba ditarik dari belakang. Dia menoleh dan mendapati pria tampan yang sedang menatapnya dengan senyum hangat.
"Udah, biarin aja dia. Yang penting kamu udah minta maaf," ucap pria itu sambil menggandeng Celline pergi.
Namanya Daniel, teman akrab Celline sedari SMA. Dia hampir tidak ingat sejak kapan mereka bisa menjadi teman dekat. Mungkin itu yang namanya cocok, jadi semuanya mengalir begitu saja tanpa disadari.
Hari ini mereka sudah berjanji untuk pergi ke toko buku bersama. Awalnya mereka sepakat untuk bertemu di gerbang kampus. Celline tidak menyangka Daniel akan langsung datang ke kelasnya.
"Jadi, 'kan? Ngapain bengong?"
Celline mengembangkan senyumnya. "Jadi dong. Kamu bawa motor, 'kan?"
"Bawa, tapi panas nih. Kalo aja ada mobil mah enak," ucap Daniel dengan sedikit nada keluhan.
Memang hari ini udara terasa begitu terik, berbeda dari beberapa hari terakhir yang hampir setiap hari diguyur hujan. Maklum, ini adalah Desember yang identik dengan bulan hujan.
"Nabung dulu buat beli mobil." Calline terkekeh saat menjawab. Ya, dia memang bukan dari kalangan orang kaya. Jangankan membeli mobil, jika tagihan kost bulanan berjalan lancar saja dia merasa untung.
Dia kuliah di salah satu kampus terkenal di kota Yogyakarta. Jika bukan karena nilainya yang tinggi, sepertinya sangat mustahil baginya untuk bisa sekolah di sana. Itu karena ada program beasiswa sehingga dia bisa masuk universitas impiannya.
Berhubung rumahnya jauh dari kampus, dia harus rela menyewa kost agar lebih menghemat waktu dan biaya. Tapi tetap saja, kebutuhan sehari-harinya masih memakan banyak biaya.
"Nih, pakai aja jaketku. Kasian kamu nanti kepanasan." Daniel mengulurkan jaketnya dengan wajah yang terlihat tidak peduli.
Celline segera menerimanya. "Nah, gitu dong baru baik."
Daniel tidak mengatakan lebih banyak. Mereka berdua berjalan menuju tempat parkir sepeda motor.
"Cell!!" teriak Nancy dari kejauhan, dia berlari menghampiri Daniel dan Celline yang hendak naik ke motornya.
"Mau ke mana?" tanyanya sambil melirik ke arah Daniel.
"Ke toko buku Nan, kenapa?" Celline akhirnya turun kembali dari motor Daniel karena Nancy tiba-tiba ingin mengajaknya bicara.
Dia membawa pergi Celline dari hadapan Daniel. Mereka berbisik-bisik berdua dan sesekali melirik arah Daniel yang tengah menunggu Celline.
"Parah! Punya temen ganteng tapi gak kasih tahu aku!" Nancy menepuk pundak Celline, namun matanya melirik bayangan pria tersebut.
Celline sudah bisa merasakan jika Nancy menyukai Daniel sejak saat pertama kali bertemu saat itu.
"Kenalin aku dong sama dia?!"
Celline menatap tak percaya pada Nancy. Kalimat itu sudah sering ia dengar dari bibirnya. Nancy adalah salah satu teman Celline yang hobi dengan bergonta-ganti pacar sesuka hatinya.
**
Dalam hatinya dia sebenarnya tak ingin mengenalkan sahabatnya itu kepadanya. Karena dia tak ingin Daniel di sakiti oleh Nancy seperti teman-teman Celline yang pernah ia kenalkan pada Nancy.
"Gimana?" tanyanya untuk memastikan lagi.
"Ehm.. Tar deh ya, aku tanya orangnya dulu. Dia lagian gak pernah pacaran soalnya." Raut wajah Celline berubah, dia merasa tak enak pada Nancy begitupun pada Daniel.
"Ya udah aku tunggu kabar dari kamu ya?!" Nancy lalu beringsut dari hadapannya sebelum dia tersenyum manis pada Daniel sebagai tanda perkenalan pertamanya.
**
Toko buku bekas langganan Celline.
Daniel hanya mondar-mandir sejak tadi. Lebih tepatnya sejak tiba di toko buku tersebut. Mungkin jika bukan karena Celline yang mengajaknya ke sana. Sepertinya dia tak akan pernah mau menginjakkan kakinya di sana.
Tempat itu tempat favorit Celline. Selain karena memang harganya yang lebih murah. Dia juga bisa mengirit uang yang dikirimkan oleh orangtuanya padanya.
"Ekspresinya ngeselin banget," gumam Celline saat memilih-milih buku di sana.
Gadis itu akan betah seharian di sana. Meski ditinggal sendirian oleh Danie. Dia sangat suka berkutat dengan aroma buku lama yang tersebar dalam ruangan itu.
Daniel memainkan ujung sepatunya. Pemilik nama lengkap Daniel Nathanel itu sudah sering melarangnya untuk ke toko itu. Namun dia hafal betul jika sahabatnya itu tidak bisa dilarang.
Dia dulu sudah pernah melarangnya, namun malah berujung pada pertengkaran mereka berdua.
"Dan," panggil Celline, si pemilik nama langsung menolehnya dengan kedua alis terangkat.
"Kenapa?" tanya Daniel dia mencoba berdiri di samping Celline.
"Temenku yang tadi cantik gak?" Celline melirik wajah Daniel dari samping. Ingin tahu bagaimana ekspresinya.
"Biasa aja, kenapa emang?"
"Dia suka sama kamu katanya,"
Tak ada reaksi apapun dari Daniel. Dia hanya mengangguk-angguk. Yah, hanya mengangguk lalu pergi dari samping Celline.
"Kamu gak suka sama dia?"
"..."
Celline menarik napasnya dalam-dalam dan berjalan menghampiri Daniel. "Kamu masih normal kan?" bidiknya membuat Daniel membelalakkan matanya seketika.
Melihat ekspresi Daniel, Celline tawa Celline langsung meledak. Bagaimana bisa Daniel langsung menunjukkan ekspresi seperti itu di depannya padahal sahabatnya itu hanya bercanda padanya.
Namun Celline cukup penasaran karena selama dia memiliki hubungan pertemanan dengan Daniel. Dia belum pernah melihat Daniel memiliki seorang kekasih.
"Jangan begitu, aku punya seseorang yang aku suka." Tatapannya pada Celline cukup membuat gadis itu terintimidasi. Hingga ia harus merenggangkan jarak diantara mereka berdua.
"Siapa? Bukan aku 'kan?!" jawabnya asal namun ekspresi wajahnya terlihat jelas jika dia sedang malu-malu.
Daniel mengacak-acak rambut Celline hingga berantakan karena gemas. Perasaan yang selama ini ia pendam untuk Celline sepertinya tak akan pernah bisa ia ungkapkan padanya.
Karena Celline lebih takut kehilangan sahabat seperti Daniel daripada menjalin hubungan dengannya.
"Aku tahu teman kamu Nancy itu suka mainin cowok, Cell. Terus kamu mau ngasih aku ke dia, gitu?!"
Celline sempat terdiam memikirkan ucapan dari Daniel. Seharusnya dia tidak melakukannya meskipun Nancy memaksanya. Karena saat ini Daniel sudah tahu siapa Nancy yang sebenarnya.
Celline tak pernah mengatakan hal apapun tentang Nancy. Namun sepertinya, berita itu lebih cepat menyebar dari kobaran api.
Gadis itu pura-pura sibuk dengan sepuluh tumpuk bukunya yang akan dia beli. Namun tanpa ucapan, Daniel meraihnya dan membawakan buku tersebut untuknya.
"Thanks, Dan," ucapnya pelan karena merasa tak enak padanya.
Daniel tersenyum padanya.