Rei mengumpat beberapa kali sebelum akhirnya ia memutuskan untuk menghubungi Ares. Ia tak mungkin diam saja dan tak bicara pada seseorang.
"Res, dimana lo?" tanya Rei begitu sambungan telepon tersambung.
"Kenapa emangnya?"
"Lu singkirin dulu cewek lo. Gue mau ngomong!" sahut Rei ketus karena tahu jika Ares tengah bersama seseorang. Terdengar sedikit suara desahan dan Rei tahu itu adalah salah satu kekasih Ares.
"Bentar!" Ares pun menghold sambungan ponsel itu lalu semuanya jadi sepi untuk beberapa menit sampai akhirnya suara Ares kembali terdengar.
"Speak up now!"
"Ada dua hal, pertama lu bener gue yang salah. Christina memang brengsek. Kemaren gue pergokin dia maen sama Ethan salah satu juri juga di kamar mandi di dalam kamar. Gimana ceritanya? Singkatnya mereka berdua gue pecat. Jadi jurinya gue ganti sama orang lain, terserah itu nanti urusannya Travis." Ares masih belum bicara dan Rei memilih untuk melanjutkan.
"Yang kedua ... semalam gue mabok dan nidurin seorang cewek. Gue gak kenal itu siapa. Seingat gue Dalton yang bawa cewek itu masuk ke dalam kamar dan pagi-pagi gue bangun dia uda gak ada," sambung Rei lagi belum berhenti bercerita.
"Okay, trus masalahnya apa?" barulah Ares bertanya.
"Gue pikir dia cewek panggilan kayak cewek open BO gitu. Tapi dia gak ambil duit apa pun sama sekali. Dompet gue masih utuh dia malah ninggalin kalungnya di atas tempat tidur!"
"Kok ... bisa?"
"Makanya gue bingung. Gue mau bayar gak tau mau nyari kemana, gue gak begitu inget wajahnya. Yang gue inget cuma matanya biru dan rambutnya pirang!" jawab Rei lagi dengan cepat.
"Wah, kenapa lu gak periksa CCTV?" Rei mendengus dan mengurut keningnya.
"Emangnya kalo gue periksa CCTV trus gue tau siapa dia gitu!"
"Lah lu tanya gue, ya gue jawab!" sahut Ares cepat. Rei mencoba berpikir lagi dan mendapatkan ide.
"Dalton pasti tau, dia yang bawa cewek itu. Pasti dia tau cewek itu siapa. Iya kan?" tanya Rei lagi dengan antusias seperti baru mendapatkan jawaban dari teka tekinya.
"Rei, lu cari dia buat apa. Kalo cewek itu mau di pasti uda dateng buat minta duit atau Dalton yang jadi germonya dia pasti minta duit ke elo!" jawab Ares dengan ketu dan jujur seperti biasanya. Rei jadi terdiam dan berpikir.
"Trus gue harus gimana?" Rei dengan pasrah malah meminta saran dari Ares yang sangat ahli perihal perempuan.
"Tujuan lo nyari dia buat apa?" Rei tertegun dengan pertanyaan itu.
"Gue mau kembaliin kalungnya," jawab Rei setengah sadar. Tapi Ares malah tertawa meski tak keras tapi nadanya mengejek.
"Ntar dia juga bisa beli lagi. Kecuali lo ngerasa bersalah karena dia gak ambil bayaran!" Rei langsung menjentikkan jarinya tanda bahwa tebakan Ares memang tepat.
"Bener!"
"Uda deh, mending lu pulang. Biar asisten lu aja yang urusin itu audisi. Ngapain sih, bos kayak lo masih urus hal-hal remeh kayak gitu!" Rei kini menopang dagu dengan sebelah tangannya dan sedikit berpikir. Ares memang lebih banyak benarnya dari pada salahnya. Tapi begitu Rei melihat kalung itu, perasaannya jadi tak karuan.
"Trus kalungnya gimana?"
"Lu repot amat sih jadi orang. Titipin ke hotel, ntar kalo cewek itu balik kembaliin kalo perlu lu kasih duit. Itung-itung buat kompensasi atas percintaan semalam dari lo!" usul Ares kemudian. Rei mengangguk perlahan. Ia mulai berpikir, Ares mungkin ada benarnya.
"Lo bener, ngapain gue repot!"
"Nah, uda tau. Sekarang lu pulang!"
"Fine!" Rei langsung memutuskan sambungan telepon dan mengangguk mengerti. Ia membereskan beberapa barang yang ia bawa ke dalam koper dan mengambil sebuah amplop. Rei lantas menuliskan beberapa pesan di sebuah kartu yang memang disediakan oleh hotel lalu meletakkan cek sebesar 10 ribu dolar dan kalung bintang utara itu di dalamnya. Setelah selesai, Rei lantas berjalan keluar dari kamarnya untuk check out.
Di tempat berbeda, Honey bersikeras ingin segera pulang Crawford, Pensylvania. Sebuah kota kecil tempatnya tinggal selama ini. Ia sudah berdiri di stasiun bus dan akan segera naik. Namun sesuatu terlihat dari balik dagu dan rahangnya seperti memar.
Angelica yang melihat langsung menarik dan memeriksanya. Betapa terkejutnya ia saat menyibakkan kerah jaket denim milik Honey, di lehernya penuh dengan bekas gigitan dan kecupan.
Honey tak sempat memeriksakan dirinya di depan cermin. Ia hanya kembali ke rumah Neneknya Angelica untuk mengambil tas ranselnya. Honey yang tak mengerti lantas ditunjukkan oleh Angelica apa yang terjadi pada kulitnya. Angelica menarik Honey masuk ke dalam kamar mandi. Honey pun langsung terperangah sampai membuka mulutnya.
"Tadi pagi tidak ada ... " ucapnya sedikit terbata-bata. Angelica langsung membalikkan tubuhnya dan dengan menggeram mendesak Honey untuk bicara.
"Apa yang terjadi semalam? Siapa yang melakukan ini padamu? Katakan Honey!" tanya Angelica sedikit mendesak. Honey sudah meneteskan air matanya lagi dan ia mulai menangis tersedu lalu ketakutan.
"Aku tidak tahu ... aku bangun di ranjang di dalam sebuah kamar di hotel Poseidon. Aku tidak tahu bagaimana aku bisa berada di sana." Angelica masih mendengarkan cerita Honey yang terhenti.
"Ada seorang pria yang tidur denganku. A-Aku tidak tahu dia siapa. Apa yang harus aku lakukan?" isak Honey begitu lirih dan suaranya menyayat hati. Angelica langsung memeluknya dan mencoba menenangkannya.
"Kita harus lapor polisi. Ini pemerkosaan!" gumamnya dari balik pundak Honey yang masih terisak. Tapi Honey menggelengkan kepalanya dan melepaskan pelukan Angelica padanya.
"Jangan ... jika Daddy tahu dia akan sedih. Aku tidak mau dia tahu. Aku tidak mau Axel kecewa padaku. Tolong jangan lapor pada polisi!" Honey makin keras menangis dengan ketakutan. Angelica pun terpaksa mengangguk dan memeluknya lagi.
Setelah sedikit tenang, Angelica kemudian membantu membuka jaket denim milik Honey agar ia bisa melihat lebih jelas.
"Apa dia memukulimu?" tanya Angelica dengan kening mengernyit.
"Aku tidak ingat. Aku tidak tahu," jawab Honey dengan mata berkaca-kaca. Mata Angelica lalu melihat lagi ke arah leher Honey.
"Mana kalungmu?" Honey membesarkan matanya dan meraba leher serta tulang selangkanya dan tak menemukan kalung miliknya.
"Kalungku? Jatuh dimana ... kalungku!" Honey langsung panik dan mencari-cari di sekitarnya tapi tak menemukannya.
"Aku tidak boleh kehilangan kalung itu!" ucap Honey lagi makin panik karena sekarang kalungnya hilang. Angelica tampak berpikir sejenak.
"Mungkin tertinggal di hotel itu. Jika kita mendapatkan kalungnya mungkin kita bisa bertemu dengan pria itu dan meminta tanggung jawabnya!" usul Angelica lagi. Honey tak bisa berpikir jauh, ia hanya ingin kalungnya kembali dan segera pulang.
"Lalu bagaimana?"
"Kita kembali ke sana!"
"Tapi uangku sudah habis!"
"Honey, kamu punya aku. Aku akan menjual sepatuku jika perlu. Yang jelas kita harus meminta pertanggungjawaban pada pria itu!" Angelica tak pikir panjang lagi dan langsung menarik Honey bersamanya. Honey tak tahu pertanggungjawaban seperti apa yang dimaksudkan oleh Angelica. Ia hanya ikut saja saat temannya itu membawanya kembali ke hotel itu lagi.
Sesampainya mereka di sana, Angelica langsung bertanya pada resepsionis hotel. Ia beralasan bahwa barang milik temannya tertinggal di salah satu kamar. Setelah diminta menunggu, jawaban untuk Honey datang dari manajer hotel yang turun memberikannya sebuah amplop.
"Ini untukmu, Nona!" ujar manajer itu memberikan sebuah amplop yang diberikan Rei pada manajer itu.
"Apa ini?" Manajer itu hanya tersenyum dan hendak pergi tapi tangan Angelica menahannya.
"Siapa pria itu?" tanya Angelica tanpa basa basi.
"Maaf kami tidak bisa memberikan identitas para tamu VIP di hotel ini. Permisi, selamat sore!" Manajer itu langsung pergi meninggalkan Honey yang kebingungan melipat amplop dengan logo hotel Poseidon di depannya.
"Coba buka dan periksa!" ujar Angelica dan Honey pun mengangguk. Betapa leganya dia bahwa kalungnya akhirnya kembali. Tapi kening Honey lantas mengernyit saat mengeluarkan cek sebesar 10 ribu dolar dari dalam amplop itu. Angelica bahkan harus menutup mulutnya melihat banyaknya jumlah uang yang ditulis di sana.
Tak cukup kalung dan cek, di dalamnya juga terdapat kartu dan pesan dari pria yang sudah mengambil milik Honey yang berharga.
'Aku harap uang ini cukup untukmu. Aku minta maaf atas yang terjadi semalam, aku tidak bertanya siapa kamu sebelum kita melakukannya. Aku berharap kamu akan beruntung dalam hidupmu nanti. Pergunakanlah uangnya dengan baik ... setidaknya untuk mencari pekerjaan yang lebih baik. Terima kasih.'