Kakinya bergerak mengikuti langkah kaki orang-orang yang berada di stasiun kereta api. Sesuatu menarik perhatiannya dari sekian banyak orang. Sosok bayangan manusia yang menutupi matahari sehingga membentuk siluet cantik di senja hari.
Tiba-tiba suara peluru memecah keramaian orang-orang yang berada di dekatnya menjadi berubah, suara teriakan panik dan tangisan terdengar.
Bayangan itu roboh tepat depan matanya. Saat itu, ia merasa jantungnya berdetak keras kehilangan sebuah momen, air matanya menetes. Sebelum berlari kencang, ia masih melihat gerakan bibir yang mengatakan untuk lari.
Untungnya keramaian dan kepanikan orang-orang membuatnya mudah untuk berlari sehingga orang yang tadi mengejarnya tidak dapat menemukannya dengan cepat.
Sesekali ia menoleh kearah kanan dan kiri, memastikan tak ada seorangpun yang mengenalnya disini.
Keringat dingin membasahi sebagian pakaiannya. Sekilas dilihatnya sebuah celah untuk bersembunyi. Sejak pagi ia belum makan bahkan tidak ada waktu untuk bersiap-siap sekedar membasuh wajah. Ia merosot menyandar di dinding, meratapi nasibnya sendiri dan kebodohannya kali ini.
"God help me....ah, sial"gerutunya yang tidak disadari ketika sosok pria berdiri menjulang tinggi dihadapannya dengan santai.
Perasaannya merinding saat menengadah menatap pria didepannya. Wajahnya kaku tanpa ekspresi membuatnya tidak tahu apa kali ini ia akan selamat.
"Larinya sudah selesai?"tanyanya lambat dan ikut berjongkok di depannya tanpa rasa canggung atau kesulitan untuk jongkok.
Mereka bertatapan langsung dengan mata sebagai percakapan tak terlihat. Perlahan ditariknya tangan kecil itu untuk berdiri dan berjalan bersamanya. Walau kesal dengan caranya tapi ia terpaksa berjalan juga mengikuti langkahnya menuju mobil mewah yang terparkir di pinggir jalan. Beberapa orang tampak menunggu mereka berdua sampai depan mobil.
"Apa mau mu?"tanyanya sambil masuk kedalam mobil setelah pria itu masuk lebih dulu, sedikit gugup ketika mencium aroma harum tubuhnya mengguar menyiksa hidung kecilnya.
"Tidak banyak, jadilah milikku maka semuanya akan menjadi milikmu"katanya sambil tersenyum lembut kearahnya. Hanya orang bodoh yang bisa merasakan senyum lembut itu tak seperti yang terlihat.
"Bukankah banyak wanita diluar sana yang bisa menjadi milikmu? mengapa aku?" tanyanya lagi mengabaikan instingnya untuk tidak mengatakan sesuatu yang akan disesalinya kemudian hari.
"Mereka semua tak ada harganya..kamu berbeda"jawabnya memejamkan mata menikmati alunan musik. Keningnya mengerut mendengar suara musik klasik, sejak kapan.
Terlalu lelah berlari, ia menyenderkan punggungnya di kursi sambil memperhatikan sekelilingnya melalui jendela kaca mobil. Percuma saja tadi ia berlari, kalau tahu ternyata ujungnya tertangkap, lebih baik ia menunggu di kamar motel saja sambil sarapan.
Matanya terasa berat, tanpa sadar perlahan menutup. Pria itu membuka matanya menatap wajah disampingnya. Nafasnya ringan tapi mampu membuatnya kalang kabut mencarinya di seluruh Jakarta. Kemampuannya melarikan diri tidak boleh ia remehkan. Tangannya menarik pelan wanita berbadan mungil ini. Dikecupnya sekilas keningnya, wanita ini bergerak mengambil posisi yang lebih nyaman dalam pelukannya. Sontak senyum mengembang di wajahnya, senyum yang mampu menjungkirbalikkan semua wanita dari kalangan manapun.
Didekapnya lembut, tidak membiarkan sedikitpun bergerak.
Mobil mewah perlahan masuk kedalam perumahan khusus untuk kalangan jet set. Tak seorangpun dapat bebas keluar masuk kedalam perumahan ini tanpa akses orang dalam.
Kemudian berhenti di sebuah rumah mewah bertiang 4 pilar berwarna putih dan didepannya ada air mancur yang dikeluarkan patung berbentuk cupid.
Cepat di gendongnya wanita ini menuju kamar yang sudah di siapkan sejak awal. diletakkannya penuh sayang diatas ranjang yang disetiap sisi sudutnya ada pilar. diturunkannya kelambunya supaya tidak terusik.
Pria itu keluar dari kamar menuju ruang kerjanya yang terletak di lantai bawah, dekat taman belakang dan kolam renang. diikuti orang kepercayaannya sekaligus sekretarisnya berjalan di belakangnya.
"Pastikan, semua jalan keluar dijaga, jangan biarkan nyonya hilang"perintahnya kepadanya dan duduk di kursi kebesarannya. laki-laki dibelakangnya hanya mengangguk samar sembari menyerahkan gelas berisi cairan alkohol tinggi.
"Tuan, perjanjian sudah siap untuk ditandatangani"katanya menyerahkan dokumen ke atas mejanya.
Tangannya meraih dokumen tersebut dengan malas, matanya membaca setiap detail tentang poin terpenting dari keinginannya terdalam. Tanpa keraguan ia mengoreskan penanya di kertas yang berisi materai.
"Bagaimana keadaaan nyonya?"tanyanya enggan sambil memasukkan kedalam laci meja kerja, dokumen itu. Tak ada jawaban sama sekali, iapun bangkit dari duduknya berniat kembali ke kamar untuk melihat wanitanya.
Pintu dibukanya perlahan, suara dengkuran halus terdengar. Perasaan lelah mulai dirasakannya, iapun masuk kedalam kamar mandi. Masih dalam kondisi tidak nyaman dengan kelelahan yang dirasakan, ia masuk kedalam selimut, bergabung dengan wanitanya yang sudah membuatnya banyak berfikir, tangannya memeluknya erat.
"Apa yang harus aku lakukan denganmu?" katanya mencari posisi yang tepat dan nyaman, walaupun marah dihati tapi tindakannya berbanding terbalik dengan caranya memperlakukan wanita di pelukannya. dikecupnya sekilas untuk menyakinkan lagi kalau wanita di pelukannya benar-benar sedang tidur. Ia tahu wanitanya tak akan terbangun kalau tidak ada gerakan yang mampu membuatnya terjaga.
Irama perutnya dan suara dengkurannya yang halus membuatnya sekejap masuk kedalam mimpi.
"em...", ada yang mengganjal di perutnya dan terasa berat sehingga ia terbangun. Perutnya berbunyi pelan, belum lagi ia ingin mengeluarkan panggilan alamnya segera tapi tangan ini tak dapat digesernya.
Matanya terbuka sempurna, dilihatnya langit-langit kamar seperti dikenalnya. Wajahnya memucat dan iapun menoleh kearah kanan.
"Holy shit..."gumamnya pelan, nyaris saja ia berteriak kencang, wajahnya terlalu dekat. dibekap mulutnya. perlahan-lahan ia menggeser badannya, untung saja tangan itu dapat dipindahkan memudahkan ia bergerak. kakinya menjejak karpet tebal hingga tak terlihat, cepat-cepat ia masuk ke dalam kamar mandi menyelesaikan tujuannya yaitu buang air kecil.
"Apa yang terjadi, astaga..ceroboh"gumamnya dengan panik, wajahnya memerah walaupun ini juga bukan yang pertama kali tidur disampingnya.
dicucinya dan digosoknya giginya sementara perutnya sudah berisik minta makan, selesai ia keluar dan tertegun melihat pria di depannya tepat di depan pintu kamar mandi.
"Mau kemana?"tanyanya masih setengah mengantuk tapi sempat meraih tangannya untuk menyeretnya kembali ke atas ranjangnya.
"Eh, aku lapar !"teriaknya sedikit kesal karena sulit melepaskan diri dari badannya yang sudah memaksanya duduk di atas ranjang.
"Sebentar" katanya bergerak menekan tombol di atas meja, tak lama kemudian ada ketukan pintu. Pria menyebalkan itu menghampiri pintu dan membukanya. Kepala pelayan masuk mendorong troli makanan, bermacam-macam makanan tersedia, air liurnya menetes tapi terpaksa ditahan karena harus menunggu protokol tata cara makan yang diharuskan dirumah ini.
Pria itu duduk disampingnya setelah kepala pelayan pergi meninggalkan kamarnya. iapun segera mengisi piringnya dan memasukkan sebagian kedalam mulutnya. ia sudah tak peduli lagi dengan sopan santun yang terpenting perutnya kenyang.
"Makanlah dengan benar dan baik"ucapnya pelan dengan santai tapi tampilan itu tidak dapat menipunya sama sekali.
"Apa mau mu"tanyanya dengan penuh makanan di mulutnya. Ketika hendak mengambil salah satu makanan mendadak jarinya dialihkan masuk kedalam mulutnya, wajahnya merona merah.
"Apa yang kamu lakukan? aku masih ingin makan, tak bisakah kamu sedikit mengerti?"tanyanya lagi kesal, jarinya masih berada di mulutnya.
"Zai tak bisakah...kamu..", suaranya menghilang begitu bibir Morgan Zai menyentuhnya dan membimbingnya masuk lebih dalam ke ranjangnya sehingga semua lenyap dan berakhir dengan suara-suara mistis antara dua manusia yang berbeda jenis kelamin mereguk segala kenikmatan yang ditawarkan dunia.
Shizuru hanya bisa pasrah terbawa arus kuat yang menerjangnya berulangkali, bukan sekali dua kali melainkan berkali-kali Morgan melakukannya dengan kecepatan yang menggoda setiap sudut hati Shizuru menyerah diri kepadanya.
"Zai...", cengkeraman tangannya bertambah kuat bahkan punggung Morgan banyak terluka karena gesekan kuku Shizuru menahan terjangan gelombang yang sangat dahsyat dari gerakan badan Morgan Zai.
Secara bersamaan mereka berdua berteriak melepaskan semua yang ada dalam diri masing-masing. Morgan Zai memuja Shizuru tapi sekaligus memberinya kebencian. Ia ambruk disampingnya, ditariknya Shizuru masuk kedalam pelukannya. Shizuru diam menerimanya, tenaganya habis melayani nafsunya yang seperti kuda.
"Jangan pergi lagi, Shizu"ucapnya mencium keningnya. "Aku tak bisa, disini bukan tempatku"katanya enggan menutup mata, setiap Shizuru lari meninggalkannya ,selalu saja Morgan dengan mudah menemukan dirinya.
"Sebentar lagi kamu akan menjadi nyonya rumah ini, tak bisakah kali ini kamu menyerah?"bisiknya ditelinga Shizuru. "Aku.. Zai...", kebingungan Shizuru membuat Morgan nyakin dengan kemampuannya menaklukkan keras kepalanya.
"Zai..."panggilnya menyusupkan kepalanya masuk ke dada bidang Morgan.
"Demi masa lalu kita berdua"katanya lagi tak ingin dibantah sedikitpun.
Morgan Zai tak bisa melihat perubahan wajah Shizuru sehingga ia tak tahu bagaimana wajahnya yang semula merah merona menjadi pucat pasi. Zai mengira Shizuru sudah tidur sehingga iapun membenarkan letak Shizuru sehingga nyaman.
Terdengar gerakan halus dari nafas Zai. Shizuru tahu kebiasaan Zai setelah bercinta habis-habisan akan tertidur pulas seperti orang mati. Iapun bangkit dari tidurnya, menyambar jubah mandi Zai yang tergeletak di atas karpet. dipakainya sementara tangannya mencari pakaian miliknya dalam lemari.
Semua pakaian yang diberikan Zai adalah buatan perancang ternama tapi ada satu hal yang disadari oleh Shizuru, setiap melarikan diri pasti ditemukan maka ia curiga kalau pakaian itu sudah ditempeli alat pelacak. ditariknya disela-sela lemari ,sedikit bergeser, lalu diambilnya pakaian kasual yang memang disembunyikan diam-diam olehnya.
Cepat dipakainya sebelum Morgan terbangun lalu ia berjalan kearah balkon kamar. dibukanya perlahan lalu ditutupnya sebelum keluar tanpa suara kemudian menjatuhkan dirinya ke bawah.
Gerakannya sangat lincah bahkan nyaris tidak ada suaranya. rambut panjangnya sudah diikatkan seperti ekor kuda jadi memudahkan dirinya untuk bergerak. Kakinya terus bergerak cepat, semua langkahnya sudah dihitungnya berkali-kali saat ia berada di rumah ini. Tak boleh ada kesalahan kalau tak mau tertangkap oleh Morgan.
Tepat ketika Shizuru jauh dari rumah Morgan Zai, ia masuk kedalam sebuah rumah yang dekat dengan pos satpam perumahan mewah ini. Wajahnya penuh keringat dan antisipasi dengan kondisi yang mungkin saja tak terduga.
dihapusnya keringat tersebut lalu di pulasnya sedikit make up untuk sedikit menyamarkan wajah aslinya. Pakaiannya diganti dengan pakaian yang lebih seksi tapi elegan. Shizuru terpaksa harus menahan emosinya ketika melihat bekas pergulatan panjangnya dengan Zai, bertengger manis memberikan tanda kepemilikan yang kuat. Tidak hanya satu tapi banyak.
Tak ingin berlama-lama lagi, Shizuru cepat ke arah belakang tempat ia menyimpan motor kesayangannya, senyumnya menipis melihat kondisinya yang berdebu.
"Maaf baby...kalau ada waktu, kita akan membersihkan dirimu"katanya sambil mengecup motornya baru kemudian dinyalakan perlahan tidak ingin membuat petugas satpam perumahan yang berjaga curiga.
Begitu Shizuru benar-benar keluar dari perumahan mewah itu, ia memacunya dengan kecepatan tinggi. Shizuru hanya ingin pergi meninggalkannya sebelum terlambat. Ia akan mencoba lari sebisa mungkin jauh dari kehidupan Morgan Zai.
Salah satu konglomerat Indonesia yang disegani dalam negeri dan luar negeri. Kehidupan Morgan Zai tak seindah pandangan masyarakat luas, ia dikenal sebagai pebisnis ulung dan bujangan yang diminati serta digilai semua wanita tapi dibalik itu, Morgan Zai adalah mafia internasional yang ditakuti dan disegani baik lawan maupun kawan.
Sementara itu, dikamar tidur, Zai membuka matanya perlahan. Emosinya naik, tak habis pikir lagi, Shizuru kabur tepat dibawah hidungnya. diambilnya ponselnya diatas meja dekat dirinya tidur, ditekannya panggilan cepat sekertaris sekaligus orang kepercayaannya. begitu panggilan pertama terhubung, "Dimana nyonya?"tanyanya kesal.
Tanpa rasa malu, ia berjalan telanjang dan menyalakan rokok yang diambilnya dekat meja. Shizuru selalu saja membuat Morgan Zai kelelahan fisik dan mental, Zai harus mengakui kepandaian Shizuru diatas rata-rata wanita-wanita yang selama ini ditidurinya. asap keluar melalui hidungnya, tangan satunya menyambar jubah tidurnya.
"Posisi nyonya ada disebelah barat mengarah....nyonya berganti kendaraan dengan mobil sport"jawab Baldi yang tak lain orang kepercayaannya yang selalu diam mengerjakan tugasnya. Morgan Zai menutup ponselnya kemudian melemparnya diatas ranjangnya, dimatikan rokok di dalam asbak yang memang disediakan dikamarnya, ia masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan diri setelah percintaan panasnya dengan Shizuru.
Baldi diselamatkan oleh Morgan Zai di pinggir jalan, saat tak sengaja menemukannya dalam keadaan sekarat kemudiaan membawanya ke rumah sakit, sejak itu Baldi mengikuti kemanapun Morgan Zai berada. Bagi Baldi, hutang budi dibalas budi , hutang nyawa dibalas nyawa.
Sejak Shizuru keluar dari rumah, Baldi sudah mengikutinya, kali ini ia tidak ingin kecolongan untuk yang kesekian kalinya. Baldi gak mengerti apa yang dicari oleh Shizuru, selama ini tuan Morgan Zai sangat memperhatikannya luar dalam. Apapun yang diinginkan Shizuru, Morgan Zai pasti mengabulkan walaupun kalau dipikir-pikir banyak permintaan Shizuru yang tidak masuk akal.
Pada saat Baldi lengah sibuk dengan lamunannya, Shizuru berpindah tempat dengan meloncat sebuah mobil bak terbuka yang ada tanamannya, temannya mengantikan dirinya mengendarai mobil sport hadiah ulangtahun yang ke 21tahun diberikan Morgan Zai.
Angin malam berhembus kencang meniup sebagian rambutnya, dibaringkannya badan diatas tumpukan tanaman yang menggunung sehingga membuatnya tak terlihat. Baldi mengikuti mobil sport tersebut tanpa menyadari Shizuru sudah tidak ada di mobil itu lagi.
Mobil bak terbuka tersebut berbelok ke arah luar Jakarta melalui tol Cikampek-Palimanan. Rencana pelarian ini sudah lama direncanakan Shizuru dan mengenai percintaan dasyat itu hanya sebagai salam perpisahan terakhir darinya untuk Morgan Zai.
"Maaf Zai, aku terpaksa melepas dirimu karena janjiku kepada Tuan besar"bisiknya ditiup angin berharap dapat didengar oleh Morgan Zai.
Sekeras apapun ia mencoba untuk bertahan disisi Morgan Zai, maka semuanya menjadi sia-sia.
Sepanjang perjalanan ini, Shizuru nyaris tak dapat tidur. Bukan karena tak bisa tapi ia tahu sekarang Morgan Zai marah besar, sama seperti saat di stasiun kereta api dimana temannya meregang nyawa demi membuatnya melarikan diri jauh dari kehidupan yang ditawarkan Morgan Zai.
Badannya sakit semua, efek bercinta masih dirasakannya bahkan nyeri di bagian itu.
Tak lama kemudian Shizuru bangun dari tidurannya ketika mobil yang ditumpanginya berhenti di pom bensin. ia meloncat turun, nyaris saja terjatuh kalau tidak dipegang oleh Kamal.
"Tidak bisa apa, turun seperti princess gitu"tanyanya kesal melihat Shizuru tak memikirkan dirinya yang kadang kecerobohannya sangat akut minimalis.
"Sampai disini saja ya, beritahu Sisi, jangan khawatirkan aku"ucapnya tak bersalah sambil menepuk-nepuk paha dan pantatnya yang sedikit kotor.
"Kamu mau kemana?"tanya Kamal khawatir, bagaimana pun ia membantu Shizuru karena pernah menolongnya dulu di masa remaja.
Dulu dimasa remaja, Shizuru, Kamal dan Jordan adalah sahabat kemudian membentuk geng tiga serangkai yang membuat setiap makhluk hidup di sekolah menjerit ingin diperhatikan bintang sekolah. Kepandaian mereka bertiga mampu mengharumkan nama sekolah di seluruh dunia tapi terhenti karena Kamal mengundurkan diri akibat orangtuanya terjerat kasus korupsi.
"Belum tahu, sebaiknya kamu jauh dari aku, Kamal"jawab Shizuru mengambil tas ranselnya. Kamal menghela nafasnya panjang, dari mereka bertiga hanya Shizuru yang selalu saja membuat masalah dan ujungnya Jordan yang membereskan kekacauan itu.
"Ini ada uang sedikit, jangan pakai kartumu atau bertindak bodoh untuk bisa dikenali"katanya menyerahkan amplop coklat ke tangannya. wajah tak enak langsung terlihat di Shizuru, "Anggap saja aku bayar hutang saat kamu menolongku dari jeratan hutang rentenir saat ayahku masuk penjara".
Shizuru menunduk menatap uang ditangannya, rasanya ingin menangis, mengapa sekarang hidupnya menjadi berantakan. Kamal tak tega melihatnya, ia memeluknya lembut kemudian mengusap rambutnya.
"Pergilah, itu ada bis lewat, hubungi kami begitu kamu sudah bisa membeli ponsel baru, kamu sudah mencatat nomor kami bukan?"tanya Kamal memperhatikan suasana pom bensin dengan teliti, ia tidak mau ada kejutan muncul yang berasal dari Morgan Zai.
Di negara ini ada sebuah peraturan tak kasat mata untuk tidak menyinggung Morgan Zai, kalau sampai tersinggung dipastikan tidak akan bisa melihat matahari pagi lagi.
Shizuru bergegas mendekati bis yang dilihat Kamal, begitu ia naik dan nyakin Kamal tak melihatnya, segera ia turun melalui pintu belakang bis menuju belakang mini market. Sebuah mobil Fortuner berwarna hitam parkir, Shizuru masuk begitu saja.
"Capek?"tanya Firdaus menolehkan kepalanya ke samping, sejak semalam ia sudah berada di pom bensin menunggu Shizuru. Shizuru menutup pintu mobil kemudian meletakkan tas ranselnya dibawah kakinya.
"Lumayan, antar aku ke bandara sekarang"perintahnya cuek yang dibalas dengan kepalanya di pukul pelan oleh Firdaus.
"Firdaus ah, apaan sih, buruan takutnya Zai tahu"teriaknya kecil dibalut senyum di wajahnya, ia hanya menggoda Firdaus untuk menghibur hatinya yang gelisah.
"Ya, princess...kamu tidak makan dulu?"tanya Firdaus mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata. tangannya merogoh disampingnya mengambil roti dan air kemudian diserahkan di tangan Shizuru.
Air mata jatuh ke pipinya, Firdaus kaget tapi tak bisa mengatakan sesuatu karena kenyataannya ia hanya bisa membantu sampai disini, tepatnya di bandara. Saat ini mereka sedang dalam perjalanan menuju Jogja. Bukan perkara mudah melarikan diri dari Morgan Zai, pelarian kali ini sudah dirancang olehnya setahun lalu.
Sepanjang perjalanan tak ada percakapan di dalam mobil, firdaus membiarkan Shizuru tidur baru nanti setelah di Jogja akan dibangunkan.
Jalan tol yang panjang membuat Firdaus waspada, kakinya bergerak menambah kecepatan mobil supaya sampai secepatnya di Jogja mengejar pesawat yang sudah dipesan tahun lalu sebagai hadiah ulangtahun Shizuru.
Shizuru terbangun ketika mobil Firdaus melambat di gerbang tol keluar. "Belok arah ke bandara Solo, Firdaus"ucapnya pelan mengucek mata lalu meminum airnya yang tersisa. "Mengapa?"tanyanya saat sudah berada diluar gerbang tol. "Tidak apa, disana saja lebih aman, bandaranya kecil tak mungkin Zai menemukanku"jawabnya memperhatikan jalanan di depannya yang padat.
Tak banyak kata lagi, Firdaus mengarahkan mobilnya ke jalan menuju Solo. "Apa kamu nyakin bisa keluar dari Indonesia, Shizuru?"tanyanya memecah keheningan di mobil. Shizuru menolehkan kepalanya kearah Firdaus lalu melihat pandangan mata Firdaus yang melihat kearah spion belakang.
"Bagaimana bisa?"tanya Shizuru panik melihat sebuah mobil dengan kecepatan tinggi mendekati mobil mereka. Firdaus diam membisu tapi kecepatan mobilnya bertambah cepat. Untung saja mereka melalui jalan yang sepi jauh dari penduduk sehingga tidak mengalami kemacetan atau hal lain.
"Shizuru, kalau kamu tahu apa yang kuinginkan sekarang ini?", Firdaus menjalankan mobil seperti tanpa beban. "Apa?"tanya Shizuru tak mengerti sebenarnya ada apa dengan Firdaus. "Aku mencintaimu, maukah kamu menjadi istriku?"tanyanya lagi tapi matanya menatap Shizuru, disitulah ia mengerti ternyata mobil dibelakangnya bukan milik Morgan Zai melainkan anak buah Firdaus, Firdaus Ja'far adalah teman Jordan yang dikenalnya saat ulangtahun, ia tak menduga kalau Firdaus Ja'far bukan orang sembarangan.
Shizuru sudah salah meminta bantuan Firdaus Ja'far untuk menolongnya keluar dari Indonesia. Kepalanya berputar-putar memikirkan bagaimana caranya lepas dari tangan Firdaus.
Baru sebentar keluar dari mulut macan dan sekarang masuk mulut serigala, yang benar saja. Shizuru menimbang-nimbang jawabannya sebelum diucapkan.
"Firdaus, jawaban apa yang kamu inginkan, aku tak pernah menduga sama sekali"kata Shizuru pelan, tangan Firdaus memukul setir mobil dengan kesal.
Tak terbayangkan Firdaus akan mendengar kalimat itu keluar dari mulut Shizuru, seharusnya ia sudah menduga jauh-jauh hari tapi ia menampiknya dan berfikir tidak mungkin Shizuru tak memiliki perasaan apapun kepadanya setelah semua perhatian yang diberikan untuknya.
"Shizuru! kamu benar-benar ingin pergi, menikahlah denganku"ucapnya dengan nada suara bertambah naik. Shizuru diam membisu, matanya terlihat sedih menatap Firdaus.
"Sial!", Firdaus marah tapi ia tidak bisa memaksa Shizuru untuk mencintainya. Ia sadar betul siapa yang ada dihati Shizuru sesungguhnya.
"Kamu mencintainya"katanya datar, sekilas dilihatnya mata itu meredup tak ada lagi kehidupan didalamnya. Shizuru memalingkan wajahnya menatap jalanan di depannya.
"Maaf, Zai adalah segalanya bagiku", Shizuru menangis kembali, perasaan Firdaus hancur berkeping-keping tapi inilah kenyataan pahit yang harus dihadapi olehnya.
"Lalu,mengapa kamu pergi meninggalkannya, Shizuru?"tanyanya gusar tak mengerti dengan keputusan mendadak Shizuru. Mobil Fortuner melambat di arah lobi bandara Solo, "Terimakasih Firdaus, aku tak kan lupa semua yang pernah kamu lakukan untukku, kalau suatu hari nasib mempertemukan kita, aku akan membalasnya"jawabnya tak peduli bukan itu yang ditanyakan, Shizuru turun begitu sampai di lobi.
Firdaus menatap kepergiannya dengan suram, dirinya kalah taruhan dengan Morgan Zai, itu berarti salah satu pulaunya menjadi milik Morgan Zai. Ia turun dari mobilnya setelah diparkiran, disana sudah menunggu Morgan Zai dan Baldi.
"Kamu nyakin akan melepaskan Shizuru pergi darimu?"tanya Firdaus meraih rokok yang disodorkan Morgan Zai. Hisapan pertamanya membuat dirinya tenang. "Sial, Shizuru mencintaimu"gerutunya tak habis-habisnya disesali keputusan untuk melakukan taruhan pulau dengan Morgan Zai dan salah satu rumahnya di Amerika menjadi miliknya.
"Mungkin membiarkan Shizu terbang sebentar di angkasa meraih mimpinya, menikmati hidupnya membuat ia menyadari arti diriku. Bagaimana pun secara hukum dan agama, dia sudah sah menjadi istriku", perkataan Morgan Zai terakhir sukses membuat Firdaus mengucapkan semua binatang yang ia tahu dan Morgan Zai hanya mentertawakan kebodohannya yang tidak mengeceknya lebih dulu.
"Kapan?"tanyanya tak percaya, bisa saja Morgan Zai menipunya supaya ia bertaruh lagi. "6 bulan yang lalu"jawabnya tenang menghisap rokoknya. "Shizuru tahu tentang ini?"tanya Firdaus tak percaya, ia tahu kalau Shizuru mengetahui ini, Morgan Zai akan mendapatkan amukan dasyat darinya dan sudah dipastikan siapapun tak dapat menolong Morgan Zai selain dirinya sendiri.
"Tidak" katanya membuang sisa rokoknya di tanah. "What..."teriak Firdaus mirip perempuan. "Ada banyak kerikil disekitarnya jadi harus dibereskan dan dibersihkan terlebih dahulu"terangnya tanpa merasa bersalah.
"Kamu sudah gila"kata Firdaus bersandar di mobilnya. Mereka berdua menatap ke arah langit lepas dimana sebuah pesawat baru saja terbang melintas di atas mereka.
"Aku hanya terlalu mencintainya"ucapnya pelan. Morgan Zai terpaksa mengakui dalam hati kalau tidak karena keserakahan Firdaus akan kapal pesiar miliknya yang bersandar di Swiss, mungkin saja ia tidak akan pernah tahu apa yang direncanakan istrinya.
Kepandaian istrinya Shizuru diatas rata-rata sehingga terpaksa setiap saat harus memiliki rencana untuk menjaga dia tetap disampingnya. Awalnya Morgan Zai sempat panik mengetahui perubahan yang dilakukan Shizuru tapi ia melihat kode yang diberikan Firdaus melalui tangannya saat keluar melalui jendela mobil, maka ia memperingatkan anak buahnya yang sudah bersiaga disetiap bandara selanjutnya ia cepat-cepat mendahului mobil Firdaus.
Senyum tawarnya diperlihatkan kepada semua orang didekatnya, hati siapa yang tidak gusar ditinggalkan istrinya begitu saja. Saat ini hanya tinggal satu harapannya yaitu Shizuru hamil anaknya sehingga ia akan mudah menyeretnya pulang ke Indonesia.
Didalam pesawat terbang, Shizuru duduk dengan tenang melihat kebawah melalui jendela pesawat.
"Apa mereka akan sadar kamu kemana, Shizuru sayang?"tanyanya menyesap minuman kopi dengan keanggunan yang sempurna, Shizuru menoleh kearah suara yang berbicara kepadanya.
"Aku tidak tahu"jawab Shizuru menatap wanita dihadapannya yang usianya sudah berkepala 4 tapi kecantikannya masih seperti usia 20 tahunan. Wanita itu memiringkan kepalanya dan tersenyum lembut. tangannya menggoyangkan sesekali gelasnya supaya memberikan cita rasa yang diinginkannya. Perlu usaha keras untuk bisa mencapai posisi ini ditangannya, bahkan ia harus turun tangan menyapu bersih orang-orang yang menghalangi niatnya.
"Tenanglah, semua akan kembali normal seperti yang kamu inginkan asalkan kamu jauh dari Morgan Zai putraku"katanya menenangkan sambil menepuk-nepuk tangan Shizuru. Wajahnya terpancar kepuasan melihat Shizuru duduk manis disampingnya. Semua ini dilakukannya untuk memuluskan jalannya putri kandungnya di luar pernikahannya menjadi nyonya muda keluarga Zai.
"Kalau benar demikian, pastikan saja keluargaku kembali kepadaku tanpa kekurangan sesuatu hal apapun"ucapnya malas kemudian menutup matanya lelah. Hatinya sedih saat semuanya sudah pada tempatnya mendadak direnggut paksa darinya dan sekarang ia terpaksa menyerah dengan segalanya.
Sebenarnya ia bisa saja mengelak tadi di bandara saat nyonya besar keluarga Zai berdiri di depannya tapi sebuah kalimat menghentikan langkahnya menuju pesawat. "Kamu pikir bisa keluar dari Indonesia tanpaku? Bagian mana yang membuatmu bisa lolos dengan mudah dari Morgan Zai putraku? Ayahmu terlihat bertambah tua di rumah sakit, kamu tidak ingin menengoknya, Shizuru sayang", nyonya besar keluarga Zai berdiri dengan angkuh di hadapannya. "Apa maksudmu nyonya besar?"tanyanya bingung seingatnya ayahnya baik-baik saja berada di rumahnya. Salah satu anak buah nyonya besar memberikan sebuah foto ayahnya dan ia mengerti apa yang diinginkan nyonya besar. Kemudian iapun mengikuti langkah nyonya besar menuju pesawat yang disewa nyonya besar.
Pesawat itu terbang setelah pesawat komersial lepas landas sehingga Morgan Zai tidak menyadari sama sekali apa yang terjadi dengan istrinya.
Firdaus melangkahkan kakinya menuju mobilnya tapi terhenti sebentar, ia menolehkan kepalanya kearah Morgan Zai.
"Ada apa?"tanya Morgan Zai ikut berhenti didepan mobilnya ketika dilihatnya Firdaus ragu-ragu untuk masuk kedalam mobilnya.
"Apa kabar nyonya besar, Morgan?"tanyanya balik dengan kecemasan yang muncul mendadak. mendengar hal itu, Baldi langsung mengeceknya melalui ponselnya, wajah Baldi berubah.
"Bagaimana?"tanya Morgan Zai tak sabar melihat kegugupan Baldi, walau sebenarnya bisa menebak tapi ia lebih suka mendengar langsung.
"Tuan, nyonya muda dibawa nyonya besar"jawab Baldi bingung. Morgan Zai tersenyum lembut kearahnya.
"Dimana tuan besar?"tanyanya pelan, suaranya seperti meremukkan tulang belakang.
"Dengan Tanaya"jawab Baldi bingung dengan pertanyaan Morgan Zai.
"Ah, beritahu nyonya besar di pesawat kalau ada hadiah kecil yang dipersiapkan tuan besar di rumah putih, harus segera dibuka kalau tidak ingin tuan besar marah"perintahnya, dengan cepat disampaikan Baldi melalui ponselnya.
Pramugari menghampiri nyonya besar Zai memberikan ponsel satelit yang khusus diperuntukkan di pesawat.
Senyum mengembang di wajah nyonya besar ketika mendengar kalimat Baldi. siapapun akan percaya dengan kalimat Baldi karena ia termasuk orang kepercayaan tuan besar.
diliriknya Shizuru yang tertidur pulas, sebaiknya ia membawanya juga ke rumah putih baru setelah itu melanjutkan perjalanannya menuju rumah sakit. nyonya besar tak sabar pesawat mendarat di bandara. Rumah putih berada di Jepang.
Morgan Zai sudah berada di pesawatnya, mengeryitkan keningnya kesal melihat Firdaus ada disini.
"Mengapa kamu disini?", Morgan Zai tak habis pikir sejak kapan dirinya berteman dengan kutu loncat satu ini. "Aku ingin melihat pertunjukan drama yang dipertontonkan oleh nyonya besar Zai" senyum bodohnya membayangkan sebuah drama terjadi.
plak..
"Bodoh !" kata Morgan Zai setelah memukul belakang kepala Firdaus. "Hai.. bisa-bisanya bilang begitu! bagaimanapun aku pemilik bengkel kapal pesiar tiga benua, bisa beneran bodoh kalau dipukul disitu," teriaknya kesal sambil mengusap-usap kepalanya yang sakit.
Morgan Zai dan Baldi hanya bisa menggelengkan kepalanya mengetahui kepercayaan dirinya yang ditahap akut. Pesawat lepas landas dengan sangat cantik membelah langit terang.